Blem.com: Poligami

Minggu, Februari 17, 2013

Poligami


POLIGAMI
(Anjuran Yang Dipermasalahkan)
Oleh: A Badruddin
            Term tentang poligami bukanlah hal yang baru. Melainkan pembahasan ini sudah dibahas oleh para ulama terdahulu. Poligami sendiri sudah ada sejak nabi-nabi terdahulu sebelum datangnya islam. Bahkan, dalam poligami tidak ada aturan yang membatasi berapa jumlah wanita yang diperkenankan untuk dinikahi. Sebagai konsekuensinya adalah wanita seperti barang murahan yang dapat diperjual belikan kapanpun dan dimanapun seseorang menghendaki.[1]
            Asumsi yang berkembang adalah bahwa memiliki istri banyak merupakan sebuah kehormatan. Dan wanita yang memiliki suami yang berpoligami juga merasa terhormat karena suaminya. Hal ini karena poligami lebih diidentikan dengan kekeyaan. Orang yang berduit, maka dia lebih mudah untuk beristri banyak.
Kedatangan islam memberikan angin segar dalam hal pernikahan. Wanita yang dulu seperti barang murahan, kini diangkat derajatnya. Pengangkatan tersebut seiring dengan turunya ayat al-Qur’an serta perintah dari nabi Muhammad Shallallahu 'AlaihiWasallam. Mengenai batasan seorang laki-laki boleh menikahi wanita tidak boleh lebih dari empat, itu pun harus dengan persaratan agar melakukan keadilan dari semua sisi demi tercapainya kebahagiaan. Adanya batasan tersebut, oleh banyak ulama selama 14 abad lamanya dipahami sekaligus diyakini sebagai kebolehan yang diberikan oleh islam.
Akan tetapi, apa yang telah digariskan oleh islam mengenai batasan untuk menikahi tidak lebih dari empat wanita tersebut mulai banyak diperbincangkan kembali oleh orang-orang yang sering disebut sebagai “pembaharu” sebagai bentuk dari diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini dibuktikan dengan adanya pelarangan menikahi wanita lebih dari satu orang yang ditetapkan di Negara Syuria pada tahun 1953. Disusul oleh Negara Tunisia padatahun 1957 Serta Negara Maroko pada tahun 1958[2].
Melihat kondisi tersebut, apakah sebenarnya yang tejadi, apakah ini merupakan dari kontekstualisasi pemahaman islam, ataukah karena terkontaminasinya orang-orang islam?
B.     Pengertian Poligami[3]
Poligami merupakan perkawinan seorang laki-laki dengan lebih dari satu wanita atau perkawinan yang banyak atau pemahaman tentang seorang laki-laki yang membagi kasih sayangnya atau cintanya dengan beberapa wanita dengan menyunting atau menikahi wanita lebih dari satu dan hal ini dapat mengundang persepsi setiap orang baik negatif atau positif tentang baik buruknya moral seseorang yang melakukan poligami.
Poligami sendiri berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan kata poli dan polus yang artinya banyak, dan kata gamein atau gamos, yang artinya kawin atau perkawinan. Maka, ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak.  
Dalam Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu, dengan batasan, umumnya dibolehkan hanya sampai empat wanita. Walaupun ada juga yang memahami ayat tentang poligami dengan batasan lebih dari empat atau bahkan lebih dari sembilan istri. Poligami dengan batasan empat nampaknya lebih didukung oleh bukti sejarah. Karena Nabi melarang menikahi wanita lebih dari empat orang.
C.          Ayat-ayat dan Hadis Tentang Poligami[4]
Dengan tibanya Islam, poligami yang tak terbatas ditetapkan menjadi istri saja pada suatu saat, dengan persyaratan khusus serta juga sejumlah ketentuan yang dikenakan padanya dan akan kita pelajari disini. Hanya ada satu ayat padanya dan kita pelajari di sini. Hanya ada satu ayat al-Quran menyebutkan masalah poligami sebagai berikut: 
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[5], Maka (kawinilah) seorang saja[6], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Ketentuan tentang poligami di atas diperbolehkan dengan bersyarat. Ayat ini secara lebih khusus merujuk pada keadilan yang harus dilakukan terhadap anak-anak yatim. Ayat ini diturunkan segera setelah Perang Uhud ketika masyrakat Muslim dibebankan dengan banyak anak yatim, janda serta tawanan perang. Maka perlakuan itu diatur dengan prinsi-prinsip kemanusian dan keadilan besar. sebagaimana kata Yusuf Ali, Peristiwanya terjadi pada masa lalu, tetapi prinsi-prinsipnya tetap berlaku terus. Kawinlah anak yatim bila engkau yakin bahwa dengan cara itu engaku dapat melindungi kepentingan dan hartanya secara adil terhadap mereka dan terhadap anak-anak yatim melaikan juga merupakan penerapan yang umum atas hukum perkawinan dalam Islam. Oleh karena itu, para ulama dan fuqaha muslim telah menetapkan persyaratan berikut bila seseorang ingin menikahi leibih dari seorang istri.
1. Dia harus memiliki kemampuan dan kekayaan cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan dengan bertambahnya istri yang dinikahinya itu.
2. Dia harus memperlakukan semua istrinya itu deng adil. Setiap istri diperlakukan secara sama dalam memenuhi hak perkawinan mereka serta gak-hak lainnya.
Bila seorang lelaki merasa bahwa dia tak akan mampu memeperlakukan mereka dengan adil, atau dia tidak memiliki harta untuk membiayai mereka, maka dia harus menahandirinya sendiri dengan menikahi hanya seorang istri. Dalam sebuah Hadis dijelaskan bahwa Ghaylan bin Salamah memeluk Islam sedangkan dia memiliki sepuluh orang istri. Maka Rasulullah saw bersabda: 
أَخْبَرَنَاهُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو بَكْرٍ : أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ وَأَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِى إِسْحَاقَ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ : مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِىُّ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِرَجُلٍ مِنْ ثَقِيفٍ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ :« أَمْسِكْ أَرْبَعًا وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ ». {ت} وَكَذَلِكَ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنِ الزُّهْرِىِّ[7].

Artinya:“Peliharalah empat orang di antara mereka dan bebaskalah (ceraikanlah) yang lainnya”.

Beristri belih dari satu seorang membuatnya sangat penting bagi si suami agar berlaku seadil mungkin, sebagai yang dimungkinkan orang terhadap setiap istrinya itu. Tujuan utama perkawinan dalam Islam adalah untuk menciptakan suatu keluarga yang sejhatera dimana suami dan istri atau istri-istrinya, serta anak-ananya hidup dalam kedamaian, kasih sayang keharmonisan sebagaimana yang dimaksud dalam perintah Al-Qur’an (Q.S 30:21).
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia (Alla) telah menicptakan untukmu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang dan kedamaian. (QS. 30:21). Dengan demikian maka lelaki sebagai ayah dan perempuan sebagai ibu dari anak-anak mereka hidup bersama membentuk suatu keluarga yang utuh. Setiap orang memiliki perangai yang berbeda, namun bila keramahan, kasih sayang dan kedamaian dapat diciptakan dalam keluarga itu, maka seseorang harus membatasi dirinya sendiri dengan apa yang dapat dikelolanya secara mudah yaitu seorang istri.
Keadaan berikut merupakan pemecahan terbaik bagi diperbolehkankannya poligami:
1. Bila istri menderita suatu penyakit yang berbahaya seperti lumpuh, ayan, atau penyakit menular. Dalam keadan ini maka akan lebih baik bila ada istri yang lain untuk memenuhi dan melayani berbagai keperluan si suami dan akan-anaknya. Kehadirannya pun akan turut membantu istri yang sakit itu.
2. Bila si istri terbukti mandul dan stelah melalui pemeriksaan medis, para ahli berpendapat bahwa dia tak dapat hami. Maka sebaiknya sumai menikah istri kedua sehingga dia mungkin akan memperoleh keturunan, karena anak merupakan permata kehidupan.
3. Bila istri sakit ingatan. Dalam hal ini tentu suami dan anak-anak sangat menderita.
4. Bila istri telah lanjut usia dan sedemikian lemahnya sehingga tak mampu memenuhi kewajibannya sebagai seorang isri, memelihara rumah tangga dan kekayaan suaminya.
5. Bila suami mendapatkan bahwa istrinya memeliki sifat yang buruk dan tak dapat diperbaiki, maka secepatnya dia menikahi istri yang lain.
6. Bila dia minggat dari rumah suaminya dan membangkang, sedangkan si suami merasa
  sakit untuk memperbaikinya.
7. Pada masa perang di mana kaum lelaki terbunuh meninggalkan wanita yang sangat banyak jumlahnya, maka poligami dapat berfungsi sebagai jalan pemecahan yang terbaik.
8. Selain hal-hal tersebut di atas, bila lelai itu merasa bahwa dia tak dapat bekerja tanpa adanya istri kedua untuk memenuhi hajat syahwatnya yang sangat kuat serta dia memiliki harta yang cukup untuk membiayanya, maka sebaiknya dia mengambil istri yang lain. Ada beberapa daerah tertentu di dunia ini di mana kaum lelakinya secara fisik sangat kuat dantak dapat dipuaskan hanya denga seorang istri. Dalam hal demikian, maka poligami inilah jawabannya.
Islam melarang poligami tak terbatas yang dipraktekkan oleh orang-orang jahiliyah Arab maupun bukan Arab. Sudah merupakan kebiasaan para pemimpin dan kepala suku untuk memelihara harem/gundik yang banyak. Bahkan beberapa pengusaha Muslim telah menjadi korban dan melakukan poligami yang tak terbatas pada masa-masa kemudian dari sejarahIslam. Apapun yang mereka lakukan, yang jelas poligami semacam itu tidak diperkenankan dalam Islam. Kalau memang perlu, seorang Muslim dapat menikahi sampai empat haram hukumnya bagi setiap orang, selain nabi saw, menikahi lebih dari istri empat pada waktu tertentu.

D.    Takhrij Hadis

1.      Hadis dalam kitab Almustadrok ‘alasshohihainlilhakim, kitabannikah, juz 2, hlm 210, maktabahdsyamilah
2780 - فحدثناه إسماعيل بن أحمد التاجر أنبأ علي بن أحمد بن الحسين العجلي ثنا محمد بن طريف ثنا المحاربي عن معمر عن الزهري عن سالم بن عبد الله عن أبيه : أن غيلان بن سلمة أسلم و عنده عشر نسوة في الجاهلية و أسلمن معه فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إختر منهن أربعا
 و أما حديث عيسى :
2.      Hadis dalam kitab As sunanalkubrolilbaihaqiwa fi dziilah, bab, bab man yuslimwaindahuaksaru min, juz 7, hal 182
14425- أَخْبَرَنَاهُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو بَكْرٍ : أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ وَأَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِى إِسْحَاقَ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ : مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِىُّ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِرَجُلٍ مِنْ ثَقِيفٍ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ :« أَمْسِكْ أَرْبَعًا وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ ». {ت} وَكَذَلِكَ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنِ الزُّهْرِىِّ.
3.      Hadis dalam kitab Musnad ahmad bin hanbal, babmusnad Abdullah bin umar bin khotob, juz 2, hln 13,,
4609 - حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا إسماعيل أنا معمر عن الزهري عن سالم عن أبيه أن غيلان بن سلمة الثقفي : أسلم وتحته عشر نسوة فقال له النبي صلى الله عليه و سلم اختر منهن أربعا
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح بطرقه وشواهده و بعمل الأئمة المتبوعين به









 












            Keterangan:
Ø Sahabat (Tsiqoh)
Ø Maqbul
Ø Shoduq
Ø Tsiqoh, adil
Ø Tsiqo, tsiqoh, Hafidz

Berdasarkan keterangan diatas, maka hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah tersebut merupakan hadis shohih sebagaimana juga disahihkan oleh Al-Albani.

E.     Hanya Poligami Terbatas yang Dibolehkan
Beberapa ulama Zhahiri mengatakan bahwa kata-kata al-Quran matsna berarti “dua,dua”,“tiga,tiga”, dan “ruba”, “artinya “empat-empat” sehingga dengan demikian jumlah yang diizinkan mengembung menjadi delapan belas. Ada pula yang berpikiran salah bahwa “Matsna tsulatsa wa ruba” dijumlahkan menjadi Sembilan belas, sehingga Islam mengizinkan poligami sampai Sembilan orang istri. Sesungguhnya ini merupakan penafsiran Nabi atas ayat ini tercantum dalam hadist Nabi saw berikut ini: 
Artinya:“Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda Ghayalan bin Umayyah Al-Tsaqafi yang telahmemeluk Islam dan memiliki sepuluh orang istri: “Pilihlah empat orang dari mereka danceraikanyang lain”.
Begitu seorang Muslim menikahi lebih dari seorang istri, maka dia bekewajiban untuk memperlakukan mereka secara sama dalam hal makan, kediaman, pakaian, dan bahkan hubungan seksual sejauh yang memunkinkan. Bila seorang agar ragu untuk dapat memberikan perlakukan yang sama dalam memenuhi hak mereka, maka dia tak boleh beristri dari seorang. Kalau dia merasa hanya mampu memenui kewajibannya terhadap seorang istri, dia pun tak diperkanankan menikahi yang kedua. Berikutnya; jika dia hanya dapat berlaku adil terhadap dua istri, maka dia tak boeleh menikahi tiga. Batas terakhir adalah empat orang istri, bila dia merasa perlu melakukakannya. 

Artinya:“Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja”.[8]

Keadilan yang disebut dalam ayat ini hanya berhubungan dengan usaha yang dimungkinkan secara manusiawi. Dalam hal cinta kasih, sekalipun andaikan seorang benar-benar ingin berbuat adil dengan tujuan yang tulis dia tetap tak akan mampu melakukanya mengingat keterbatasannya sebagai manusia. 
Al-Quran menyebutkan kelemahan manusia ini denga kata-kata berikut: 
`s9ur (#þqãèÏÜtFó¡n@ br& (#qä9Ï÷ès? tû÷üt/ Ïä!$|¡ÏiY9$# öqs9ur öNçFô¹tym ( Ÿxsù (#qè=ŠÏJs? ¨@à2 È@øŠyJø9$# $ydrâxtGsù Ïps)¯=yèßJø9$$x. 4 bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)­Gs?ur  cÎ*sù ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÊËÒÈ  
Artinya:“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupunkamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepadayang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamumengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya AllahMaha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Sewaktu menjelaskan ayat ini, syeikh Muhammad bin Sirin berkata bahwa ketidak mampuan yang disebutkan dalam al-Quran inilah bertalian dengan cinta kasih dan hubungan kelamin. Sedangkan Syikh Abu Bakar bin Al-Arabi berpendapat, “Tak seorangpun yang dapat mengendalikan “rasa” hatinya, karena dia sepenuhnya berada dalam kekuasaan Ilahi”.Demikian pula dalam kehidupan berkeluarga, seorang mungkin merasa lebih senang kepada istri dibandingkan kepada yang lainnya. Dikarenakan hal ini tidak disengaja oleh si suami, maka ia bukan kesalahannya dan karena tak akan dimintai pertanggung jawaban. Ibu orang-orang beriman, Aisyah, telah meriwayatkan sabda nabi saw: 
Artinya:“Adalah rasululah saw selalu mebagikan berbagai hal dan berbuat dengan adil (kepada semua istrinya), dan berdo’a: “wahai Allah, inilah pembagian yang dapat aku usahakan, maka jangan tuntut aku atas hal yang berada dalam kauasa-Mu, dan aku berkuasa atasnya”.
Disini yang dimaksud adalah hati dan hal-hal yang berhubungan dengan hati ketika hadis tersebut mengatakan: “Hal yang berada dalam kuasa Allah”. (Abu Daud). Setelah memahami aspek yang harus diperlukan secara adil kepada semua istir, maka hadis nabi saw berikut ini dicamkan dalam hati untuk menghindarkan hal-hal yang melampai batas. Rasulullahsaw telah bersabda: “Seorang lelaki yang menikahi lebih dari seorang wanita lalu tidak berlaku adil terhadap merka, niscaya akan dibangkitkan kembali (pada hari akhirat)dengan separuh naggota tubuhnya lumpuh”. Pemeliharaan nilai-nilai yang lebiht tinggi dan menunjang kebaikan harus selalu merupakan tujuan utama. Maka izin untuk menikah leibih dari seorang wanita pada suat u ketika, merupakan jalan darurat dan pencegahan yang penting untuk melindungi masyrakat dari kekacauan.

F.            Pendekatan Modern Terhadap Poligami
Terhadap suatu kecenderungan yang berkembang yang menganggap beerapa kelembagaan islam ketinggalan zaman bila ia tidak sesuai denga pola kehidupan Barat. Hal ini terutama berhubungan dengan masalah poligami yang sangat ditentang oleh beberapa sarjana. Bahkan mereka telah berusaha untuk menyalah artikan bahwa poligami tidak diperkenankan dalam islam. Ada dua ayat Al-Quran yang mereka sebut memperkuat bantahan mereka yaitu surat an-Nisa, ayat 3 dan 129. ayat menyebutkan. 
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yangyatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamusenangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlakuadil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Sedangkan ayat 129 menyatakan: 
Artinya:“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepadayang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamumengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya AllahMaha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Orang-orang modern itu menganggap ayat 129 tersebut sebagai suatu syarat hukum bagi sahnya poligami. Dikarenakan berlaku adil itu tak dapat dimungkinkan, maka seorang harus membatasi dirinya dalam kenyataannya bahwa “berlaku adil” dalam hal kediaman, pada orang perorangan dan antara satu negeri lainnya, sesuai dengan standar perekonomian masyrakat tersebut. Apa yang perlu mereka berikan di negeri Eropa dalam hal makanan, pakaian dan kediaman tak akan dapat diterapkan di beberapa negeri tertentu di Asia dan Afrika di mana standar dan biaya hidup jauh lebih rendah. Oleh karenanya, ia merupakan masalah nurani bagi setiap pribadi suami untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap istri-istrinya berdasarkan pada keadaan sendiri. Bahkan pada sebuah masyarakat tertentu,standar hidup mereka akan berbeda.
Akibat dari masa penjajahan atas negeri-negeri Muslim sangat besar sehingga mereka mengubah hukum status perorangannya serta memaksakan pembatasan-pembatasan pada suami yang mengawini lebih dari seorang istri. Usaha pertama dari perbatasan ini dilakukan oleh Syria pada 1953. Hukum Syiria tentang status perorangan (Dekrit No. 59) tahun 1953 menyatakan: “…Hakim berhak menolak izin seorang lelaki yang telah menikah untuk mengawini wanita lain bila ternyata dia tak mampu untuk menafkahi dua orang istri…”(Artikel 17). Di sini di tetapkan terlarangnya menikahi istri tambahan jika mereka tidak mampu membiayai. Dalam hal ini para ahli Hukum Syria, yang telah dilatih di negeri-negeri Barat, mempertahankan bahwa syariat yang ditetapkan al-Quran Surat An-Nisa ayat tiga harus dipandang sebagai persyaratan hukum positif yang mendahului untuk melakukan poligami serta dipaksakan sedemikian rupa oleh pengadilan bahwa hal-hal yang menjuruspada kesewenangan-kesewenangan harus ditutup. Mereka menetapkan suami yang inginkawin lagi harus memperoleh izin pengadilan.
 Di Tunisia, poligami dilarang sama sekali oleh Hukum Status Perorangan tahun 1957.undang-undang Tunisia tentang status perorangan tahun 1957 itu menyatakan: Poligamidilarang, setiap orang yang telah masuk dalam satu ikatan perkawinan lalu menikah lagi sebelum yang terdahulu bubar maka dia dapat dihukum satu tahun penjara dan denda sebesar….Undang-undang Maroko tahun 1958 mengambil jalan tengah dan melarang poligami dengan syarat bila terdapat adanya kekhawatiran akan perlakuan yang tak adil.
Undang-udang Maroko tentang perorangan tauhn 1985 itu menyebabkan: “Poligami dilarang bila tampaknya akan terjadi perlakuan yang tak adil terhadap para istri tersebut….” (Artikel30). Ikatan perkawinan terhadap istri kedua tak akan diterima/disetujui sampai dia. Istri kedua itu, diberitahu bahwa calon suaminya telah menikah.Begitu pula di Iraq, Hukum status perorangan tahun 1959 tidak menyatakan bahwa poligami terlarang melainkan menetapkan pembatasan-pembatasannya. Undang-undang Iraq tahun1959 tentang status peroangan menyatakan: “…tidak diperkenankan menikahi lebih dari seorang wanita tanpa izin dari Hakim. Pemberian izin itu diatur dengan syarat bahwa kondisi keuangan suami memungkinkannya untuk membiayai para istrinya dan hal itu benar-benar demi kemaslahatan mereka.
Patut ditanamkan dalam hati bahwa Rosulullah SAW.  Tidaklah berahir dengan satu maklumat sunnah atau jalan hidup ke seluruh dunia secara umum. Melainkan beliau SAW. Harus merupakansuri tauladan untuk membimbing manusia yang mengikuti, menjelaskan kepada manusia yang mengikuti, menjelaskan kepada mereka kesimpulan dari semua tindakan disetujui, tatanan moral, perintah ilahi serta bentuk hokum yang menopang system tersebut. Bila poligami tidak diperkenankan, tentu beliau telah melarang manusia untuk melakukanya. Lagi pula, tidak ada sahabat, tabiin ataupun tabi’it tabiin serta ulama madzhab yang melarangnya.

F. Kesimpulan
Poligami atau menikah lebih dari 1 orang istri atas ketentuan tentang poligami telah diperbolehkan dengan bersyarat. Di dalam al-Quran telah tercantum bahwa secara lebih khusus merujuk pada keadilan yang harus dilakukan dengan istri yang pertama. Serta harus ada kenyataan dari istri pertama harus atas izin istrinya. Karena tujuan utama perkawinan dalam islam adalah untuk menciptakan suatu keluarga yang sejahtera di mana suami dan istri/istri-istrinya, serta anak-anaknya hidup dalam kedamaian, kasih sayang.
Adanya pembaharu yang mengatakan bahwa poligami itu dilarang, maka berarti mereka telah menampik untuk menerima perintah Allah dan rosulnya serta mengabaikan pendapat para ulama.


G. Daftar Pustaka
Al-Qur’an al-karim, Depertemen Agama
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/01/pengertian-poligami.html, diunduh pada hari senin, tgl 08 sept. 2012
Rahman, Abdul, Perkawinan dalam Syari’at Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipa, 1996),
Mubarak, Saeful Islam, Poligami yang didambakan Wanita, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2003)



[1]Mubarak, Saeful Islam, Poligami yang didambakan Wanita, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2003)
[2]Rahman, Abdul, Perkawinan dalam Syariat Islam,Terj., ( Jakarta: PT. RinekaCipta, 1996), hlm. 53-59
[3] http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/01/pengertian-poligami.html
[4] Rahman, Abdul, Perkawinan dalam Syari’at Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipa, 1996), hlm. 53
[5] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.

[6] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

[7] As sunan al kubro lil baihaqi wa  fi dziilah,  bab man  yus lima wa’indahu aksaru min,  juz 7, hal. 182

[8] An-Nisa: 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar