Manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki
dua sifat sekaligus. Baik dan buruk. Adakalanya sifat itu menjadi baik apabila
terdorong oleh nurani yang jernih. Kadang pula berlaku buruk bila ternyata
bisikan syetan telah menguasai. Hal ini menjadi sunnatullah dan hukum alam. Tidak
semua manusia berbuat baik dan tidak pula sebaliknya. Oleh karenanya positif
dan negative menjadi menjadi ciri has sebagai makhluk yang diciptakan paling
sempurna ini.
Sebagia contoh adalah apabila seseorang melakukan sedekah, sholat atau ibadah-ibadah yang lain, ia akan melakukan hal tersebut dengan biasa saja. Tanpa takut aka nada yang melihat atau mengetahuinya. Meskipun ada juga yang sengaja menutupinya akan tetapi perasaan itu didasari agar ibadah yang ia lakukan bias ikhlas dan murni karena Allah. Bukan karena hal itu buruk.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah
apabila manusia melakukan hal baik maka sejatinya dari Allah dan apabila ia
melakukan hal buruk berarrti itu dating dari hawa nafsunya.
Pertanyaan kemudian adalah, mengapa Allah
menciptakan nafsu untuk manusia? Pertama mari kita ulas kembali pelajaran
tauhid yang menjelaskan tentang kehendak dan kuasa Allah. Allah sebagai
pencipta memiliki hak penuh menjadikan makhluknya dengan bentuk dan sifat
baaimanapu. Bisa jadi Allah menciptakan manusia dengan paras yang sempurna. Ditambah
dengan kesalehan yang diakui oleh halayak. Atau sebaliknya, menciptakan manusia
dengan wujud seadanya serta dengan segala label keburukannya.
Apakah hal ini merupakan contoh ketidak
adilan? Bukan. Sebagai landasan dari alas an ini adalah adanya sifat Allah yang
Maha Berkehendak atas apa saja yang Dia kehendaki. Manusia merupakan makhluk
emah yang digerakkan oleh kuasaNya.
Sebagai kesempurnaan penciptaanNya, Allah
jadikan manusia dengan nafsu dan akal. Dengan nafsu, manusia memiliki potensi
melakukan hal-hal buruk. Akan tetapi dengan akal Ia ciptakan manusia agar
berfikir terhadap apa yang dia perbuat. Apakah hal itu bertentangan dengan
ajaranNya atau tidak? Sebagai perangkat dalam kesempurnaan pula Allah mengutus
nabi dan rasulNya untuk menyampaikan risalah kepada segenap manusi.
Oleh karenanya, bisa jadi nafsu mengajak
melakukan hal buruk, akan tetapi akal sehat berbicara lain. Ia lebih
mengedepankan berfikir sehat daripada melakukan hal buruk. Jika ia tetap
melakukan hal buruk, berarti hawa nafsu telah mengalahkanNya. Akan tetapi jika
yang terjadi adlah sebaliknya, maka berarti akal sehat menuntun untuk melakukan
hal-hal yang lebih mulia.
Lalu, bagaimanakah mengetahui suatu hal itu
baik atau buruk?
Allah sudah menjelaskan dalam firmanNya “maa kadzaba al fuaadu maa roa” yang
jika diterjemahkan bebas berarti hati tidak pernah berbohong atas apa yang ia
ketahui. Dengan kata lain, apa yang dikatakan oleh hati merupakan suatu
kebenaran.
Dari sini kita bias jabarkan kemudian bahwa
didalam diri manusia terdapat segumpal daging yang apabila daging itu baik,
maka baiklah seluruh tubuhnya. Apabila daging itu buruk, maka buruk pula
seluruh tubuhnya, yaitu hati. Maka, pada dasarnya hati dikelompokkan menjadi
dua yaitu: hati yang baik atau yang dalam bahasa arab disebut “fuad” atau hati yang buruk yang disebut
dengan hawa nafsu.
Pada saat-saat tertentu, hati menjadi buruk,
yaitu apabila telah dikendalikan oleh bisikan syetan. Meskipun dalam waktu yang
sama menurut hati terdalam akan menolak apa yang dilakukan oleh hawa nafsu. Maka
ini berarti bahwa apa yang dilakukan oleh hati memiliki dua kemungkinan. Yaitu kemungkinan
berbuat baik atau sebaliknya. Akan tetapi jika hati memerintahkan hal buruk,
maka itu datangnya dari syetan akan tetapi jika ajakannya baik maka itu berarti
dari hati yang bening.
Lalu bagaimanakan cara mengetahui apakah
suatu hal itu baik atau buruk?
Untuk mengetahui kebaikan, kita gunakan
standar dari firman Allah diatas bahwa hati tidak pernah berbohong. Oleh karenanya,
apabila melakukan hal baik, maka hati akan menerima dengan baik. Hal ini
berarti pula bahwa ia tidak akan menolak. Sehingga yang ia perbuat akan
dilakukan dengan tanpa ragu-ragu. Tidak merasa malu atau takut diketahui oleh
orang lain.
Sebaliknya, apabila apa yang ia lakukan
adalah hal buruk, maka dalam hati kecil akan merasa malu, menunggu sepi, takut
diketahui oleh orang lain. Hal ini karena menurut hati yang bening mengatakan
bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang buruk.
Sebagia contoh adalah apabila seseorang melakukan sedekah, sholat atau ibadah-ibadah yang lain, ia akan melakukan hal tersebut dengan biasa saja. Tanpa takut aka nada yang melihat atau mengetahuinya. Meskipun ada juga yang sengaja menutupinya akan tetapi perasaan itu didasari agar ibadah yang ia lakukan bias ikhlas dan murni karena Allah. Bukan karena hal itu buruk.
Contoh yang kedua adalah pencuri. Adakah yang
berani terang-terangan? Saya yakin tidak. Sebab meskipun dilakukan
ditengah-tengah keramaian, dalam hati kecil ia menolak dan ragu untuk
melakukannya. Keraguan tersebut ditandai pula dengan malu dan menghindar agar
apa yang ia perbuat tidak diketahui oleh orang lain. Sebab jika dikatahui, maka
ia akan merasa malu. Karena yang diperbuatnya adalah keburukan.
Berbeda halnya ketika melakukan hal baik dan
positif. Hati akan menerima dan tidak ragu akan dilihat oleh siapapun. Maka kesimpulan
yang dapat diambil adalah bahwa perbuatan baik pasti akan diterima oleh hati,
fikiran dan semua badan. Perbuatan buruk akan dilakukan dengan badan tetapi
ditolak oleh hati yang bening. Maka, apabila seseorang melakukan sesuatu dan
takut diketahui dan ditolak oleh hati, maka dipastikan hal yang ia lakukan
adalah kurang baik. Begitu pula sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar