Oleh: A. Badruddin, S.Ud.
(Tulisan ini telah diterbitkan oleh Jurnal Dhiya al-Afkar)
Abstrak:Minhaj Dzawi al-Nadhar
merupakan salah satu karya ulama Indonesia yang fenomenal. Kitab ini ditulis
oleh Muhammad Mahmud Termas yang menghabiskan hidupnya di Makkah. Kitab ini
merupakan syarah dari Mandhumah Ilm al-Atsar karya as-Suyuti. Kitab
tersebut berisikan tentang ilmu musthalah al-hadis yang sangat lengkap.
Ditulis dengan penjelasan terhadap bait-bait syair berbahasa Arab yang
berjumlah seribu bait.
A.
Pendahuluan
Hadis adalah segala sesuatu yang datang dari nabi, baik
berupa ucapan, perbuatan ataupun persetujuan nabi. Sejak generasi awal Islam,
hadis digunakan sebagai pegangan hidup para sahabat meskipun pada saat itu nabi
masih hidup. Penggunaan hadis ini dilakukan karena hadis merupakan potret
kehidupan nabi yang seharusnya juga dimiliki oleh semua umatnya. Oleh
karenanya, sebagai bukti ketaatan manusia akan perintah dan perbuatan nabi
mereka harus mengikuti sunnah-sunnahnya.
Sebagai generasi awal, para sahabat tidak terlalu
disibukkan dengan berbagai perbedaan dalam memahami hadis. Hal ini terjadi
karena pada masa tersebut nabi masih hidup di tengah-tengah kaum Muslimin
sehingga permasalahan yang dihadapi umat Islam pada saat itu dapat diselesaikan
dengan baik di hadapan Rasulullah.[1]
Akan tetapi, setelah Islam menyebar ke
berbagai penjuru dunia dan nabi telah meninggal, memahami hadis menjadi banyak
kendala. Sebab tidak semua umat Islam bisa berbahasa Arab. Banyak pula
orang-orang ‘ajam yang tidak mengetahui bahasa Arab. Maka dari itu,
memahami hadis dapat dilakukan dengan cara belajar bahasa Arab beserta ilmu
lain yang mendukung. Dalam hal ini adalah ilmu tentang mushthalah al-hadis.
Ilmu mushthalah al-hadis merupakan pintu gerbang
memahami hadis. Oleh karenanya memahami ilmu tersebut sangatlah dibutuhkan bagi
mereka yang ingin mendalami hadis. Dari berbagai kitab yang membahas mengenai
ilmu mushthalah al-hadis yang tersebar begitu banyak, ada diantaranya
adalah kitab Manhaj Dzawi an-Nadhar karya Muhammad Mahfudz Termas. Beliau
adalah orang Indonesia yang juga murid dari Sayyid Abu Bakar bin Muhammad
Syatha’ al-Makkiy. Dimana kitab ini merupakan syarh dari Mandhumah
Ilm al-Atsar yang ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuti. Kitab tersebut berisi tentang
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadis.
Baik kualitas hadis, adab pencari hadis serta berbagai hal yang tentunya sangat
bermanfaat bagi para pembaca hususnya mereka yang menggeluti masalah hadis.
Maka dari itu pada kesempatan ini penulis akan mencoba menjelaskan apa yang
telah ditulis oleh Mahfudz Termas tersebut.
B.
Biografi singkat Muhammad Mahmud Termas
Syehk Mahfudz Termas dilahirkan di desa Termas kelurahan
Arjosari Kabupaten Pacitan Karisidenan Madiun provinsi Jawa Timur pada 12
Jumadil Ula tahun 1258 H atau bertepatan dengantahun 1868 M[2]. Dari bapaknya, ia masih keturunan dari
seorang punggawa keraton Surakarta.
Bahkan bisa dikatakan bahwa Mahfudz Termas merupakan seorang keturunan ulama
sekaligus bangsawan. Oleh karenanya sejak kecil ia sudah dekat dengan ilmu
agama.[3]
Kedekatan lingkungan
dengan kebiasaan agamis membuatnya lebih matang seperti halnya tujuh
saudaranya. Maka tak ayal jika saudara-saudaranya pun menjadi sosok yang sangat
terkenal di berbagai bidang ilmu. Seperti halnya Mahfudz Termas, ia merupakan
ahli dalam bidang hadis dan Ulumul hadis. Kemudian Dimyathi ahli di bidang ilmu
waris (faroidh), Bakri di bidang ilmu al-Quran dan Abdur Razak di bidang
tarekat dan menjadi mursyid di tanah Jawa.[4]
Ia mengaji langssung pada ayahnya tentang ilmu Tauhid,
al-Quran dan ilmu al-Quran serta belajar ilmu fiqh. Bersama ayahnya ia di gembleng
dengan gemblengan yang cukup berat dimana ia diperintahkan untuk belajar dengan
sistem sorogan. Yaitu cara pembelajaran pribadi yang dilakukang dengan cara
murid membaca langsung apa yang dipelajari di hadapan gurunya. Pada kesempatan
ini, Mahfudz Termas berhasil menghatamkan beberapa kitab penting diantaranya: Syarh
al-Ghayah li Ibn Qosim al-Ghazi, Minhaj al-Qowim, fath al-Mu’in, Syekh Syarqowi
‘ala al-Hakim dan tafsir al-Jalalain.[5]
Setelah mengaji kepada ayahnya dan dirasa belum puas,
maka Mahfudz Termas ia melanjutkan belajarnya di Semarang kepada Kiai Shaleh
darat. Yaitu seorang ulama terkemuka Jawa Tengah pada abad 19. Kepada beliau
Mahfudz Termas berhasil menghatamkan beberapa kitab antara lain: Tafsir
al-jalalain (khatam dua kali), Syarh yarqawi ala al-Hikam, Wasilat
al-Thullab dan juga Syarh al-Maridini fi al-Falak.[6]
Pesantren Termas
saat dipimpin oleh kiai Abdullah ibn
Abdul Manan (ayah Mahfudz Termas) merupakan salah satu pesantren yang banyak
didatangi oleh santri dari penjuru nusantara. Oleh karenanya sebagai ayah kiai
Abdullah merasa perlu untuk mempersiapkan penggantinya jika suatu saat nanti ia
tidak ada. Maka dari itu kiai Abdullah mengirim ke dua putranya yaitu Mahfudz
dan adiknya, Dimyathi untuk mendalami ilmu di tanah suci Makkah. Pengiriman ini
terjadi pada tahun 1872 M saat umur Mahfudz Termas genap 30 tahun. Mahfudz
Termas sendiri merasa sangat senang dengan keputusan ayahnya, sebab sejak kecil
dulu ia ingin selalu dekat dengan Rasulullah dan ahlul bait. Bahkan ia
bercita-cita untuk wafat di Makkah atau Madinah.[7]
Saat menimba ilmu di Makkah, Mahfudz Termas memiliki
banyak kesempatan bertemu dengan para uama terkemuka di tanah suci. Oleh
karenanya ia berhasil menghatamkan banyak kitab dari para gurunya itu. Adapun
diantar guru-gurunya saat di Makkah adalah Syekh Ahmad al-Minsyawi (ahli qiraah
sab’ah), Syekh Amr Ibn Barkat as-Syami, Syekh Mushthafa ibn Muhammad ibn
Sulaiman Afifi (ahli gramatika Arab dan ushul Fiqih), Imam al-Hasib wa al-Wari’
al-Nasib al-Sayyid husein ibn Muhammad ibn al-husein al-Habsyi pada ulama hadis
yang terkenal zuhud ini Mahfudz Termas menghatamkan dua kitab hadis utama yaitu
Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim. Mahfudz Termas juga belajar kepada Syekh
Sa’ad ibn Muhammad Bafasil al-Hadhrami (ahli Fikih), Syekh Muhammad al-Sarbini
al-Dimyathi (ahli Fikih dan Qira’ah), Syekh al-Jalil Sayyid Muhammad Amin ibn
Ahmad Ridhwan al-Daniyyi al-Madani serta Syekh Sayyid Abu Bakar ibn al-Sayyid
Muhammad Satha’, beliau inilah seorang ulama yang mendapat gelar “Syaikhul
Masyayikh”.
Karena kealimannya, Mahfudz Termas menjadi salah satu
diantara ulama yang kebesarannya diakui oleh dunia internasional khususnya di
timur tengah. Hal ini bermula saat beliau menjadi salah satu pengajar tetap di
masjidil haram sehingga dia bisa lebih leluasa mengajarkan ilmu kepada
murid-muridnya. Bahkan muncul sebuah anggapan bahwa seorang pelajar dari tanah
Jawa belum dianggap berhasil apabila belum mendapatkan bimbingan terakhir dari
ulama Indonesia yang mengajar di sana. Adapun murid-murid dari Mahfudz Termas
sendiri adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH.R. Asnawi Kudus, KH.
Bisyri Syamsuri Jombang, KH. Saleh Tayu, KH. Dahlan Kudus serta para ulama
terkemuka lain di Indonesia.[8]
Dalam bidang hadis Mahfudz Termas merupakan salah seorang
yang menjadi mata rantai yang sah dalam transmisi intelektual pengajaran kitab
Shahih Bukhori serta berhak memberikan ijazah kepada murid-muridnya yang
berhasil menguasai kitab Shahih Bukhari. Dimana imam Bukhari memberikan ijazah
terebut kepada murid-muridnya hingga sampai kepada Mahfudz Termas dari mata
rantai yang ke 23. Adapun diantara murid yang berhasil mendapatkan ijazah dari
beliau adalah KH. Hasyim Asy’ari.[9]
Adapun karya yang pernah dihasilkan oleh Mahfudz Termas
itu tidak kurang dari dua puluh karya. Karya tersebut mencakup beberapa cabang
ilmu pengetahuan. Adapun karyanya dalam bidang hadis yang sangat mengagumkan
adalah Minhaj Dzawi an-Nadhar.[10]
C.
Latar Belakang Penyusunan Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar
Minhaj Dzawi al-Nadhar merupakan satu kitab yang mencoba
menjelaskan kitab Mandhumah Ilm Atsar yang ditulis oleh Imam Jalaluddin
as-Suyuti. Kitab ini ditulis pada bulan Dzulhijjah tahun 1328 H. Sampai dengan
bulan Rabi’ul awwal tahun 1329. Atau dengan kata lain kitab ini ditulis selama
empat bulan empat belas hari. Adapun tempat penulisan kitab ini adalah ketika Muhammad Mahmud Termas berada di
Makkah. Bahkan ada beberapa hal yang ditulis olehnya pada saat berada di Mina,
Arafah, serta pada saat hari-hari dimana ia melempar jumrah. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Mahmud Termas dalam kalimah asy-syarh.[11]
Adapun mengenai kitab yang ditulis oleh as-Suyuti itu
Mahfudz Termas mendapatkan ijazah kemuttasilan sanad dari guru-gurunya.
Diantaranya adalah Sayyid Abu Bakr ibn Muhammad Syatho al-Makkiy dimana ia juga
mendapat ijazah dari gurunya yaitu Ahmad Zaini Dahlan dari ‘Usman ibn Hasan
al-Dimyathi dari Abdullah ibn Hijaaziy al-Syarqowiy dari al-Syamsu Muhammad ibn
Salim al-Hafniy. Serta dari ijazah guru dari Mahfudz Termas yang lain
diantaranya adalah Muhammad Amin ibn Ahmad al-Madaniy yang juga mendapat ijazah
dari gurunya yaitu Abdul Hamid al-Syarwaniy dari Ibrahim al-Baijuriy dari
as-Syarqowiy dari al-Hafniy dari Muhammad ibn Muhammad al-Badiiriy dari Ali ibn
Ali al-Syibramalisiy dari Ali al-Halabiy dari al-Nuur al-Ziyadiy dari Yusuf
al-Armiyuuniy dan dari pengarang kitab tersebut yaitu Imam as-Suyuti. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa Mahfudz Termas mendapatkan ijazah kitab
tersebut dari dua gurunya yaitu Abu Bakr ibn Muhammad Syatho al-Makkiy serta
Muhammad Amin ibn Ahmad al-Madaniy.[12]
Setelah penulisan kitab Dzawi an-Nadzor ditulis maka
Mahfudz Termas juga melakukan hal yang sama sebagaimana yang telah dilakukan
oleh gurunya yaitu memberikan ijazah
kepada anak, sahabat serta murid-muridnya. Adapun mengenai peng ijazahan yang
dilakukan oleh Mahfudz Termas dilakukan dengan cara membacakan kepada mereka
baik seluruhnya ataupun sebagian.[13]
D. Metode
Penulisan Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar
Dari kitab yang penulis lacak ada beberapa hal yang
dapat penulis kemukakan di sini bahwa
dalam penulisan kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar ini Mahfudz Termas menggunakan
cara tersendiri serta menyesuaikan kepada kitab aslinya. Hal ini dilakukan
karena pada dasarnya kitab ini merupakan kitab syarah yang telah tersusun rapih
sesuai dengan bab nya. Maka dari analisa penulis kitab syarah ini ditulis
dengan beberapa metode diantaranya:
a.
Sebelum memulai penulisan
kitab, Mahfudz Termas mengawali dengan mukaddimah yang didahului pula dengan
hadis nabi. Dalam mukaddimah tersebut juga disebutkan sanad dan ijazah yang dia
dapatkan dari guru ke guru. Dimana dalam ijazah sanad kitab tersebut Mahfudz
Termas memperolehnya dari dua guru sekaligus yaitu Abu Bakar Ibn Muhammad
Satha’ al-makki serta Muhammad Amin ibn Ahmad al-Madani.
b.
Mengawali tulisannya
dengan basmalah sebagaimana menjadi kebiasaan para ulama ketika menuliskan
kitab.
c.
Pensyarahan dilakukan
dengan cara memisah antara kitab asli
dengan syarah yang ditulisnya. Kitab asli ditulis diatas dan dipisah dengan
garis dibawahnya. Dengan demikian sangat terlihat jelas bagaimana bunyi
bait-bait yang sedang dijelasskan. Adapun mengenai cara pemisahan dalam
tulisannya, Mahfud Termas menjelaskan kata demi kata. Kata yang merupakan bait
nadzam ditulis dengan tanga kurung (...( )...) sedangkan penjelasanya berada di luar
tanda kurung.
d.
Membedakan penjelasan
makna dengan penjelasan diluar makna dengan cara memberi catatan kaki (foot
note).
e.
Menjelaskan kata demi kata
disertai dengan penjelasan struktur kata secara gramatikal meskipun hal ini
dilakukan hanya di beberapa tempat yang memang dibutuhkan.
f.
Mencantumkan qaul ulama
sebagai penjelasan serta perbedaan pendapat yang merupakan sunnatullah.
g.
Menjelasskan beberapa hal
dengan cara mencantumkan bait-bait syair baik karya dari Mahfudz Termas sendiri
ataupun karya ulama lain yang menjelaskan hal yang sedang dibahas.
h.
Menjelaskan bait-bait
nadzom dengan al-Quran dan al-Hadis. Hal ini dilakukan kerena sebagaimana kita
tahu bahwa nadzam merupakan bahasa sastra yang sangat ringkas sehingga untuk
menjelaskan dengan beberapa contoh didalamnya tidak selalu mudah dilakukan.
Apalagi jika contoh yang dimaksud adalah hadis nabi yang memiliki matan yang
panjang. Oleh karenanya sebagai penjelasan dari kitab asalnya Mahfudz Termas
menjelaskan hal tersebut dengan contoh-contoh yang belum ditemukan di kitab
asalnya.
i.
Mahfudz Termas sangat
menunjukan kerendahan hatinya dalam menulis kitabnya. Hal ini tampak
sebagaimana ia mengahiri setiap bab yang dibahas dengan penutup wallahu
a’lam. Hal ini dilakukan oleh ulama penulis kitab sebagai bukti
pengakuaannya bahwa pada hakikatnya segala sesuatu yang kita miliki hanyalah
milik Allah dan hanya Allah lah yang tahu akan kebenarannya. Manusia hanya
mencoba memahami dengan apa yang dia miliki, namun diatas segala-galanya Allah
lah yang memiliki akan semua kebenaran itu.
j.
Pada bagian akhir dari
kitabnya Mahfudz Termas menjelaskan bahwa kitab Mandhumah ilmu al-Atsar
memiliki seribu bait sebagaimana dijelaskan pula oleh as-Suyuti dalam baitnya.
Akan tetapi setelah melakukan penghitungan satu persatu hanya ditemukan 980
bait saja. Atau dengan kata lain kurang dari
seribu. Oleh karenanya ia berspekulasi bahwa bait tersebut hilang karena
kesalahan pencatat. Bukan kesalahan yang dilakukan oleh as-Suyuti. Kesalahan
tersebut bisa jadi terjadi dalam satu bab yang tidak tercatat bisa juga karena
hilangnya satu demi satu bait nadham dari berbagai bab. Akan tetapi sebagaimana
dilakukan penelusuran oleh Mahfudz Termas bahwa jika hal ini terjadi sangat
jauh kemungkinanan. Sebab dalam bai-bait tersebut tidak terdapat kekurangan baik dalam hal makna ataupun
kerancuan kalimatnya. Oleh sebab itu Mahfudz Termas menuliskan 20 bait nadham
lagi sebagai kelengkapan bahwa nadham tersebut berisi seribu bait nadham.
Diantaranya 14 bait yang ia sendiri tulis sedangkan 6 bait lainnya ia nukil dari Ibn sholah dan alfiyyah al-Iraaqi.
Adapun penulisan 20 bait nadham ini dibedakan dari kitab aslinya dengan tujuan
memperjelas bahwa bait tersebut merupakan tambahan dari mahfudz Termas dan
bukan karya as-Suyuti.
k.
Pada bagian akhir Mahfudz
Termas juga menuliskan epilog dari apa yang telah dijelaskannya. Pada
kesempatan tersebut ia menuliskan berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam
penulisan kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar. Tidak lupa pula beliau memberikan
ijazah kepada murid-muridnya yang terdiri dari anak, sahabat serta para
penuntut ilmu yang datang kepadanya. Tidak luput pula Mahfudz Termas berdoa
kepada Allah Swt. agar diberikan kebaikan kepadanya serta menjadikan apa yang
ditulisnya itu sebagai amal yang berguna bagi umat manusia.
E.
Sistematika Penulisan Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar
Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar merupakan kitab yang ditulis
sebagai penjelas dari kitab Mandhumah ilm al-Atsar sebagaimana telah penulis
kemukakan di atas. Oleh karenanya sistematika yaang ditulis juga mengikuti
kitab asalnya. Akan tetapi meskipun demikian bukan berarti kitab ini tidak
memiliki karakteristik. Justru sebagai bukti bahwa kitab ini memiliki
karakteristik tersendiri adalah mengikuti apa yang telah dituliskan oleh kitab
asal. Adapun mengenai sistematika yang ditulis dalam kitab asal adalah dengan mengklasifikasikan
satu tema menjadi satu bab tersendiri dengan jumlah beberapa bait nadham
diantaranya adalah:
No
|
Nama Bab
|
Jumlah Bait
|
Halaman
|
1.
|
خطبة الشارح
|
5
|
3
|
2.
|
حد الحديث واقسامه
|
8
|
6
|
3.
|
الصحيح
|
27
|
9
|
4.
|
مسئلة اول جامع الحديث والاثر
|
32
|
17
|
5.
|
خاتمة فى كيفية نقل الحديث ...
|
2
|
29
|
6.
|
الحسن
|
23
|
30
|
7.
|
مسئلة فى الكلام على الجمع بين الصحه والحسن
|
11
|
37
|
8.
|
الضعيف
|
7
|
40
|
9.
|
المسند
|
1
|
42
|
10.
|
المرفوع
|
13
|
43
|
11.
|
الموصول والمنقطع والمعضل
|
4
|
47
|
12.
|
المرسل
|
16
|
49
|
13.
|
المعلق
|
5
|
55
|
14.
|
المعنعن
|
5
|
57
|
15.
|
التد ليس
|
13
|
58
|
16.
|
الارسال الخفي والمزيد فى المتصل الاسانيد
|
5
|
62
|
17.
|
الشاذ والمحفوظ
|
2
|
63
|
18.
|
المنكر والمعرف
|
2
|
64
|
19.
|
المتروك / الافراد
|
6
|
65
|
20.
|
الغريب والعزيز والمشهور والمستفيض والمتواتر
|
16
|
67
|
21.
|
الاعتبار والمتابعات والشواهد
|
4
|
72
|
22.
|
زيادات الثقات
|
8
|
73
|
23.
|
المعلل
|
28
|
75
|
24.
|
المطرب
|
5
|
81
|
25.
|
المقاوب
|
4
|
83
|
26.
|
المدرج
|
7
|
85
|
27.
|
الموضوع
|
22
|
88
|
28.
|
خاتمة فى بيان ترتيب انواع الضعيف ومسائل تتعلق به
|
8
|
96
|
29.
|
من تقبل روايته ومن ترد روايته
|
47
|
97
|
30.
|
مراتب التعديل والتجريح
|
17
|
111
|
31.
|
تحمل الحديث
|
6
|
115
|
32.
|
اقسام التحمل
|
81
|
117
|
33.
|
كتابة الحديث وضبته
|
54
|
142
|
34.
|
صفة رواية الحديث
|
58
|
156
|
35.
|
اداب المحدث
|
31
|
172
|
36.
|
مسئله فى بيان حد احافظ والمحدث والمسند
|
10
|
182
|
37.
|
اداب طالب الحديث
|
24
|
185
|
38.
|
العالى والمنازل
|
11
|
196
|
39.
|
المسلسل
|
5
|
200
|
40.
|
غريب الفاظالحديث
|
4
|
202
|
41.
|
المصحف والمحرف
|
8
|
203
|
42.
|
الناسخ والمنسوخ
|
4
|
206
|
43.
|
مختلف الحديث
|
10
|
208
|
44.
|
اسباب الحديث
|
4
|
211
|
45.
|
تواريخ المتون
|
4
|
212
|
46.
|
معرفة الصحابه
|
45
|
214
|
47.
|
معرفة التابعين واتباعهم
|
13
|
228
|
48.
|
رواية الاكابر عن الاصاغر والصحابة عن التابعين
|
4
|
232
|
49.
|
رواية الصحابة عن التبعين عن الصحابة
|
3
|
234
|
50.
|
رواية الاقران
|
10
|
234
|
51.
|
رواية الاخوة والاخوات
|
5
|
237
|
52.
|
رواية الاباء عن الابناء وعكسه
|
8
|
238
|
53.
|
السابق واللاحق
|
5
|
241
|
54.
|
من روى عن شيخ ثم روى عنه بواسطة
|
2
|
242
|
55.
|
الوحدان
|
5
|
243
|
56.
|
من لم يرو الا حديثا واحدا
|
3
|
244
|
57.
|
من لم يرو الا عن واحد
|
3
|
245
|
58.
|
من اسند عنه من الصحابة الذين ما توا فى حياته ص م
|
2
|
246
|
59.
|
من ذكر بنعوت متعددة
|
3
|
246
|
60.
|
افراد العلم
|
4
|
247
|
61.
|
الاسماء والكنى
|
6
|
249
|
62.
|
انواع عشرة من الاسماء والكنى مزيدة على ابن الصلاه
والالفيه
|
17
|
251
|
63.
|
الالقاب
|
4
|
256
|
64.
|
المؤتلف والمختلف
|
103
|
258
|
65.
|
المتفق والمفترق
|
20
|
276
|
66.
|
المتشابه
|
7
|
280
|
67.
|
المشتبه المقلوب
|
2
|
282
|
68.
|
من نسب الى غير ابيه
|
3
|
282
|
69.
|
المنسوبون الى خلاف الظاهر
|
2
|
283
|
70.
|
المبهمات
|
2
|
284
|
71.
|
معرفة الثقات والضعفاء
|
8
|
285
|
72.
|
معرفة من خلط من الثقات
|
3
|
287
|
73.
|
طبقات الرواة
|
3
|
288
|
74.
|
اوطان الرواة وبلدانهم
|
7
|
289
|
75.
|
الموالى
|
2
|
291
|
76.
|
التاريخ
|
34
|
292
|
Tabel diatas menunjukkan bahwa dalam kitab Minhaj
Dzawi al-Nadhar memuat 76 bab. Hal ini sebagaimana kitab asal yang ditulis
oleh as-Suyuti. Sebab sebagaimana kita ketahui bahwa kitab Minhaj Dzawi
al-Nadhar merupakan penjelasan dari karya sebelumnya.
F. Penilaian Ulama atas Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar
Kitab
yang menjadi syarah dari kitab Mandhumat Ilmi al-Atsar ini pertama kali
diterbitkan di Mesir oleh percetakan Musthafa Bab al-Halabi sebuah percetakan
tua di kawasan Cairo. Sebuah nilai tersendiri dari kitab ini karena mendapatkan
sambutan yang istimewa dari dunia
internasional. Termasuk dalam hal ini adalah para guru besar ilmu Hadis
Universitas Cairo yang menganggap bahwa kitab tersebut merupakan kitab syarah
terbaik atas kitab Mandhumat Ilmi al-Atsar.[14]
Disamping
itu, ada pula komentar dari seorang sarjana Belanda, Bruinessen yang mengatakan
bahwa Mahfudz Terma adalah figur yang paling terkenal di kalangan kiai dan
menjadi salah satu ulama Jawa yang
terdidik. Hal ini terjadi karena dia berada di posisi yang prestisius yakni
sebagai guru yang sangat dihormati oleh beberapa ulama pendiri NU.[15]
Komentar
yang lain juga muncul dari ulama asal padang yaitu Yasin al-Fadani yang
mengatakan bahwa Mahfudz Termas adalah seorang yang sangat ‘alim al-‘allamah,
al-muhaddits, al-musnid, al-faqih,
al-ushuli dan al-muqri’.[16]
G. Penutup
Hadis nabi merupakan sumber yang selalu dikaji oleh umat
Islam pada khususnya, serta umat manusia
pada umumnya. Oleh karenanya mempelajari ilmu tentang hadis sangatlah
diperlukan. Maka dengan adanya kitab Minhaj Dzawi Al-Nadhar setidaknya
sedikit memudahkan pembaca untuk mempelajari ilmu-ilmu tentang hadis. Baik yang
berurusan dengan sanad, matan, rawi serta hal lain yang mendukung dalam
pengkajian.
Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar sendiri merupakan satu karya ulama Indonesia yang menghabiskan
hidupnya di Makkah al-Mukarramah. Yaitu Muhammad Mahfudz Termas. Kitab ini
merupakan satu dari sekian banyak kitab yang telah ditulisnya. Ia juga
merupakan penjelasan dari Mandhumah Ilm Atsar karya as-Suyuti. Sebuah kitab yang berisi
seribu bait dalam bahasa Arab.
Penulis akui bahwa dalam penulisan ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karenanya saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan dari para pembaca, penulis serta peneliti. Dengan harapan
semoga karya ini bisa memberikan manfaat bagi khalayak umum. Amin.
H. Daftar Pustaka
Amin, Samsul Munir. Karomah Para Kiai,Yogyakarta:
LkiS, 2008
Attirmisiy, Muhammad
Mahfudz Ibn Abdillah. Minhaj Dzawi al-Nadhar, Beirut: Daar al-Fikr,
1974.
Nasir, M. dkk. Ulama
Pejuang, Ciputat: Penerbit Titian Pena, 2014
Suryadilaga, M. Alfatih. Metodologi
Syarah Hadis,Yogyakarta: Suka Press, 2012
Thoha, Zainal Arifin.
edt., 99 Kiai Kharismatik Indonesia, Yogyakarta: Kutub, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar