POLIGAMI
(Anjuran Yang Dipermasalahkan)
Oleh: A Badruddin
Term tentang poligami bukanlah hal
yang baru. Melainkan pembahasan ini sudah dibahas oleh para ulama terdahulu.
Poligami sendiri sudah ada sejak nabi-nabi terdahulu sebelum datangnya islam.
Bahkan, dalam poligami tidak ada aturan yang membatasi berapa jumlah wanita
yang diperkenankan untuk dinikahi. Sebagai konsekuensinya adalah wanita seperti
barang murahan yang dapat diperjual belikan kapanpun dan dimanapun seseorang
menghendaki.[1]
Asumsi yang berkembang adalah bahwa
memiliki istri banyak merupakan sebuah kehormatan. Dan wanita yang memiliki
suami yang berpoligami juga merasa terhormat karena suaminya. Hal ini karena
poligami lebih diidentikan dengan kekeyaan. Orang yang berduit, maka dia lebih
mudah untuk beristri banyak.
Kedatangan islam memberikan angin segar dalam hal
pernikahan. Wanita yang dulu seperti barang murahan, kini diangkat derajatnya.
Pengangkatan tersebut seiring dengan turunya ayat al-Qur’an serta perintah dari
nabi Muhammad Shallallahu 'AlaihiWasallam. Mengenai batasan seorang laki-laki
boleh menikahi wanita tidak boleh lebih dari empat, itu pun harus dengan
persaratan agar melakukan keadilan dari semua sisi demi tercapainya
kebahagiaan. Adanya batasan tersebut, oleh banyak ulama selama 14 abad lamanya
dipahami sekaligus diyakini sebagai kebolehan yang diberikan oleh islam.
Akan tetapi, apa yang telah digariskan oleh islam
mengenai batasan untuk menikahi tidak lebih dari empat wanita tersebut mulai banyak
diperbincangkan kembali oleh orang-orang yang sering disebut sebagai
“pembaharu” sebagai bentuk dari diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini
dibuktikan dengan adanya pelarangan menikahi wanita lebih dari satu orang yang
ditetapkan di Negara Syuria pada tahun 1953. Disusul oleh Negara Tunisia
padatahun 1957 Serta Negara Maroko pada tahun 1958[2].
Melihat kondisi tersebut, apakah sebenarnya yang
tejadi, apakah ini merupakan dari kontekstualisasi pemahaman islam, ataukah
karena terkontaminasinya orang-orang islam?
B. Pengertian Poligami[3]
Poligami merupakan perkawinan
seorang laki-laki dengan lebih dari satu wanita atau perkawinan yang banyak
atau pemahaman tentang seorang laki-laki yang membagi kasih sayangnya atau
cintanya dengan beberapa wanita dengan menyunting atau menikahi wanita lebih
dari satu dan hal ini dapat mengundang persepsi setiap orang baik negatif atau
positif tentang baik buruknya moral seseorang yang melakukan poligami.
Poligami sendiri berasal dari
bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan kata poli dan polus yang artinya
banyak, dan kata gamein atau gamos, yang artinya kawin atau perkawinan. Maka,
ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak.
Dalam Islam, poligami mempunyai
arti perkawinan yang lebih dari satu, dengan batasan, umumnya dibolehkan hanya
sampai empat wanita. Walaupun ada juga yang memahami ayat tentang poligami
dengan batasan lebih dari empat atau bahkan lebih dari sembilan istri. Poligami
dengan batasan empat nampaknya lebih didukung oleh bukti sejarah. Karena Nabi
melarang menikahi wanita lebih dari empat orang.
C.
Ayat-ayat dan Hadis Tentang Poligami[4]
Dengan tibanya Islam, poligami yang tak terbatas ditetapkan
menjadi istri saja pada suatu saat, dengan persyaratan khusus serta juga
sejumlah ketentuan yang dikenakan padanya dan akan kita pelajari disini. Hanya
ada satu ayat padanya dan kita pelajari di sini. Hanya ada satu ayat al-Quran
menyebutkan masalah poligami sebagai berikut:
÷bÎ)ur
÷LäêøÿÅz
wr&
(#qäÜÅ¡ø)è? Îû
4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB
z>$sÛ Nä3s9
z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur
yì»t/âur (
÷bÎ*sù
óOçFøÿÅz
wr&
(#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù
÷rr&
$tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷r&
4 y7Ï9ºs
#oT÷r&
wr&
(#qä9qãès?
ÇÌÈ
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[5],
Maka (kawinilah) seorang saja[6],
atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.
Ketentuan tentang poligami di atas diperbolehkan dengan
bersyarat. Ayat ini secara lebih khusus merujuk pada keadilan yang harus
dilakukan terhadap anak-anak yatim. Ayat ini diturunkan segera setelah Perang
Uhud ketika masyrakat Muslim dibebankan dengan banyak anak yatim, janda serta
tawanan perang. Maka perlakuan itu diatur dengan prinsi-prinsip kemanusian dan
keadilan besar. sebagaimana kata Yusuf Ali, Peristiwanya terjadi pada masa lalu,
tetapi prinsi-prinsipnya tetap berlaku terus. Kawinlah anak yatim bila engkau
yakin bahwa dengan cara itu engaku dapat melindungi kepentingan dan hartanya
secara adil terhadap mereka dan terhadap anak-anak yatim melaikan juga
merupakan penerapan yang umum atas hukum perkawinan dalam Islam. Oleh karena
itu, para ulama dan fuqaha muslim telah menetapkan persyaratan berikut bila
seseorang ingin menikahi leibih dari seorang istri.
1. Dia harus memiliki kemampuan dan kekayaan cukup untuk
membiayai berbagai kebutuhan dengan bertambahnya istri yang dinikahinya itu.
2. Dia harus memperlakukan semua istrinya itu deng adil.
Setiap istri diperlakukan secara sama dalam memenuhi hak perkawinan mereka
serta gak-hak lainnya.
Bila seorang lelaki merasa bahwa dia tak akan mampu
memeperlakukan mereka dengan adil, atau dia tidak memiliki harta untuk
membiayai mereka, maka dia harus menahandirinya sendiri dengan menikahi hanya
seorang istri. Dalam sebuah Hadis dijelaskan bahwa Ghaylan bin Salamah memeluk
Islam sedangkan dia memiliki sepuluh orang istri. Maka Rasulullah saw
bersabda:
أَخْبَرَنَاهُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو بَكْرٍ : أَحْمَدُ
بْنُ الْحَسَنِ وَأَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِى إِسْحَاقَ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو
الْعَبَّاسِ : مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ
أَخْبَرَنَا الشَّافِعِىُّ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِرَجُلٍ مِنْ ثَقِيفٍ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ
عَشْرُ نِسْوَةٍ :« أَمْسِكْ أَرْبَعًا
وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ ». {ت} وَكَذَلِكَ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ
عُيَيْنَةَ عَنِ الزُّهْرِىِّ[7].
Artinya:“Peliharalah
empat orang di antara mereka dan bebaskalah (ceraikanlah) yang lainnya”.
Beristri belih dari satu seorang membuatnya sangat penting
bagi si suami agar berlaku seadil mungkin, sebagai yang dimungkinkan orang
terhadap setiap istrinya itu. Tujuan utama perkawinan dalam Islam adalah untuk
menciptakan suatu keluarga yang sejhatera dimana suami dan istri atau
istri-istrinya, serta anak-ananya hidup dalam kedamaian, kasih sayang
keharmonisan sebagaimana yang dimaksud dalam perintah Al-Qur’an (Q.S 30:21).
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia (Alla)
telah menicptakan untukmu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang dan kedamaian. (QS. 30:21). Dengan
demikian maka lelaki sebagai ayah dan perempuan sebagai ibu dari anak-anak
mereka hidup bersama membentuk suatu keluarga yang utuh. Setiap orang memiliki
perangai yang berbeda, namun bila keramahan, kasih sayang dan kedamaian dapat
diciptakan dalam keluarga itu, maka seseorang harus membatasi dirinya sendiri
dengan apa yang dapat dikelolanya secara mudah yaitu seorang istri.
Keadaan berikut merupakan pemecahan terbaik bagi
diperbolehkankannya poligami:
1. Bila istri menderita suatu penyakit yang berbahaya
seperti lumpuh, ayan, atau penyakit menular. Dalam keadan ini maka akan lebih
baik bila ada istri yang lain untuk memenuhi dan melayani berbagai keperluan si
suami dan akan-anaknya. Kehadirannya pun akan turut membantu istri yang sakit
itu.
2. Bila si istri terbukti mandul dan stelah melalui
pemeriksaan medis, para ahli berpendapat bahwa dia tak dapat hami. Maka sebaiknya
sumai menikah istri kedua sehingga dia mungkin akan memperoleh keturunan,
karena anak merupakan permata kehidupan.
3. Bila istri sakit ingatan. Dalam hal ini tentu suami dan
anak-anak sangat menderita.
4. Bila istri telah lanjut usia dan sedemikian lemahnya
sehingga tak mampu memenuhi kewajibannya sebagai seorang isri, memelihara rumah
tangga dan kekayaan suaminya.
5. Bila suami mendapatkan bahwa istrinya memeliki sifat yang
buruk dan tak dapat diperbaiki, maka secepatnya dia menikahi istri yang lain.
6. Bila dia minggat dari rumah suaminya dan membangkang,
sedangkan si suami merasa
sakit untuk memperbaikinya.
7. Pada masa perang di mana kaum lelaki terbunuh
meninggalkan wanita yang sangat banyak jumlahnya, maka poligami dapat berfungsi
sebagai jalan pemecahan yang terbaik.
8. Selain hal-hal tersebut di atas, bila lelai itu merasa
bahwa dia tak dapat bekerja tanpa adanya istri kedua untuk memenuhi hajat
syahwatnya yang sangat kuat serta dia memiliki harta yang cukup untuk
membiayanya, maka sebaiknya dia mengambil istri yang lain. Ada beberapa daerah
tertentu di dunia ini di mana kaum lelakinya secara fisik sangat kuat dantak
dapat dipuaskan hanya denga seorang istri. Dalam hal demikian, maka poligami
inilah jawabannya.
Islam melarang poligami tak terbatas yang dipraktekkan oleh
orang-orang jahiliyah Arab maupun bukan Arab. Sudah merupakan kebiasaan para
pemimpin dan kepala suku untuk memelihara harem/gundik yang banyak. Bahkan
beberapa pengusaha Muslim telah menjadi korban dan melakukan poligami yang tak
terbatas pada masa-masa kemudian dari sejarahIslam. Apapun yang mereka lakukan,
yang jelas poligami semacam itu tidak diperkenankan dalam Islam. Kalau memang
perlu, seorang Muslim dapat menikahi sampai empat haram hukumnya bagi setiap orang,
selain nabi saw, menikahi lebih dari istri empat pada waktu tertentu.
D.
Takhrij
Hadis
1.
Hadis dalam kitab Almustadrok
‘alasshohihainlilhakim, kitabannikah, juz 2, hlm 210, maktabahdsyamilah
2780 - فحدثناه إسماعيل بن أحمد التاجر أنبأ علي بن أحمد بن الحسين
العجلي ثنا محمد بن طريف ثنا المحاربي عن معمر عن الزهري عن سالم بن عبد الله عن
أبيه : أن غيلان بن سلمة أسلم و عنده عشر نسوة في الجاهلية و أسلمن معه فقال رسول
الله صلى الله عليه و سلم : إختر منهن أربعا
و أما حديث عيسى :
2.
Hadis dalam kitab As sunanalkubrolilbaihaqiwa
fi dziilah, bab, bab man yuslimwaindahuaksaru min, juz 7, hal 182
14425- أَخْبَرَنَاهُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو
بَكْرٍ : أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ وَأَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِى إِسْحَاقَ
قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ : مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ أَخْبَرَنَا
الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِىُّ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ
ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِرَجُلٍ مِنْ
ثَقِيفٍ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ :« أَمْسِكْ أَرْبَعًا وَفَارِقْ
سَائِرَهُنَّ ». {ت} وَكَذَلِكَ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنِ
الزُّهْرِىِّ.
3.
Hadis dalam kitab Musnad ahmad bin hanbal,
babmusnad Abdullah bin umar bin khotob, juz 2, hln 13,,
4609 - حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا إسماعيل أنا معمر عن الزهري
عن سالم عن أبيه أن غيلان بن سلمة الثقفي : أسلم وتحته عشر نسوة فقال له النبي صلى
الله عليه و سلم اختر منهن أربعا
تعليق شعيب الأرنؤوط :
صحيح بطرقه وشواهده و بعمل الأئمة المتبوعين به
![]() |

Ø Sahabat
(Tsiqoh)
Ø
Maqbul

Ø 
Shoduq


Ø
Tsiqoh, adil

Ø Tsiqo,
tsiqoh, Hafidz
Berdasarkan keterangan diatas, maka hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah tersebut merupakan hadis shohih sebagaimana juga disahihkan
oleh Al-Albani.
E.
Hanya Poligami Terbatas yang Dibolehkan
Beberapa ulama Zhahiri mengatakan bahwa kata-kata al-Quran
matsna berarti “dua,dua”,“tiga,tiga”, dan “ruba”, “artinya “empat-empat”
sehingga dengan demikian jumlah yang diizinkan mengembung menjadi delapan
belas. Ada pula yang berpikiran salah bahwa “Matsna tsulatsa wa ruba”
dijumlahkan menjadi Sembilan belas, sehingga Islam mengizinkan poligami sampai
Sembilan orang istri. Sesungguhnya ini merupakan penafsiran Nabi atas ayat ini
tercantum dalam hadist Nabi saw berikut ini:
Artinya:“Sesungguhnya
Nabi saw telah bersabda Ghayalan bin Umayyah Al-Tsaqafi yang telahmemeluk Islam
dan memiliki sepuluh orang istri: “Pilihlah empat orang dari mereka
danceraikanyang lain”.
Begitu seorang Muslim menikahi lebih dari seorang istri,
maka dia bekewajiban untuk memperlakukan mereka secara sama dalam hal makan,
kediaman, pakaian, dan bahkan hubungan seksual sejauh yang memunkinkan. Bila
seorang agar ragu untuk dapat memberikan perlakukan yang sama dalam memenuhi
hak mereka, maka dia tak boleh beristri dari seorang. Kalau dia merasa hanya
mampu memenui kewajibannya terhadap seorang istri, dia pun tak diperkanankan
menikahi yang kedua. Berikutnya; jika dia hanya dapat berlaku adil terhadap dua
istri, maka dia tak boeleh menikahi tiga. Batas terakhir adalah empat orang
istri, bila dia merasa perlu melakukakannya.
Artinya:“Jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja”.[8]
Keadilan yang disebut dalam ayat ini hanya berhubungan
dengan usaha yang dimungkinkan secara manusiawi. Dalam hal cinta kasih,
sekalipun andaikan seorang benar-benar ingin berbuat adil dengan tujuan yang
tulis dia tetap tak akan mampu melakukanya mengingat keterbatasannya sebagai
manusia.
Al-Quran menyebutkan kelemahan manusia ini denga kata-kata
berikut:
`s9ur (#þqãèÏÜtFó¡n@ br& (#qä9Ï÷ès? tû÷üt/ Ïä!$|¡ÏiY9$# öqs9ur öNçFô¹tym (
xsù (#qè=ÏJs? ¨@à2 È@øyJø9$# $ydrâxtGsù Ïps)¯=yèßJø9$$x. 4
bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)Gs?ur cÎ*sù ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÊËÒÈ
Artinya:“Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupunkamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepadayang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamumengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya AllahMaha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Sewaktu menjelaskan ayat ini, syeikh Muhammad bin Sirin
berkata bahwa ketidak mampuan yang disebutkan dalam al-Quran inilah bertalian dengan
cinta kasih dan hubungan kelamin. Sedangkan Syikh Abu Bakar bin Al-Arabi
berpendapat, “Tak seorangpun yang dapat mengendalikan “rasa” hatinya, karena
dia sepenuhnya berada dalam kekuasaan Ilahi”.Demikian pula dalam kehidupan
berkeluarga, seorang mungkin merasa lebih senang kepada istri dibandingkan
kepada yang lainnya. Dikarenakan hal ini tidak disengaja oleh si suami, maka ia
bukan kesalahannya dan karena tak akan dimintai pertanggung jawaban. Ibu
orang-orang beriman, Aisyah, telah meriwayatkan sabda nabi saw:
Artinya:“Adalah
rasululah saw selalu mebagikan berbagai hal dan berbuat dengan adil (kepada semua
istrinya), dan berdo’a: “wahai Allah, inilah pembagian yang dapat aku usahakan,
maka jangan tuntut aku atas hal yang berada dalam kauasa-Mu, dan aku berkuasa
atasnya”.
Disini yang dimaksud adalah hati dan hal-hal yang
berhubungan dengan hati ketika hadis tersebut mengatakan: “Hal yang berada
dalam kuasa Allah”. (Abu Daud). Setelah memahami aspek yang harus diperlukan
secara adil kepada semua istir, maka hadis nabi saw berikut ini dicamkan dalam
hati untuk menghindarkan hal-hal yang melampai batas. Rasulullahsaw telah
bersabda: “Seorang lelaki yang menikahi lebih dari seorang wanita lalu tidak
berlaku adil terhadap merka, niscaya akan dibangkitkan kembali (pada hari
akhirat)dengan separuh naggota tubuhnya lumpuh”. Pemeliharaan nilai-nilai yang
lebiht tinggi dan menunjang kebaikan harus selalu merupakan tujuan utama. Maka
izin untuk menikah leibih dari seorang wanita pada suat u ketika, merupakan
jalan darurat dan pencegahan yang penting untuk melindungi masyrakat dari
kekacauan.
F.
Pendekatan Modern Terhadap Poligami
Terhadap suatu kecenderungan yang berkembang yang menganggap
beerapa kelembagaan islam ketinggalan zaman bila ia tidak sesuai denga pola
kehidupan Barat. Hal ini terutama berhubungan dengan masalah poligami yang
sangat ditentang oleh beberapa sarjana. Bahkan mereka telah berusaha untuk
menyalah artikan bahwa poligami tidak diperkenankan dalam islam. Ada dua ayat
Al-Quran yang mereka sebut memperkuat bantahan mereka yaitu surat an-Nisa, ayat
3 dan 129. ayat menyebutkan.
Artinya: “Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yangyatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamusenangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlakuadil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”
Sedangkan ayat 129 menyatakan:
Artinya:“Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepadayang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamumengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya AllahMaha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Orang-orang modern itu menganggap ayat 129 tersebut sebagai
suatu syarat hukum bagi sahnya poligami. Dikarenakan berlaku adil itu tak dapat
dimungkinkan, maka seorang harus membatasi dirinya dalam kenyataannya bahwa
“berlaku adil” dalam hal kediaman, pada orang perorangan dan antara satu negeri
lainnya, sesuai dengan standar perekonomian masyrakat tersebut. Apa yang perlu
mereka berikan di negeri Eropa dalam hal makanan, pakaian dan kediaman tak akan
dapat diterapkan di beberapa negeri tertentu di Asia dan Afrika di mana standar
dan biaya hidup jauh lebih rendah. Oleh karenanya, ia merupakan masalah nurani
bagi setiap pribadi suami untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap istri-istrinya
berdasarkan pada keadaan sendiri. Bahkan pada sebuah masyarakat tertentu,standar
hidup mereka akan berbeda.
Akibat dari masa penjajahan atas negeri-negeri Muslim sangat
besar sehingga mereka mengubah hukum status perorangannya serta memaksakan
pembatasan-pembatasan pada suami yang mengawini lebih dari seorang istri. Usaha
pertama dari perbatasan ini dilakukan oleh Syria pada 1953. Hukum Syiria
tentang status perorangan (Dekrit No. 59) tahun 1953 menyatakan: “…Hakim berhak
menolak izin seorang lelaki yang telah menikah untuk mengawini wanita lain bila
ternyata dia tak mampu untuk menafkahi dua orang istri…”(Artikel 17). Di sini
di tetapkan terlarangnya menikahi istri tambahan jika mereka tidak mampu
membiayai. Dalam hal ini para ahli Hukum Syria, yang telah dilatih di
negeri-negeri Barat, mempertahankan bahwa syariat yang ditetapkan al-Quran
Surat An-Nisa ayat tiga harus dipandang sebagai persyaratan hukum positif yang
mendahului untuk melakukan poligami serta dipaksakan sedemikian rupa oleh
pengadilan bahwa hal-hal yang menjuruspada kesewenangan-kesewenangan harus
ditutup. Mereka menetapkan suami yang inginkawin lagi harus memperoleh izin
pengadilan.
Di Tunisia, poligami
dilarang sama sekali oleh Hukum Status Perorangan tahun 1957.undang-undang
Tunisia tentang status perorangan tahun 1957 itu menyatakan: Poligamidilarang,
setiap orang yang telah masuk dalam satu ikatan perkawinan lalu menikah lagi sebelum
yang terdahulu bubar maka dia dapat dihukum satu tahun penjara dan denda sebesar….Undang-undang
Maroko tahun 1958 mengambil jalan tengah dan melarang poligami dengan syarat
bila terdapat adanya kekhawatiran akan perlakuan yang tak adil.
Undang-udang Maroko tentang perorangan tauhn 1985 itu
menyebabkan: “Poligami dilarang bila tampaknya akan terjadi perlakuan yang tak
adil terhadap para istri tersebut….” (Artikel30). Ikatan perkawinan terhadap
istri kedua tak akan diterima/disetujui sampai dia. Istri kedua itu, diberitahu
bahwa calon suaminya telah menikah.Begitu pula di Iraq, Hukum status perorangan
tahun 1959 tidak menyatakan bahwa poligami terlarang melainkan menetapkan
pembatasan-pembatasannya. Undang-undang Iraq tahun1959 tentang status peroangan
menyatakan: “…tidak diperkenankan menikahi lebih dari seorang wanita tanpa izin
dari Hakim. Pemberian izin itu diatur dengan syarat bahwa kondisi keuangan
suami memungkinkannya untuk membiayai para istrinya dan hal itu benar-benar
demi kemaslahatan mereka.
Patut ditanamkan dalam hati bahwa Rosulullah SAW. Tidaklah berahir dengan satu maklumat sunnah
atau jalan hidup ke seluruh dunia secara umum. Melainkan beliau SAW. Harus
merupakansuri tauladan untuk membimbing manusia yang mengikuti, menjelaskan
kepada manusia yang mengikuti, menjelaskan kepada mereka kesimpulan dari semua
tindakan disetujui, tatanan moral, perintah ilahi serta bentuk hokum yang
menopang system tersebut. Bila poligami tidak diperkenankan, tentu beliau telah
melarang manusia untuk melakukanya. Lagi pula, tidak ada sahabat, tabiin
ataupun tabi’it tabiin serta ulama madzhab yang melarangnya.
F. Kesimpulan
Poligami atau menikah lebih dari 1 orang istri atas
ketentuan tentang poligami telah diperbolehkan dengan bersyarat. Di dalam
al-Quran telah tercantum bahwa secara lebih khusus merujuk pada keadilan yang
harus dilakukan dengan istri yang pertama. Serta harus ada kenyataan dari istri
pertama harus atas izin istrinya. Karena tujuan utama perkawinan dalam islam
adalah untuk menciptakan suatu keluarga yang sejahtera di mana suami dan
istri/istri-istrinya, serta anak-anaknya hidup dalam kedamaian, kasih sayang.
Adanya pembaharu yang mengatakan bahwa poligami itu
dilarang, maka berarti mereka telah menampik untuk menerima perintah Allah dan
rosulnya serta mengabaikan pendapat para ulama.
G. Daftar
Pustaka
Al-Qur’an al-karim, Depertemen Agama
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/01/pengertian-poligami.html,
diunduh pada hari senin, tgl 08 sept. 2012
Rahman, Abdul, Perkawinan dalam Syari’at Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipa, 1996),
Mubarak,
Saeful Islam, Poligami yang didambakan
Wanita, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2003)
[1]Mubarak, Saeful Islam, Poligami
yang didambakan Wanita, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2003)
[2]Rahman, Abdul, Perkawinan dalam Syariat Islam,Terj., (
Jakarta: PT. RinekaCipta, 1996), hlm. 53-59
[3] http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/01/pengertian-poligami.html
[4] Rahman, Abdul, Perkawinan
dalam Syari’at Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipa, 1996), hlm. 53
[5] Berlaku adil ialah
perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan
lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[6] Islam
memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini
poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi
Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
[7]
As sunan al kubro lil baihaqi wa fi dziilah, bab man yus lima wa’indahu aksaru min, juz 7, hal. 182
[8] An-Nisa: 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar