Budaya Ngaret ditinjau dari Sudut Pandang Islam
Budaya berasal dari kata budhi yang artinya akal. Maka berarti
bahwa budaya merupakan hasil pemikiran dari akal manusia. Oleh karenanya, apa
yang muncul dari akal merupakan budaya. Edward Burnet Tylor menjelaskan bahwa
budaya merupakan kompleks keseluruhan yang mencakup ilmu pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dari sini, kita dapat mendapatkan penjelasan bahwa pada dasarnya budaya itu
merupakan apa yang dihasilkan oleh pikiran masyarakat baik itu berupa
kepercayaan, adat serta hal lain yang kaitanya dengan akal manusia. Oleh
karenanya, ngaret yang merupakan satu hal yang tercipta dari kebiasaan dan
sudut pandang berfikir manusia juga merupakan satu budaya.
Indonesia yang membentang dari sabang sampai Merauke memiliki
berbagai macam budaya. Hal ini tentu membuat kita bangga akan kekayaan itu.
Sebagai warga Indonesia yang baik, sepantasnya kita melestarikan budaya yang
kita miliki tersebut. Jangan sampai budaya-budaya yang kita miliki direbut dan
diakui oleh negara lain. Seperti halnya reog ponorogo yang diakui oleh Malaysia
serta sederetan budaya lain yang Indonesia sendiri baru merasa memilikinya
setelah budaya tersebut diakui oleh negara lain.
Dari budaya-budaya
yang ada ini, Indonesia memiliki satu budaya yang tidak mungkin direbut dan
dimiliki dengan suka cita oleh negara lain. Karena budaya itu merupakan budaya
yang sangat buruk. Yaitu budaya ngaret. Ngaret yang berasal dari kata karet
yang artinya lentur, elastis, dan juga molor. Ini berarti jika ngaret dikaitkan
dengan budaya berarti budaya tidak tepat waktu. Waktu yang semestinya ditepati,
dapat berubah-ubah sesuai keinginan hati.
Budaya yang satu
ini sangat merajalela dan menyebar di Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan
bahwa “belum menjadi orang Indonesia kalau tidak ngaret”. Bukan hanya kalangan
bawah tapi juga kalangan atas dari para pemegang tampuk kekuasaan negeri ini
memiliki budaya yang sama. Jangankan seorang yang bekerja di ladang seperti
para petani, anggota DPR pun sering ngaret saat ada rapat. Jangankan seorang
mahasiswa, dosen nya pun seakan biasa saja saat melakukanya. Negeri karet. Negeri
molor dan negeri tidak tepat waktu. Itulah sederatan gelar yang disandang oleh
kita.
Ngaret merupakan
penyakit akut yang menjadi sosok yang sudah lumrah terjadi pada masyarakat
Indonesia. Ngaret sangat erat kaitanya dengan sikap indisipliner. Dimana sikap
tersebut merupakan satu hal yang harus dimiliki oleh setiap individu yang
beriman.
Al-qur’an sebagai
landasan hidup kita senantiasa menunutut kita untuk memiliki sikap disiplin.
Baik dalam hal waktu, janji ataupun yang lainya. Sebab ketika kita melakukan
sesuatu maka tolak ukur yang kita gunakan adalah al-Qur’an dan juga hadis nabi.
Jika budaya ini ditinjau dari sudut pandang keduanya, apakah ini merupakan
budaya yang layak kita banggakan atau justru sebaliknya? Ini menjadi pertanyaan
penting ketika kita hendak mengkaji budaya tersebut dari sudut pandang Islam.
Ketika budaya
ngaret sudah sangat lekat dengan kita, maka pertanyaan selanjutnya juga muncul
kembali apakah uang yang dihasilkan dari bekerja tidak tepat waktu merupakan
gaji buta? Selanjutnya apa juga kerugian yang akan didapatkan bila ngaret ini
sering terjadi? Dan terahir, bagaimana solusi yang perlu kita tempuh agar
budaya ngeret ini tidak lagi dinobatkan kepada bangsa kita ini? Ini pertanyaan
yang perlu kita tuntaskan terkait dengan hal diatas. Karena, jika budaya ini
kita biarkan begitu saja kita akan dapati satu hal yang sangat menistakan bumi
pertiwi Indonesia. Cukuplah kiranya kita sampai disini menyandang gelar itu.
Fenomena ngaret yang
terjadi di Indonesia, sudah tidak asing lagi di telinga kita. Budaya ini telah
ramai dan menjalar ke semua aspek kehidupan. Satu contoh ketika kita berjanji
dengan teman kita untuk bertemu jam 09.00 wib. Waktu yang kita sepakati ini
sudah ketok palu untuk bertemu. Akan tetapi pada faktaanya, jam 09.00 itu bukan
waktu kita untuk ketemu, melainkan waktu kita keluar dari rumah. Sehingga waktu
yang kita sepakati akan mundur karena perjalanan yang harus di tempuh. Fenomena
ini sama halnya dengan beberapa rapat dan kegiatan-kegiatan lain yang sering
terjadi. Contoh ini merupakan satu gambaran kecil saja mengenai budaya ngaret. Dan
banyak lagi hal-hal yang serupa yang seakan berlalu begitu saja tanpa ada keraguan
dan perasaan bersalah.
Ada satu pendapat
yang mengatakan bahwa budaya yang menjamur di Indonesia ini merupakan budaya
yang dilahirkan karena kebanyakan dari masyarakat kita adalah bercocok tanam
dan bertani. Sedangkan sebagaimana kita tahu bahwa petani tidak memiliki waktu
khusus kapan dia harus berangkat ke swah dan kapan dia harus pulang. Oleh
karenanya, ini menyebabkan terjadinya kebebasan waktu dalam bekerja. Sehingga
dalam masalah yang lain kebiasaan untuk tidak mengatur waktu pun terjadi. Tapi
anehnya, budaya tersebut masih tetap ada meskipun seiring dengan berjalanya
waktu petani semakin berkurang.
Molor dalam waktu,
mundur dalam menepati jadwal merupakan satu budaya yang dosa yang sepantasnya
dihilangkan dari negeri kita. Apalagi jika kita melihat bahwa sebagian besar
warga masyarakatnya beragama Islam. Dimana Islam sangat menganjurkan kepada
setiap pemeluknya untuk menepati waktu. Sebagaimana terkandung dalam perintah
melakukan sholat.
Jika kita
telusuri, ngaret merupakan budaya yang lahir dari berbagai hal. Dari berbagai
hal tersebut ada dua kategori yaitu ngaret karena disengaja dan juga tidak
disengaja. Keduanya merupakan satu hal
yang yang sama tidak terpuji. Akan tetapi jika dilihat dari kualitas sebab yang
menjadikanya, ngaret disengaja lebih tidak terpuji dari ngaret yang dilakukan dengan
unsur ketidaksengajaan. Adapun ngaret yang disengaja bisa terjadi karena
kemalasan dan juga suka menunda waktu. Dalam hal ini berarti lahir dari pribadi
seseorang.
Disamping sebab
diatas, ngaret juga memiliki proses yang menjadikan seseorang melakukan hal
yang sama. Sebab tersebut bermula dari kekecewaan seseorang karena dirinya
pernah menjadi korban ngaret orang lain. Sekali dua kali dia akan memaklumi
ngaret yang menimpanya. Akan tetapi jika hal ini berlaku secara terus menerus,
lama kelamaan dia akan mengikuti langkah yang dilakukan oleh temanya itu.
Karena kekecewaan merupakan satu hal yang menyakitkan. Dimana menunggu
merupakan hal yang paling membosankan. Sehingga lebih baik ditunggu daripada
harus menunggu. Pada tahap selanjutnya kekecewaan yang telah melahirkaan
kemalasan tersebut menjadi kebiasaan yang sudah dimaklumi. Sehingga lahirlah
keinginan untuk tidak menepati waktu karena yang dia yakini dari teman-temanya
akan melakukan hal yang sama. Jika seperti ini maka yang terjadi kemudian adalah
ngaret tidak lagi menjadi satu hal yang tabu melainkan menjadi trend yang
menjamur bahkan membudaya dimana-mana.
Hal lain yang menjadikan seseorang tidak menepati waktu
dilatarbelakangi pula oleh ketidak profesiaonalan dala dalam mengatur waktu.
Dimana managemen waktu sangat menentukan sekali terhadap sukses atau tidaknya
seseorang dalam hidupnya. Semakin dia menghormati waktu, maka semakin dekat dia
dengan kesuksesan. Selanjutnya disamping managemen waktu yang lahir dari pribadi
seseorang ngaret juga dipengaruhi oleh tidak adanya ketegasan dari pihak yang
terkait. Baik dari instansi ataupun seseorang yang menjadi korban
ketidaktepatan waktu orang lain. Hal ini bisa terjadi karena adanya
ketidaktepatan memaknai sabar yang sesungguhnya. Sabar bukan berarti kita harus
memaklumi semua hal yang salah. sabar juga harus diiringi ketegasan dalam
mengatur dan menghargai waktu. Jika pemakluman akan keterlambatan seseorang
semakin banyak terjadi, maka berarti membuka peluang kepada yang lain untuk
melakukan ngaret pada waktu yang berbeda.
Islam sebagai agama yang turun dari langit sangat menghargai waktu
sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat an-nisa: 103
#sÎ*sù ÞOçFøÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2ø$$sù ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
Artinya: Maka apabila kamu Telah
menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan
di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Ayat diatas turun pada saat kondisi perang yang sangat bergejolak.
Dimana peperangan yang dilakukan bukan sudah sangat mendesak. Akan tetapi pada
saat kondisi yang demikian saja masih diperintahkan untuk melakukan sholat.
Bahkan pada akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa sesungguhnya sholat itu
merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan. Dari sisni, Allah
memerintahkan kepada hambaNya untuk senantiasa menepati waktu. sebab sholat
yang diwajibkan kepada hambanya itu merupakan amal yang dilakukan berdasarkan
waktu yang telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Oleh
karenanya jika kita cermati ayat ini akan berarti bahwa waktu itu sangat
berharga. Sehingga dengan sholat manusia dilatih untuk menepati waktu.
pelajaran yang berharga ini bukan hanya kita lakukan saat beribadah saja,
melainkan disetiap langkah kita dalam mengarungi kehidupan pun kedisiplinan
merupakan hal yang harus diutamakan.
Berkaitan dengan masalah waktu, Allah juga telah berfirman dalam
surat al-Furqon: 62
uqèdur Ï%©!$# @yèy_ @ø©9$# u$yg¨Y9$#ur Zpxÿù=Åz ô`yJÏj9 y#ur& br& t2¤t ÷rr& y#ur& #Yqà6ä© ÇÏËÈ
Artinya: Dan dia (pula) yang
menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil
pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
Perputaran waktu
antara siang dan malam merupakan satu kodrat Tuhan dimana manusia sangat
dianjurkan agar lebih banyak mengambil faidah darinya. Sebab, menyia-nyiakan
waktu merupakan kebodohan yang nyata. Sebab, sebagaimana dijelaskan oleh
Quraish Shihab dalam tafsirnya, bahwa setiap hari setiap matahari terbit, akan
muncul satu makhluk yang berkata “hai putra-putri adam, aku ini makhluk baru
sebentar lagi akan pergi dan tidak akan kembali lagi untuk selamanya” jika kita
biarkan begitu saja makhluk itu berlalu, maka yang akan kita dapati adalah
kerugian yang nyata. Sebab, selamanya tidak akan kembali. Berbeda jika kita
tidak mendapatkan uang hari ini, kita bisa mencarinya di hari esok, akan tetapi
jika kita tidak mendapatkan satu kebaikan di hari ini, maka kita tidak akan
mendapatinya sampai kapanpun. Sebab, hari kemarin merupakan perjalanan yang
paling jauh. Tidak ada satupun teknologi yang dapat mencapainya.
Al-Qur’an
seringkali melakukan sumpah dengan waktu. Sebagaimana termaktub dalam berbagai ayat
yang berbeda seperti halnya @ø©9$#ur Demi malam, Ìôfxÿø9$#ur demi waktu fajar, demi waktu dhuha ÓyÕÒ9$#ur dan óÇyèø9$#ur juga demi masa. Kesemuanya merupakan lafadz yang sering digunakan
oleh Allah swt dalam bersumpah. Para ahli tafsir sepakat bahwa ketika Allah
swt. Bersumpah dengan nama sesuatu, maka Allah bermaksud menarik perhatian kita
akan sesuatu itu. Jika kita tinjau pendapat tersebut maka yang dimaksudkan dari
sumpah yang digunakan oleh Allah dalam masalah waktu ini berarti kita
diperintahkan untuk memperhatikan akan waktu. dimana waktu merupakan makhluk
Tuhan yang hanya datang sekali dan tidak akan pernah kembali.
Nabi Muhammad saw
sebagai suri tauladan umat Islam sangat menghargai waktu. beliau sangat
disiplin dalam segala bidang. Lebih-lebih dalam masalah ibadah. Oleh karenanya
kita sebagai umatnya sebaiknya mencontoh apa yang telah dilakukan oleh nabi
kita. Sebab, jika tidak, kefatalan akan menemui kita. Satu contoh yang sampai
menjadikan kefatalan dari ketidak disiplinan sahabat nabi adalah pada saat
perang uhud. Dimana pada saat itu nabi membagi pasukan kedalam beberapa bagian.
Diantaranya adalah pasukan pemanah yang ditempatkan diatas bukit. Nabi
memberikan instruksi kepada semuanya agar tidak melakukan satu tindakan sebelum
ada komando dari nabi. Akan tetapi, ketika peperangan hampir berada diujung
kemenangan kaum kafir qurais melarikan diri. Satu tanda bahwa mereka telah
menyerah. Oleh karenanya, kaum muslimin yang berada di bawah bukit mencoba
mengambil harta rampasan yang ditnggalkan oleh pihak lawan. Akan tetapi satu
kesalahan yang sangat disayangkan adalah pasukan pemanah yang berada diatas
bukit yang juga ikut turun dari bukit karena ingin mengambil harta rampasan.
Padahal pada saat itu, nabi belum memerintahkan kepada mereka untuk turun dari
atas bukit. Maka kelengahan ini dimanfatkan oleh pihak lawan yang mengetahui
kejadian ini. Seranganpun berbalik hingga umat Islam kewalahan menghadapinya.
Kisah diatas
merupakan satu gambaran dimana kedisiplinan sangat berpengaruh terhadap hasil
yang dicapai. Ketidaktepatan waktu yang diambil akan berakibat pada hasil yang
tidak memuaskan. Sebab, waktu adalah modal utama bagi manusia. Oleh karenanya,
sejarah kemanusiaan ditentukan oleh masa.
Daalam suatu hadis
diceritakan bahwa pada suatu ketika nabi pernah ditanya oleh sahabatnya “apakah
amal yang paling utama?’ nabi menjawab “Sholat di awal waktunya”. Jawaban
nabi atas pertanyaan sahabat ini juga sekaligus mengingatkan kepada kita bahwa
esensi sholat disamping sebagai pendekatan diri kepada Allah juga sebagai
latihan kedisiplinan kita dalam berbagai hal. Dalam hadis lain dijelaskan bahwa
“sebagian dari baiknya islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak
penting baginya”.
Dalam urusan
waktu, kita perlu membagi dan mensiasatinya dengan profesional. Hal ini agar
apa yang kita kerjakan bisa tepat dan cepat. Sebab, sebagian tanda dari orang
yang malas adalah cenderung melakukan hal-hal yang santai dibandingkan bekerja
dengan seoptimal mungkin. Dalam
mensiasati waktu yang kita pergunakan, maka kita perlu melihat berbagai hal
diantaranya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sebab, sebagaimana hadis
nabi menjelaskan bahwa apabila suatu perkara ditempatkan pada sesuatu yang
bukan tempatnya maka tunggu saja kehancuranya. Begitu juga waktu, apabila
ia tidak diatur dan tidak ditempatkan pada waktu yang sebenarnya, tunggu saja
kehancuranya. Hal ini berarti budaya ngaret atau tidak tepat waktu juga
merupakan budaya yang dapat menghancurkan hidup manusia.
Manusia sebagai
makhluk berakal memiliki dua kecenderungan yang sangat buruk dimana dia sering
melalaikan dua nikmat yang diberikan oleh Allah swt. Yaitu nikmat sehat dan
juga waktu luang. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi yang artinya” Dua
nikmat dimana banyak manusia yang tertipu adalah nikmat kesehatan dan waktu
luang” (HR. Tirmidzi)
Kedua sifat tersebut memang sudah menjadi sifat alamiyah manusia.
Oleh karenanya kedua sifat tersebut akan selalu dilalaikan. Sehingga jika tiba
waktunya sakit dan juga kesempitan barulah dia merasa bahwa kedua nikmat
tersebut sangat berarti baginya.
Nabi memerintahkan kepada kita untuk menjaga lima hal sebelum
datang lima hal yang lain yaitu masa muda sebelum tua, sehat sebelum sakit,
kaya sebelum miskin, luang sebelum sempit, hidup sebelum mati. Lima hal diatas
merupakan peringatan nabi kepada manusia agar hal-hal yang berkaitan dengan
masalah waktu sangat diperhatikan. Sebab, apabila semuanya telah pergi, maka
rugilah kita karena tidak akan mendapatinya untuk yang kedua kali.
Apabila seseorang tidak menepati waktu maka dia tidak menepati
janji. Sedangkan janji merupakan kumpulan dari tiga hal yaitu waktu, tempat dan
juga materi janji.semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Apabila seseorang tidak memenuhi satu hal diatas, maka berarti dia tidak
menepatti janji. Akan tetapi pemenuhan janji biasanya sangat erat kaitanya
dengan masalah ketepatan waktu. seseorang dinamakan ingkar janji apabila dia
tidak menepati waktu. sebagaimana contoh diatas ketika melakukan pertemuan
dengan waktu yang tidak tepat alias ngaret. Maka memenuhi janji merupakan
hutang yang wajib dipenuhi. Jadi jika seseorang tidak memenuhi janji maka ia
termasuk orang munafik. Sebagaimana rasulullah saw. Menjelaskaan dalam hadisnya
“tanda-tanda orang munafik itu ada tiga yaitu apabila berbicara dia dusta,
apabila berjanji dia mengingkari dan apababila dipercaya dia khianat”. Jika
demikian kiranya ada sangat banyak orang Islam yang tergolong orang munafik.
Begitu pentingnya masalah waktu sehingga Allah dan rosulNya sangat
memperhatikan sekali dengan maslah tersebut. Hanya kita kembalikan lagi kepada
kita sebagai hambaNya yang akan menentukan jalan mana yang akan kita tempuh untuk menggapainya.
Perilaku ngaret yang merupakan sikap indisipliner ini tentu
dilarang oleh agama. Disamping merupakan
sifat yang buruk, ngaret juga memiliki konsekuensi dan akibat yang tidak remeh.
Satu hal misalnya seseorang melakukan ngaret sekali, maka dia akan mendapatkan
citra buruk karena ngaretnya itu. Pada tahap awal citra buruk ini masih bisa
ditolelir karena tidak terlalu fatal. Akan tetapi ketika dia melakukanya untuk
yang kedua kali, maka yang ia dapatkan adalah tidak adanya kepercayaan dari
orang lain. Hal ini karena sikap indisippliner yang dilakukanya sangat
merugikan orang lain. Jika hal ini terus berlanjut, maka dia akan merasakan
kerugian yang nyata.
Orang yang dalam hidupnya tidak disiplin, maka selama itu pula dia
tidak akan mampu meraih kesuksesan. Sebab, waktu yang sejatinya memiliki nilai
yang sangat berharga saja dia tidak hormati. Oleh karenanya, sepatutnya kita
meniru negara Jepang. Meskipun umat Islam hanya minoritas, akan tetapi memiliki
disiplin yang sangat tinggi. Maka pantaslah kirnya Jepang cepat dalam
pembangunan. Termasuk saat dia terpuruk karena bom atom yang diluncurkan oleh
Amerika.
Jika waktu adalah uang, maka orang yang ngaret akan rugi dalam
masalah keuangan. Jika waktu adalah ibadah, maka pelaku ngaret akan rugi karena
ketinggalan dalam beribadah. Dan jika waktu adalah ilmu, maka dia akan rugi
karena ilmu yang ia dapatkan akan berkurang. Sebab ngaret merupakan sikap buruk
yang dapat menyita waktu. Apabila waktu yang disita itu milik kita sendiri, itu
masih mending. Akan tetapi jika waktu yang disita adalah waktu milik umum, maka
dampaknya bukan hanya kita yang merasakan. Akan tetapi semua pihak merasa dirugikan.
Jika demikian halnya, maka ngaret juga bisa digolongkan sebagai
perbuatan korupsi. Meskipun dia tidak mencuri uang secara terang-terangan,
mencuri waktu juga bisa digolongkan dalam korupsi. Sebab, yang dinamakan
korupsi itu bukan saja mengambil uang negara, melainkan memakan hak orang lain
yang tidak selayaknya kita miliki. Dalam hal waktu, orang bisa mengurangi waktu
kerjanya yang semestinya delapan jam menjadi tujuh jam. Atau juga seorang dosen
yang seharusnya mengajar 90 menit, karena datang terlambat maka porsi
mengajanya bisa menjadi 60 menit. Dan juga sebagainya.
Al-Qur’an sangat melarang hal yang demikian karena ini merupakan
dosa dan taubatnya harus meminta maaf kepada orang lain. Sebab hal itu
merupakan kesalahn terhadap sesama manusia yang dosanya akan gugur setelah
meminta maaf kepada orang yang berkaitan. Allah swt berfirman dalam surat
al-baqoroh: 188
wur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)Ìsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya: Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu Mengetahui.
Ayat ini mewajibkan pada kita agar bekerja dengan cara yang benar
dan halal. Bukan menggunakan cara yang batil. Sebab, melakukan kebatilan
merukan larangan Allah yang harus dijauhi. Oleh karenanya jika kita kaitkan
masalah ini dengan budaya ngaret maka makan harta yang batil berupa mengurangi
hak orang lain merupakan hal yang dosa. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Satu hal yang paling penting dari budaya ngaret adalah sangat
membawa kerugian baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Sebagaimana
kita rasakan sekarang, bahwa Indonesia telah memiliki gelar yang menakjubkan
yaitu bangsa ngaret. Maka tidak ada hal lain yang perlu kita lakukan selain
dari melakukan pembenahan dan perbaikan. Sebab, sebagaimana nabi menjelaskan
bahwa “barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, ia adalah
orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin
dia termasuk orang yang merugi”. Jika kita tidak ingin mendapatkan kerugian
tersebut, maka sedini mungkin kita dituntut untuk melakukan pembenahan.
Berkaitan dengan hal waktu Yusuf Qordhowi menjelaskan managemen
waktu agar apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Empat
hal tersebut adalah:
·
Hal
yang sangat penting dan sangat mendesak dikerjakan pada urutan pertama
·
Hal
yang tidak penting dan sangat mendesak dikerjakan pada urutan ke dua
·
Hal
yang sangat penting dan tidak mendesak dikerjakan pada urutan ke tiga
·
Hal
yang tidak penting dan tidak mendesak dikerjakan pada urutan ke empat
Jika managemen waktu diatas kita jaga, maka setidaknya kita akan
mendapatkan keuntungan tersendiri. Sebab, apa yang semestinya menjadi target
kita untuk diselesaikan di awal, kita dahulukan dan apa yang menjadi target
kita ahirkan dapat kita akhirkan.
Selanjutnya, prinsip bahwa waktu adalah uang, waktu adalah amal dan
waktu adalah ilmu juga harus kita tancapkan sebagai prinsip kita agar
senantiasa kita terpanggil dan terketuk hati kita untuk melakukan yang terbaik
bagi hidupnya.
Prinsip yang sebaiknya kita gunakan adalah sebagaimana dalam firman
Allah dalam surat al-Ashr :1-3
ÎóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 Aô£äz ÇËÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaatikebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.
Quraisy Shihab menjelaskan ayat diatas dengan menjelaskan bahwa kata
óÇyèø9$#u merupakan masa dimana kita hidup. Sebagaimana disebutkan ‘ashru
rosul yaitu waktu diman nabi hidup. Ada juga yang mengertikan bahwa ‘ashr secara
bahasa berarti memeras. ‘Ashr merupakan masa dimana kita akan menutup
segala aktifitas pada hari itu. Sehingga jika kita membaca ayat berikutnya,
maka dijelaskan bahwa manusia berada dalam kerugian. Dimana kerugian itu muncul
di ahir kehidupan. Atau dengan kata lain tidak ada kerugian kecuali datang di
belakang. Maka, tidak mungkin adanya seseorang yang mengalami kerugian sat dia
belum melakukan sesuatu.
Ayat diatas juga mengisaratkan kepada kita agar menghargai waktu. Sebab
waktu adalah modal hidup manusia yang paling berharga. Apabila dia telah pergi
maka tak sekalipun dia akan kembali lagi. Ayat kedua menjelaskan pula agar kita
menyadari bahwa manusia sesungguhnya berada dalam aneka ragam kerugian. Dimana
kerugian merupakan segala sesuatu yang akibatnya negatif. Akan tetapi, kerugian
tidak akan dialami karena empat hal diantarnya adalah:
·
Beriman
kepada Allah swt. Dimana iman merupakan kepercayaan hati terhadap sesuatu yang
kita temui. Keimanan kepada Allah swt memiliki konsekuensi agar manusia
melakukan kebaikan dan kepasrahan. Seperti halnya melakukan sholat dan
ibadah-ibadah yang lainya. Keimanan tidak cukup hanya dengan percaya akan
tetapi bukti nyata dari iman tersebut.
·
Beramal
sholeh. Setelah kita beriman kepada Allah swt. Maka setelahnya kita dituntut
untuk melakukan amal sholeh. Yaitu amal yang baik. Dalam hal ini kita juga
dituntut untuk melakukan kedisiplinan dalam segala hal.
·
Saling menasihati dalam kebaikan. Nasihat
saling menasihat merupakan cara agar kita dapat meluruskan hal yang salah dari
saudara kita. Dimana jika hal ini dilakukan maka, manusia senantiasa akan
selalu menginstropeksi diri dan juga membenarkan kesalahan yang ia dapati
·
Saling
menasihati untuk melakukan kesabaran. Setelah kesemua hal diatas kita lakukan
maka yang terahir adalah melakukan kesabaran. Sabar dalam susahnya menepati
janji. Sabar dalam beratnya tepat waktu. Serta sabar dalam menghadapi cobaan
dan ujian yang Allah berikan.
Keempat hal diatas kiranya menjadi alat untuk berlatih agar kita
senantiasa menepati waktu. dengan penuh
keimanan dan kesabaran. Karena jika kita hanya melakukan iman saja, berarti
kita masih dalam keadaan rugi. Sebab masih ada tiga sarat lain yang harus
dipenuhi. Apabila kita hanya melakukan keimanan dan beramal sholeh maka kita
hanya akan terbebas dari setengah kerugian. Maka, jika kita telah melakukan
semuanya, barulah kita akan terbebas dari semua kerugian. Demikian dijelaskan
oleh Quraish shihab.
Berkaitan dengan masalah waktu, nabi Muhammad saw telah membaginya
kedalam empat masa diantaranya adalah:
·
Waktu
untuk berdialog dengan Tuhan. Maksud dari waktu ini adalah waktu untuk kita
berdzikir mengingat Allah swt. Baik dengan cara melakukan sholat lima waktu
ataupun ibadah-ibada lain yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
·
Waktu
untuk instropeksi diri. Waktu ini merrupakan waktu yang harus disiapkan oleh
manusia dalam menghadapi hidupnya. Dimana instropeksi merupakan hal yang wajib
kita lakukan sebagai sarana untuk mengetahui sejauh mana kita beramal dan
sejauh man kita melakukan sesuatu. Bila hal ini dilakukan, kiranya kita
senantiasa akan melakukan perbaikan demi perbaikan. Sehingga kualitas kita
semakin hari semakin bertambah baik.
·
Waktu
untuk berfikir tentang ciptaan Allah. Sebagaimana Allah perintahkan kepada sekalian
manusia agar berfikir tentang makhluk Allah, akan tetapi jangan berfikir
tentang dzat Allah karena akal manusia tidak akan pernah mampu menjangkaunya.
·
Waktu
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Disamping manusia memiliki waktu yang
disediakan untuk diri dan tuhanya, manusia juga harus menyiapkan waktu untuk
memenuhi haknya sebagai kepala keluarga. Dimana keluarga juga merupakan
tanggung jawab kepala rumah tangga. Oleh karenanya, tidak dibenarkan jika
manusia hanya berpangku tangan menunggu rejeki yang turun dari langit. Karena
sesungguhnya usahalah yang dituntut oleh agama.
Demikian jika setiap individu yang beragama Islam senantiasa
melakukan dan menjalankan perintah agama, maka budaya ngaret sedikit-demi
sedikit akan mulai hilang. Sebab, sangat jelas kiranya bahwa perintah untuk
menghargai waktu sangat ditekankan dan dianjurkan kepada setiap orang.
Setidaknya pengetahuan agama serta kedisiplinan yang dijaga akan menjadikan
kita semakin tahu bagaimana cara mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
ngaret merupakan budaya yang tidak terpuji. Sebab ia juga termasuk sikap
indisipliner yang harus dijauhi. Disamping itu, ngaret sama dengan melanggar
janji yang jika dikaitkan dengan hadis nabi maka ia termasuk tanda-tanda dari
orang munafik.
Jika budaya ngaret terus dibudayakan, maka kita tidak akan pernah
merasakan kemajuan. Baik dalam keilmuan, teknologi dan juga kemajuan dalam
segala bidang. Sampai kapanpun kita ngaret, maka sejauh itu pula peradaban
tidak akan kita bentuk.
Sedangkan hal yang paling menakutkan adalah budaya ngaret merupakan
bagian dari korupsi waktu. Jika hal itu dilakukan, maka apa yang kita makan
dari hasil kerja ngaret maka sesungguhnya uang yang kita makan adalah uang yang
haram. Dengan catatan bahwa ngaret yang disengaja merupakan kesengajaan. Akan
tetapi jika ngaret yang dilakukan tidak memiliki unsur kesengajaan, maka hal
itu memang tidak disamakan dengan yang dilakukan dengan sengaja.
Adapun solusi agar budaya ngaret dimusnahkan dari bumi pertiwi ini
adalah dengan cara mengetur waktu dengan sebaik-baiknya, profeisonal, sesuai
dengan tolak ukur yang pasti agar mencapai hasil optimaldalam segala hal.
Meskipun demikian budaya ngaret tidak dapat dimusnahkan dengan serta merta.
Melainkan dengan cara bertahap langkah demi langkah. Melatih diri juga
merupakan satu hal yang harus kita lakukan demi terselesaikanya masalah yang
telah lama bangsa kita alami. Jika hal ini terjadi, maka terhapuslah ungkapan
“lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali”
Wallaahu a’lam bisshowab
Daftar Pustaka
Al-Bukhori, Muhammad bin Ismail, al-Jami’ al-Shohih, Cet. 1,
Daar al-syu’ab, Kairo. 2001.
At-Tirmidzi, al-jami’ al-shohih al-Tirmidzi, juz 4, Daar al
Ihya al-Turots, Beirut, 1998.
Dawud, Abu, Sunan Abu Dawud, Daar al-kutub al-‘arobiy,
Beirut, 1997.
Ghanim, Muhammad Salman, Kritik Ortodoksi, Lkis, Yogyakarta,
2000.
Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 30, Pustaka Panjimas, jakarta,
1982
Hibban, Ibnu, Shohih Ibn Hibban, Mu’asshoshoh, juz 2, Kairo,
1995
Syafi’i, Rahmat, al-Hadis, Pustaka Setia, Bandung,2000.
Shihab, Quraisy, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta,
2011
Qordhowi, Yusuf, Fikih Prioritas, Robbani Press, Jakarta,
1999.
Budaya Ngaret ditinjau dari Sudut Pandang Islam
Budaya berasal dari kata budhi yang artinya akal. Maka berarti
bahwa budaya merupakan hasil pemikiran dari akal manusia. Oleh karenanya, apa
yang muncul dari akal merupakan budaya. Edward Burnet Tylor menjelaskan bahwa
budaya merupakan kompleks keseluruhan yang mencakup ilmu pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dari sini, kita dapat mendapatkan penjelasan bahwa pada dasarnya budaya itu
merupakan apa yang dihasilkan oleh pikiran masyarakat baik itu berupa
kepercayaan, adat serta hal lain yang kaitanya dengan akal manusia. Oleh
karenanya, ngaret yang merupakan satu hal yang tercipta dari kebiasaan dan
sudut pandang berfikir manusia juga merupakan satu budaya.
Indonesia yang membentang dari sabang sampai Merauke memiliki
berbagai macam budaya. Hal ini tentu membuat kita bangga akan kekayaan itu.
Sebagai warga Indonesia yang baik, sepantasnya kita melestarikan budaya yang
kita miliki tersebut. Jangan sampai budaya-budaya yang kita miliki direbut dan
diakui oleh negara lain. Seperti halnya reog ponorogo yang diakui oleh Malaysia
serta sederetan budaya lain yang Indonesia sendiri baru merasa memilikinya
setelah budaya tersebut diakui oleh negara lain.
Dari budaya-budaya
yang ada ini, Indonesia memiliki satu budaya yang tidak mungkin direbut dan
dimiliki dengan suka cita oleh negara lain. Karena budaya itu merupakan budaya
yang sangat buruk. Yaitu budaya ngaret. Ngaret yang berasal dari kata karet
yang artinya lentur, elastis, dan juga molor. Ini berarti jika ngaret dikaitkan
dengan budaya berarti budaya tidak tepat waktu. Waktu yang semestinya ditepati,
dapat berubah-ubah sesuai keinginan hati.
Budaya yang satu
ini sangat merajalela dan menyebar di Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan
bahwa “belum menjadi orang Indonesia kalau tidak ngaret”. Bukan hanya kalangan
bawah tapi juga kalangan atas dari para pemegang tampuk kekuasaan negeri ini
memiliki budaya yang sama. Jangankan seorang yang bekerja di ladang seperti
para petani, anggota DPR pun sering ngaret saat ada rapat. Jangankan seorang
mahasiswa, dosen nya pun seakan biasa saja saat melakukanya. Negeri karet. Negeri
molor dan negeri tidak tepat waktu. Itulah sederatan gelar yang disandang oleh
kita.
Ngaret merupakan
penyakit akut yang menjadi sosok yang sudah lumrah terjadi pada masyarakat
Indonesia. Ngaret sangat erat kaitanya dengan sikap indisipliner. Dimana sikap
tersebut merupakan satu hal yang harus dimiliki oleh setiap individu yang
beriman.
Al-qur’an sebagai
landasan hidup kita senantiasa menunutut kita untuk memiliki sikap disiplin.
Baik dalam hal waktu, janji ataupun yang lainya. Sebab ketika kita melakukan
sesuatu maka tolak ukur yang kita gunakan adalah al-Qur’an dan juga hadis nabi.
Jika budaya ini ditinjau dari sudut pandang keduanya, apakah ini merupakan
budaya yang layak kita banggakan atau justru sebaliknya? Ini menjadi pertanyaan
penting ketika kita hendak mengkaji budaya tersebut dari sudut pandang Islam.
Ketika budaya
ngaret sudah sangat lekat dengan kita, maka pertanyaan selanjutnya juga muncul
kembali apakah uang yang dihasilkan dari bekerja tidak tepat waktu merupakan
gaji buta? Selanjutnya apa juga kerugian yang akan didapatkan bila ngaret ini
sering terjadi? Dan terahir, bagaimana solusi yang perlu kita tempuh agar
budaya ngeret ini tidak lagi dinobatkan kepada bangsa kita ini? Ini pertanyaan
yang perlu kita tuntaskan terkait dengan hal diatas. Karena, jika budaya ini
kita biarkan begitu saja kita akan dapati satu hal yang sangat menistakan bumi
pertiwi Indonesia. Cukuplah kiranya kita sampai disini menyandang gelar itu.
Fenomena ngaret yang
terjadi di Indonesia, sudah tidak asing lagi di telinga kita. Budaya ini telah
ramai dan menjalar ke semua aspek kehidupan. Satu contoh ketika kita berjanji
dengan teman kita untuk bertemu jam 09.00 wib. Waktu yang kita sepakati ini
sudah ketok palu untuk bertemu. Akan tetapi pada faktaanya, jam 09.00 itu bukan
waktu kita untuk ketemu, melainkan waktu kita keluar dari rumah. Sehingga waktu
yang kita sepakati akan mundur karena perjalanan yang harus di tempuh. Fenomena
ini sama halnya dengan beberapa rapat dan kegiatan-kegiatan lain yang sering
terjadi. Contoh ini merupakan satu gambaran kecil saja mengenai budaya ngaret. Dan
banyak lagi hal-hal yang serupa yang seakan berlalu begitu saja tanpa ada keraguan
dan perasaan bersalah.
Ada satu pendapat
yang mengatakan bahwa budaya yang menjamur di Indonesia ini merupakan budaya
yang dilahirkan karena kebanyakan dari masyarakat kita adalah bercocok tanam
dan bertani. Sedangkan sebagaimana kita tahu bahwa petani tidak memiliki waktu
khusus kapan dia harus berangkat ke swah dan kapan dia harus pulang. Oleh
karenanya, ini menyebabkan terjadinya kebebasan waktu dalam bekerja. Sehingga
dalam masalah yang lain kebiasaan untuk tidak mengatur waktu pun terjadi. Tapi
anehnya, budaya tersebut masih tetap ada meskipun seiring dengan berjalanya
waktu petani semakin berkurang.
Molor dalam waktu,
mundur dalam menepati jadwal merupakan satu budaya yang dosa yang sepantasnya
dihilangkan dari negeri kita. Apalagi jika kita melihat bahwa sebagian besar
warga masyarakatnya beragama Islam. Dimana Islam sangat menganjurkan kepada
setiap pemeluknya untuk menepati waktu. Sebagaimana terkandung dalam perintah
melakukan sholat.
Jika kita
telusuri, ngaret merupakan budaya yang lahir dari berbagai hal. Dari berbagai
hal tersebut ada dua kategori yaitu ngaret karena disengaja dan juga tidak
disengaja. Keduanya merupakan satu hal
yang yang sama tidak terpuji. Akan tetapi jika dilihat dari kualitas sebab yang
menjadikanya, ngaret disengaja lebih tidak terpuji dari ngaret yang dilakukan dengan
unsur ketidaksengajaan. Adapun ngaret yang disengaja bisa terjadi karena
kemalasan dan juga suka menunda waktu. Dalam hal ini berarti lahir dari pribadi
seseorang.
Disamping sebab
diatas, ngaret juga memiliki proses yang menjadikan seseorang melakukan hal
yang sama. Sebab tersebut bermula dari kekecewaan seseorang karena dirinya
pernah menjadi korban ngaret orang lain. Sekali dua kali dia akan memaklumi
ngaret yang menimpanya. Akan tetapi jika hal ini berlaku secara terus menerus,
lama kelamaan dia akan mengikuti langkah yang dilakukan oleh temanya itu.
Karena kekecewaan merupakan satu hal yang menyakitkan. Dimana menunggu
merupakan hal yang paling membosankan. Sehingga lebih baik ditunggu daripada
harus menunggu. Pada tahap selanjutnya kekecewaan yang telah melahirkaan
kemalasan tersebut menjadi kebiasaan yang sudah dimaklumi. Sehingga lahirlah
keinginan untuk tidak menepati waktu karena yang dia yakini dari teman-temanya
akan melakukan hal yang sama. Jika seperti ini maka yang terjadi kemudian adalah
ngaret tidak lagi menjadi satu hal yang tabu melainkan menjadi trend yang
menjamur bahkan membudaya dimana-mana.
Hal lain yang menjadikan seseorang tidak menepati waktu
dilatarbelakangi pula oleh ketidak profesiaonalan dala dalam mengatur waktu.
Dimana managemen waktu sangat menentukan sekali terhadap sukses atau tidaknya
seseorang dalam hidupnya. Semakin dia menghormati waktu, maka semakin dekat dia
dengan kesuksesan. Selanjutnya disamping managemen waktu yang lahir dari pribadi
seseorang ngaret juga dipengaruhi oleh tidak adanya ketegasan dari pihak yang
terkait. Baik dari instansi ataupun seseorang yang menjadi korban
ketidaktepatan waktu orang lain. Hal ini bisa terjadi karena adanya
ketidaktepatan memaknai sabar yang sesungguhnya. Sabar bukan berarti kita harus
memaklumi semua hal yang salah. sabar juga harus diiringi ketegasan dalam
mengatur dan menghargai waktu. Jika pemakluman akan keterlambatan seseorang
semakin banyak terjadi, maka berarti membuka peluang kepada yang lain untuk
melakukan ngaret pada waktu yang berbeda.
Islam sebagai agama yang turun dari langit sangat menghargai waktu
sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat an-nisa: 103
#sÎ*sù ÞOçFøÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2ø$$sù ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
Artinya: Maka apabila kamu Telah
menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan
di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Ayat diatas turun pada saat kondisi perang yang sangat bergejolak.
Dimana peperangan yang dilakukan bukan sudah sangat mendesak. Akan tetapi pada
saat kondisi yang demikian saja masih diperintahkan untuk melakukan sholat.
Bahkan pada akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa sesungguhnya sholat itu
merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan. Dari sisni, Allah
memerintahkan kepada hambaNya untuk senantiasa menepati waktu. sebab sholat
yang diwajibkan kepada hambanya itu merupakan amal yang dilakukan berdasarkan
waktu yang telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Oleh
karenanya jika kita cermati ayat ini akan berarti bahwa waktu itu sangat
berharga. Sehingga dengan sholat manusia dilatih untuk menepati waktu.
pelajaran yang berharga ini bukan hanya kita lakukan saat beribadah saja,
melainkan disetiap langkah kita dalam mengarungi kehidupan pun kedisiplinan
merupakan hal yang harus diutamakan.
Berkaitan dengan masalah waktu, Allah juga telah berfirman dalam
surat al-Furqon: 62
uqèdur Ï%©!$# @yèy_ @ø©9$# u$yg¨Y9$#ur Zpxÿù=Åz ô`yJÏj9 y#ur& br& t2¤t ÷rr& y#ur& #Yqà6ä© ÇÏËÈ
Artinya: Dan dia (pula) yang
menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil
pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
Perputaran waktu
antara siang dan malam merupakan satu kodrat Tuhan dimana manusia sangat
dianjurkan agar lebih banyak mengambil faidah darinya. Sebab, menyia-nyiakan
waktu merupakan kebodohan yang nyata. Sebab, sebagaimana dijelaskan oleh
Quraish Shihab dalam tafsirnya, bahwa setiap hari setiap matahari terbit, akan
muncul satu makhluk yang berkata “hai putra-putri adam, aku ini makhluk baru
sebentar lagi akan pergi dan tidak akan kembali lagi untuk selamanya” jika kita
biarkan begitu saja makhluk itu berlalu, maka yang akan kita dapati adalah
kerugian yang nyata. Sebab, selamanya tidak akan kembali. Berbeda jika kita
tidak mendapatkan uang hari ini, kita bisa mencarinya di hari esok, akan tetapi
jika kita tidak mendapatkan satu kebaikan di hari ini, maka kita tidak akan
mendapatinya sampai kapanpun. Sebab, hari kemarin merupakan perjalanan yang
paling jauh. Tidak ada satupun teknologi yang dapat mencapainya.
Al-Qur’an
seringkali melakukan sumpah dengan waktu. Sebagaimana termaktub dalam berbagai ayat
yang berbeda seperti halnya @ø©9$#ur Demi malam, Ìôfxÿø9$#ur demi waktu fajar, demi waktu dhuha ÓyÕÒ9$#ur dan óÇyèø9$#ur juga demi masa. Kesemuanya merupakan lafadz yang sering digunakan
oleh Allah swt dalam bersumpah. Para ahli tafsir sepakat bahwa ketika Allah
swt. Bersumpah dengan nama sesuatu, maka Allah bermaksud menarik perhatian kita
akan sesuatu itu. Jika kita tinjau pendapat tersebut maka yang dimaksudkan dari
sumpah yang digunakan oleh Allah dalam masalah waktu ini berarti kita
diperintahkan untuk memperhatikan akan waktu. dimana waktu merupakan makhluk
Tuhan yang hanya datang sekali dan tidak akan pernah kembali.
Nabi Muhammad saw
sebagai suri tauladan umat Islam sangat menghargai waktu. beliau sangat
disiplin dalam segala bidang. Lebih-lebih dalam masalah ibadah. Oleh karenanya
kita sebagai umatnya sebaiknya mencontoh apa yang telah dilakukan oleh nabi
kita. Sebab, jika tidak, kefatalan akan menemui kita. Satu contoh yang sampai
menjadikan kefatalan dari ketidak disiplinan sahabat nabi adalah pada saat
perang uhud. Dimana pada saat itu nabi membagi pasukan kedalam beberapa bagian.
Diantaranya adalah pasukan pemanah yang ditempatkan diatas bukit. Nabi
memberikan instruksi kepada semuanya agar tidak melakukan satu tindakan sebelum
ada komando dari nabi. Akan tetapi, ketika peperangan hampir berada diujung
kemenangan kaum kafir qurais melarikan diri. Satu tanda bahwa mereka telah
menyerah. Oleh karenanya, kaum muslimin yang berada di bawah bukit mencoba
mengambil harta rampasan yang ditnggalkan oleh pihak lawan. Akan tetapi satu
kesalahan yang sangat disayangkan adalah pasukan pemanah yang berada diatas
bukit yang juga ikut turun dari bukit karena ingin mengambil harta rampasan.
Padahal pada saat itu, nabi belum memerintahkan kepada mereka untuk turun dari
atas bukit. Maka kelengahan ini dimanfatkan oleh pihak lawan yang mengetahui
kejadian ini. Seranganpun berbalik hingga umat Islam kewalahan menghadapinya.
Kisah diatas
merupakan satu gambaran dimana kedisiplinan sangat berpengaruh terhadap hasil
yang dicapai. Ketidaktepatan waktu yang diambil akan berakibat pada hasil yang
tidak memuaskan. Sebab, waktu adalah modal utama bagi manusia. Oleh karenanya,
sejarah kemanusiaan ditentukan oleh masa.
Daalam suatu hadis
diceritakan bahwa pada suatu ketika nabi pernah ditanya oleh sahabatnya “apakah
amal yang paling utama?’ nabi menjawab “Sholat di awal waktunya”. Jawaban
nabi atas pertanyaan sahabat ini juga sekaligus mengingatkan kepada kita bahwa
esensi sholat disamping sebagai pendekatan diri kepada Allah juga sebagai
latihan kedisiplinan kita dalam berbagai hal. Dalam hadis lain dijelaskan bahwa
“sebagian dari baiknya islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak
penting baginya”.
Dalam urusan
waktu, kita perlu membagi dan mensiasatinya dengan profesional. Hal ini agar
apa yang kita kerjakan bisa tepat dan cepat. Sebab, sebagian tanda dari orang
yang malas adalah cenderung melakukan hal-hal yang santai dibandingkan bekerja
dengan seoptimal mungkin. Dalam
mensiasati waktu yang kita pergunakan, maka kita perlu melihat berbagai hal
diantaranya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sebab, sebagaimana hadis
nabi menjelaskan bahwa apabila suatu perkara ditempatkan pada sesuatu yang
bukan tempatnya maka tunggu saja kehancuranya. Begitu juga waktu, apabila
ia tidak diatur dan tidak ditempatkan pada waktu yang sebenarnya, tunggu saja
kehancuranya. Hal ini berarti budaya ngaret atau tidak tepat waktu juga
merupakan budaya yang dapat menghancurkan hidup manusia.
Manusia sebagai
makhluk berakal memiliki dua kecenderungan yang sangat buruk dimana dia sering
melalaikan dua nikmat yang diberikan oleh Allah swt. Yaitu nikmat sehat dan
juga waktu luang. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi yang artinya” Dua
nikmat dimana banyak manusia yang tertipu adalah nikmat kesehatan dan waktu
luang” (HR. Tirmidzi)
Kedua sifat tersebut memang sudah menjadi sifat alamiyah manusia.
Oleh karenanya kedua sifat tersebut akan selalu dilalaikan. Sehingga jika tiba
waktunya sakit dan juga kesempitan barulah dia merasa bahwa kedua nikmat
tersebut sangat berarti baginya.
Nabi memerintahkan kepada kita untuk menjaga lima hal sebelum
datang lima hal yang lain yaitu masa muda sebelum tua, sehat sebelum sakit,
kaya sebelum miskin, luang sebelum sempit, hidup sebelum mati. Lima hal diatas
merupakan peringatan nabi kepada manusia agar hal-hal yang berkaitan dengan
masalah waktu sangat diperhatikan. Sebab, apabila semuanya telah pergi, maka
rugilah kita karena tidak akan mendapatinya untuk yang kedua kali.
Apabila seseorang tidak menepati waktu maka dia tidak menepati
janji. Sedangkan janji merupakan kumpulan dari tiga hal yaitu waktu, tempat dan
juga materi janji.semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Apabila seseorang tidak memenuhi satu hal diatas, maka berarti dia tidak
menepatti janji. Akan tetapi pemenuhan janji biasanya sangat erat kaitanya
dengan masalah ketepatan waktu. seseorang dinamakan ingkar janji apabila dia
tidak menepati waktu. sebagaimana contoh diatas ketika melakukan pertemuan
dengan waktu yang tidak tepat alias ngaret. Maka memenuhi janji merupakan
hutang yang wajib dipenuhi. Jadi jika seseorang tidak memenuhi janji maka ia
termasuk orang munafik. Sebagaimana rasulullah saw. Menjelaskaan dalam hadisnya
“tanda-tanda orang munafik itu ada tiga yaitu apabila berbicara dia dusta,
apabila berjanji dia mengingkari dan apababila dipercaya dia khianat”. Jika
demikian kiranya ada sangat banyak orang Islam yang tergolong orang munafik.
Begitu pentingnya masalah waktu sehingga Allah dan rosulNya sangat
memperhatikan sekali dengan maslah tersebut. Hanya kita kembalikan lagi kepada
kita sebagai hambaNya yang akan menentukan jalan mana yang akan kita tempuh untuk menggapainya.
Perilaku ngaret yang merupakan sikap indisipliner ini tentu
dilarang oleh agama. Disamping merupakan
sifat yang buruk, ngaret juga memiliki konsekuensi dan akibat yang tidak remeh.
Satu hal misalnya seseorang melakukan ngaret sekali, maka dia akan mendapatkan
citra buruk karena ngaretnya itu. Pada tahap awal citra buruk ini masih bisa
ditolelir karena tidak terlalu fatal. Akan tetapi ketika dia melakukanya untuk
yang kedua kali, maka yang ia dapatkan adalah tidak adanya kepercayaan dari
orang lain. Hal ini karena sikap indisippliner yang dilakukanya sangat
merugikan orang lain. Jika hal ini terus berlanjut, maka dia akan merasakan
kerugian yang nyata.
Orang yang dalam hidupnya tidak disiplin, maka selama itu pula dia
tidak akan mampu meraih kesuksesan. Sebab, waktu yang sejatinya memiliki nilai
yang sangat berharga saja dia tidak hormati. Oleh karenanya, sepatutnya kita
meniru negara Jepang. Meskipun umat Islam hanya minoritas, akan tetapi memiliki
disiplin yang sangat tinggi. Maka pantaslah kirnya Jepang cepat dalam
pembangunan. Termasuk saat dia terpuruk karena bom atom yang diluncurkan oleh
Amerika.
Jika waktu adalah uang, maka orang yang ngaret akan rugi dalam
masalah keuangan. Jika waktu adalah ibadah, maka pelaku ngaret akan rugi karena
ketinggalan dalam beribadah. Dan jika waktu adalah ilmu, maka dia akan rugi
karena ilmu yang ia dapatkan akan berkurang. Sebab ngaret merupakan sikap buruk
yang dapat menyita waktu. Apabila waktu yang disita itu milik kita sendiri, itu
masih mending. Akan tetapi jika waktu yang disita adalah waktu milik umum, maka
dampaknya bukan hanya kita yang merasakan. Akan tetapi semua pihak merasa dirugikan.
Jika demikian halnya, maka ngaret juga bisa digolongkan sebagai
perbuatan korupsi. Meskipun dia tidak mencuri uang secara terang-terangan,
mencuri waktu juga bisa digolongkan dalam korupsi. Sebab, yang dinamakan
korupsi itu bukan saja mengambil uang negara, melainkan memakan hak orang lain
yang tidak selayaknya kita miliki. Dalam hal waktu, orang bisa mengurangi waktu
kerjanya yang semestinya delapan jam menjadi tujuh jam. Atau juga seorang dosen
yang seharusnya mengajar 90 menit, karena datang terlambat maka porsi
mengajanya bisa menjadi 60 menit. Dan juga sebagainya.
Al-Qur’an sangat melarang hal yang demikian karena ini merupakan
dosa dan taubatnya harus meminta maaf kepada orang lain. Sebab hal itu
merupakan kesalahn terhadap sesama manusia yang dosanya akan gugur setelah
meminta maaf kepada orang yang berkaitan. Allah swt berfirman dalam surat
al-baqoroh: 188
wur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)Ìsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya: Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu Mengetahui.
Ayat ini mewajibkan pada kita agar bekerja dengan cara yang benar
dan halal. Bukan menggunakan cara yang batil. Sebab, melakukan kebatilan
merukan larangan Allah yang harus dijauhi. Oleh karenanya jika kita kaitkan
masalah ini dengan budaya ngaret maka makan harta yang batil berupa mengurangi
hak orang lain merupakan hal yang dosa. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Satu hal yang paling penting dari budaya ngaret adalah sangat
membawa kerugian baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Sebagaimana
kita rasakan sekarang, bahwa Indonesia telah memiliki gelar yang menakjubkan
yaitu bangsa ngaret. Maka tidak ada hal lain yang perlu kita lakukan selain
dari melakukan pembenahan dan perbaikan. Sebab, sebagaimana nabi menjelaskan
bahwa “barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, ia adalah
orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin
dia termasuk orang yang merugi”. Jika kita tidak ingin mendapatkan kerugian
tersebut, maka sedini mungkin kita dituntut untuk melakukan pembenahan.
Berkaitan dengan hal waktu Yusuf Qordhowi menjelaskan managemen
waktu agar apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Empat
hal tersebut adalah:
·
Hal
yang sangat penting dan sangat mendesak dikerjakan pada urutan pertama
·
Hal
yang tidak penting dan sangat mendesak dikerjakan pada urutan ke dua
·
Hal
yang sangat penting dan tidak mendesak dikerjakan pada urutan ke tiga
·
Hal
yang tidak penting dan tidak mendesak dikerjakan pada urutan ke empat
Jika managemen waktu diatas kita jaga, maka setidaknya kita akan
mendapatkan keuntungan tersendiri. Sebab, apa yang semestinya menjadi target
kita untuk diselesaikan di awal, kita dahulukan dan apa yang menjadi target
kita ahirkan dapat kita akhirkan.
Selanjutnya, prinsip bahwa waktu adalah uang, waktu adalah amal dan
waktu adalah ilmu juga harus kita tancapkan sebagai prinsip kita agar
senantiasa kita terpanggil dan terketuk hati kita untuk melakukan yang terbaik
bagi hidupnya.
Prinsip yang sebaiknya kita gunakan adalah sebagaimana dalam firman
Allah dalam surat al-Ashr :1-3
ÎóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 Aô£äz ÇËÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaatikebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.
Quraisy Shihab menjelaskan ayat diatas dengan menjelaskan bahwa kata
óÇyèø9$#u merupakan masa dimana kita hidup. Sebagaimana disebutkan ‘ashru
rosul yaitu waktu diman nabi hidup. Ada juga yang mengertikan bahwa ‘ashr secara
bahasa berarti memeras. ‘Ashr merupakan masa dimana kita akan menutup
segala aktifitas pada hari itu. Sehingga jika kita membaca ayat berikutnya,
maka dijelaskan bahwa manusia berada dalam kerugian. Dimana kerugian itu muncul
di ahir kehidupan. Atau dengan kata lain tidak ada kerugian kecuali datang di
belakang. Maka, tidak mungkin adanya seseorang yang mengalami kerugian sat dia
belum melakukan sesuatu.
Ayat diatas juga mengisaratkan kepada kita agar menghargai waktu. Sebab
waktu adalah modal hidup manusia yang paling berharga. Apabila dia telah pergi
maka tak sekalipun dia akan kembali lagi. Ayat kedua menjelaskan pula agar kita
menyadari bahwa manusia sesungguhnya berada dalam aneka ragam kerugian. Dimana
kerugian merupakan segala sesuatu yang akibatnya negatif. Akan tetapi, kerugian
tidak akan dialami karena empat hal diantarnya adalah:
·
Beriman
kepada Allah swt. Dimana iman merupakan kepercayaan hati terhadap sesuatu yang
kita temui. Keimanan kepada Allah swt memiliki konsekuensi agar manusia
melakukan kebaikan dan kepasrahan. Seperti halnya melakukan sholat dan
ibadah-ibadah yang lainya. Keimanan tidak cukup hanya dengan percaya akan
tetapi bukti nyata dari iman tersebut.
·
Beramal
sholeh. Setelah kita beriman kepada Allah swt. Maka setelahnya kita dituntut
untuk melakukan amal sholeh. Yaitu amal yang baik. Dalam hal ini kita juga
dituntut untuk melakukan kedisiplinan dalam segala hal.
·
Saling menasihati dalam kebaikan. Nasihat
saling menasihat merupakan cara agar kita dapat meluruskan hal yang salah dari
saudara kita. Dimana jika hal ini dilakukan maka, manusia senantiasa akan
selalu menginstropeksi diri dan juga membenarkan kesalahan yang ia dapati
·
Saling
menasihati untuk melakukan kesabaran. Setelah kesemua hal diatas kita lakukan
maka yang terahir adalah melakukan kesabaran. Sabar dalam susahnya menepati
janji. Sabar dalam beratnya tepat waktu. Serta sabar dalam menghadapi cobaan
dan ujian yang Allah berikan.
Keempat hal diatas kiranya menjadi alat untuk berlatih agar kita
senantiasa menepati waktu. dengan penuh
keimanan dan kesabaran. Karena jika kita hanya melakukan iman saja, berarti
kita masih dalam keadaan rugi. Sebab masih ada tiga sarat lain yang harus
dipenuhi. Apabila kita hanya melakukan keimanan dan beramal sholeh maka kita
hanya akan terbebas dari setengah kerugian. Maka, jika kita telah melakukan
semuanya, barulah kita akan terbebas dari semua kerugian. Demikian dijelaskan
oleh Quraish shihab.
Berkaitan dengan masalah waktu, nabi Muhammad saw telah membaginya
kedalam empat masa diantaranya adalah:
·
Waktu
untuk berdialog dengan Tuhan. Maksud dari waktu ini adalah waktu untuk kita
berdzikir mengingat Allah swt. Baik dengan cara melakukan sholat lima waktu
ataupun ibadah-ibada lain yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
·
Waktu
untuk instropeksi diri. Waktu ini merrupakan waktu yang harus disiapkan oleh
manusia dalam menghadapi hidupnya. Dimana instropeksi merupakan hal yang wajib
kita lakukan sebagai sarana untuk mengetahui sejauh mana kita beramal dan
sejauh man kita melakukan sesuatu. Bila hal ini dilakukan, kiranya kita
senantiasa akan melakukan perbaikan demi perbaikan. Sehingga kualitas kita
semakin hari semakin bertambah baik.
·
Waktu
untuk berfikir tentang ciptaan Allah. Sebagaimana Allah perintahkan kepada sekalian
manusia agar berfikir tentang makhluk Allah, akan tetapi jangan berfikir
tentang dzat Allah karena akal manusia tidak akan pernah mampu menjangkaunya.
·
Waktu
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Disamping manusia memiliki waktu yang
disediakan untuk diri dan tuhanya, manusia juga harus menyiapkan waktu untuk
memenuhi haknya sebagai kepala keluarga. Dimana keluarga juga merupakan
tanggung jawab kepala rumah tangga. Oleh karenanya, tidak dibenarkan jika
manusia hanya berpangku tangan menunggu rejeki yang turun dari langit. Karena
sesungguhnya usahalah yang dituntut oleh agama.
Demikian jika setiap individu yang beragama Islam senantiasa
melakukan dan menjalankan perintah agama, maka budaya ngaret sedikit-demi
sedikit akan mulai hilang. Sebab, sangat jelas kiranya bahwa perintah untuk
menghargai waktu sangat ditekankan dan dianjurkan kepada setiap orang.
Setidaknya pengetahuan agama serta kedisiplinan yang dijaga akan menjadikan
kita semakin tahu bagaimana cara mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
ngaret merupakan budaya yang tidak terpuji. Sebab ia juga termasuk sikap
indisipliner yang harus dijauhi. Disamping itu, ngaret sama dengan melanggar
janji yang jika dikaitkan dengan hadis nabi maka ia termasuk tanda-tanda dari
orang munafik.
Jika budaya ngaret terus dibudayakan, maka kita tidak akan pernah
merasakan kemajuan. Baik dalam keilmuan, teknologi dan juga kemajuan dalam
segala bidang. Sampai kapanpun kita ngaret, maka sejauh itu pula peradaban
tidak akan kita bentuk.
Sedangkan hal yang paling menakutkan adalah budaya ngaret merupakan
bagian dari korupsi waktu. Jika hal itu dilakukan, maka apa yang kita makan
dari hasil kerja ngaret maka sesungguhnya uang yang kita makan adalah uang yang
haram. Dengan catatan bahwa ngaret yang disengaja merupakan kesengajaan. Akan
tetapi jika ngaret yang dilakukan tidak memiliki unsur kesengajaan, maka hal
itu memang tidak disamakan dengan yang dilakukan dengan sengaja.
Adapun solusi agar budaya ngaret dimusnahkan dari bumi pertiwi ini
adalah dengan cara mengetur waktu dengan sebaik-baiknya, profeisonal, sesuai
dengan tolak ukur yang pasti agar mencapai hasil optimaldalam segala hal.
Meskipun demikian budaya ngaret tidak dapat dimusnahkan dengan serta merta.
Melainkan dengan cara bertahap langkah demi langkah. Melatih diri juga
merupakan satu hal yang harus kita lakukan demi terselesaikanya masalah yang
telah lama bangsa kita alami. Jika hal ini terjadi, maka terhapuslah ungkapan
“lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali”
Wallaahu a’lam bisshowab
Daftar Pustaka
Al-Bukhori, Muhammad bin Ismail, al-Jami’ al-Shohih, Cet. 1,
Daar al-syu’ab, Kairo. 2001.
At-Tirmidzi, al-jami’ al-shohih al-Tirmidzi, juz 4, Daar al
Ihya al-Turots, Beirut, 1998.
Dawud, Abu, Sunan Abu Dawud, Daar al-kutub al-‘arobiy,
Beirut, 1997.
Ghanim, Muhammad Salman, Kritik Ortodoksi, Lkis, Yogyakarta,
2000.
Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 30, Pustaka Panjimas, jakarta,
1982
Hibban, Ibnu, Shohih Ibn Hibban, Mu’asshoshoh, juz 2, Kairo,
1995
Syafi’i, Rahmat, al-Hadis, Pustaka Setia, Bandung,2000.
Shihab, Quraisy, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta,
2011
Qordhowi, Yusuf, Fikih Prioritas, Robbani Press, Jakarta,
1999.