Blem.com: Bada Kupat, Tradisi yang Patut dilestarikan

Minggu, Agustus 03, 2014

Bada Kupat, Tradisi yang Patut dilestarikan

Bada Kupat, Tradisi yang Patut dilestarikan
Oleh: Ahmad Badruddin[1]

            Bagi sebagian besar kaum muslimin peringatan hari raya (bada) diperingati dua kali dalam setahun. Yaitu hari raya idul fitri tanggal 1 syawwal  dan juga hari raya idul adha tanggal 10 dzul hijjah. Berkaitan dengan kedua hari raya tersebut ada sebagian masyarakat Cirebon menamai hari raya idul fitri dengan sebutan raya cilik. Sedangkan hari raya idul adha disebut sebagai raya agung. Namun terlepas dari itu semua  ada satu hari raya lagi yang juga diperingati oleh masyarakat  Cirebon yaitu  “raya kupat” atau “bada kupat”.
            Bada kupat merupakan tradisi turun temurun  yang dirayakan pada hari ke 7 di bulan syawwal. Dimana kata “bada” berasal dari kata “bakda” dalam  bahasa Arab berarti rampung, sudah dan juga selesai. Dalam hal ini tentunya setelah selesai melakukan puasa ramadhan selama sebulan. Oleh karenanya  pada hari itu disebut bada atau lebaran sebagai perayaan dari selesainya ibadah puasa ramadhan. Demikian juga dengan “bada kupat” yaitu perayaan yang dilakukan setelah orang selesai melakukan puasa sunnah selama enam hari di bulan syawwal. Sebagaimana sabda nabi yang diriwayatkan oleh imam Muslim bahwa “barangsiapa  yang melakukan puasa di bulan ramadhan dan enam hari di bulan syawal maka seperti halnya berpuasa setahun penuh”. Begitu amat besar pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada orang yang melakukan puasa selama enam hari di bulan syawal. Oleh karenanya pantaslah kiranya orang Islam merayakan kebahagiaan itu dengan merayakan kemenangan tersebut dengan bada kupat. Disamping bada kupat, orang Jawa juga sering menamainya dengan syawalan.
            Dalam ajaran Islam, sebenarnya Rosulullah saw tidak menganjurkan untuk merayakan bada kupat. Yang ada hanyalah perayaan idul fitri. Dimana  hari tersebut merupakan hari kemenangan bagi umat Islam setelah sebulan penuh melaksanakan puasa ramadhan. Di hari itu dosa-dosa yang berhubungan dengan Allah dan juga manusia dihapuskan setelah melakukan silaturahmi dan juga saling memaafkan.
            Hidangan ketupat pada perayaan bada kupat bukan sembarang makanan yang dihidangkan. Dilihat dari namanya, ketupat atau kupat memiliki filosofi arti tersendiri yaitu “ngaku lepat” atau dalam bahasa Indonesia berarti “mengakui kesalahan”. Baik kesalahan yang disengaja ataupun tidak disengaja. Kemudian jika kita melihat pada bentuknya, ketupat memiliki dua macam bentuk yaitu ada yang memiliki empat sisi. Serta ada juga yang enam atau tujuh sisi. Filosofi Jawa menunjukan bahwa kupat yang memiliki empat sisi berarti “laku kang papat” (melakukan empat hal). Empat hal tersebut adalah puasa ramadhan, membayar zakat fitrah, sholat ied dan juga puasa enam hari di bulan syawal. Sedangkan ketupat yang memiliki enam  atau tujuh sisi berarti rukun iman yang enam. Sedangkan tujuh memiliki arti yang tidak terbatas. Beberapa diantaranya adalah Allah menciptakan langit dan bumi sebanyak tujuh lapis, tujuh hari dalam seminggu, serta keistimewaan-keistimewaan lain yang terkandung di dalamnya. Adapun janur kuning yang membungkusnya berarti kesucian dan isi ketupat yang berwarna  putih berarti  kesucian.
Selidik demi selidik, ternyata peringatan bada kupat memang banyak dilakukan oleh orang-orang di Jawa seperti Pekalongan, Solo, Jepara, Pati serta yang lainya. Hanya saja proses perayaanya yang berbeda. Ada yang merayakan bada kupat dengan cara berkumpul di masjid  atau mushola. Kemudian mereka melakukan doa bersama dan diakhiri dengan makan kupat bersama. Ada juga yang merayakanya dengan cara mengirim ketupat kepada kerabat yang lebih tua. Di Cirebon, terutama di pesantren Gedongan, Buntet, Kempek dan juga yang lainya dilakukan dengan silaturahmi santri dan juga masyarakat yang jauh dari komplek pesantren ke guru dan para kiai. Hal ini  disamping bertujuan ingin meminta maaf, juga mencari berkah dari para kiai. Akan tetapi meskipun berbeda dalam hal perayaanya, pada akhirnya adalah sama yaitu makan ketupat bersama.
            Tradisi yang sangat baik ini perlu dilestarikan. Kenapa? karena mengingat sekarang banyak masyarakat yang tidak memperdulikan lagi masalah tradisi dan terbawa oleh budaya pop yang cenderung instan dan tak ingin repot. Padahal, tradisi tersebut mengajarkan kerukunan dan kebersamaan. Maka, jika hal ini berhasil dilakukan akan terciptalah orang Islam yang kuat sebagaimana Nabi sabdakan “orang muslim adalah saudaranya orang muslim, antara yang satu dan yang lainya saling menguatkan”. Maka bukankah kebersamaan yang kita inginkan? Jika kita tidak memperdulikan,  siapa lagi?
           




[1] Penulis adalah mahasiswa santri Pondok Pesantren Sirojussu’adai Gedongan Cirebon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar