Blem.com

Minggu, Maret 20, 2016

Budaya Ngaret ditinjau dari Sudut Pandang Islam

Budaya berasal dari kata budhi yang artinya akal. Maka berarti bahwa budaya merupakan hasil pemikiran dari akal manusia. Oleh karenanya, apa yang muncul dari akal merupakan budaya. Edward Burnet Tylor menjelaskan bahwa budaya merupakan kompleks keseluruhan yang mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dari sini, kita dapat mendapatkan penjelasan bahwa pada dasarnya budaya itu merupakan apa yang dihasilkan oleh pikiran masyarakat baik itu berupa kepercayaan, adat serta hal lain yang kaitanya dengan akal manusia. Oleh karenanya, ngaret yang merupakan satu hal yang tercipta dari kebiasaan dan sudut pandang berfikir manusia juga merupakan satu budaya.
Indonesia yang membentang dari sabang sampai Merauke memiliki berbagai macam budaya. Hal ini tentu membuat kita bangga akan kekayaan itu. Sebagai warga Indonesia yang baik, sepantasnya kita melestarikan budaya yang kita miliki tersebut. Jangan sampai budaya-budaya yang kita miliki direbut dan diakui oleh negara lain. Seperti halnya reog ponorogo yang diakui oleh Malaysia serta sederetan budaya lain yang Indonesia sendiri baru merasa memilikinya setelah budaya tersebut diakui oleh negara lain.
            Dari budaya-budaya yang ada ini, Indonesia memiliki satu budaya yang tidak mungkin direbut dan dimiliki dengan suka cita oleh negara lain. Karena budaya itu merupakan budaya yang sangat buruk. Yaitu budaya ngaret. Ngaret yang berasal dari kata karet yang artinya lentur, elastis, dan juga molor. Ini berarti jika ngaret dikaitkan dengan budaya berarti budaya tidak tepat waktu. Waktu yang semestinya ditepati, dapat berubah-ubah sesuai keinginan hati.
            Budaya yang satu ini sangat merajalela dan menyebar di Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “belum menjadi orang Indonesia kalau tidak ngaret”. Bukan hanya kalangan bawah tapi juga kalangan atas dari para pemegang tampuk kekuasaan negeri ini memiliki budaya yang sama. Jangankan seorang yang bekerja di ladang seperti para petani, anggota DPR pun sering ngaret saat ada rapat. Jangankan seorang mahasiswa, dosen nya pun seakan biasa saja saat melakukanya. Negeri karet. Negeri molor dan negeri tidak tepat waktu. Itulah sederatan gelar yang disandang oleh kita.
            Ngaret merupakan penyakit akut yang menjadi sosok yang sudah lumrah terjadi pada masyarakat Indonesia. Ngaret sangat erat kaitanya dengan sikap indisipliner. Dimana sikap tersebut merupakan satu hal yang harus dimiliki oleh setiap individu yang beriman.
            Al-qur’an sebagai landasan hidup kita senantiasa menunutut kita untuk memiliki sikap disiplin. Baik dalam hal waktu, janji ataupun yang lainya. Sebab ketika kita melakukan sesuatu maka tolak ukur yang kita gunakan adalah al-Qur’an dan juga hadis nabi. Jika budaya ini ditinjau dari sudut pandang keduanya, apakah ini merupakan budaya yang layak kita banggakan atau justru sebaliknya? Ini menjadi pertanyaan penting ketika kita hendak mengkaji budaya tersebut dari sudut pandang Islam.
            Ketika budaya ngaret sudah sangat lekat dengan kita, maka pertanyaan selanjutnya juga muncul kembali apakah uang yang dihasilkan dari bekerja tidak tepat waktu merupakan gaji buta? Selanjutnya apa juga kerugian yang akan didapatkan bila ngaret ini sering terjadi? Dan terahir, bagaimana solusi yang perlu kita tempuh agar budaya ngeret ini tidak lagi dinobatkan kepada bangsa kita ini? Ini pertanyaan yang perlu kita tuntaskan terkait dengan hal diatas. Karena, jika budaya ini kita biarkan begitu saja kita akan dapati satu hal yang sangat menistakan bumi pertiwi Indonesia. Cukuplah kiranya kita sampai disini menyandang gelar itu.
            Fenomena ngaret yang terjadi di Indonesia, sudah tidak asing lagi di telinga kita. Budaya ini telah ramai dan menjalar ke semua aspek kehidupan. Satu contoh ketika kita berjanji dengan teman kita untuk bertemu jam 09.00 wib. Waktu yang kita sepakati ini sudah ketok palu untuk bertemu. Akan tetapi pada faktaanya, jam 09.00 itu bukan waktu kita untuk ketemu, melainkan waktu kita keluar dari rumah. Sehingga waktu yang kita sepakati akan mundur karena perjalanan yang harus di tempuh. Fenomena ini sama halnya dengan beberapa rapat dan kegiatan-kegiatan lain yang sering terjadi. Contoh ini merupakan satu gambaran kecil saja mengenai budaya ngaret. Dan banyak lagi hal-hal yang serupa yang seakan berlalu begitu saja tanpa ada keraguan dan perasaan bersalah.
            Ada satu pendapat yang mengatakan bahwa budaya yang menjamur di Indonesia ini merupakan budaya yang dilahirkan karena kebanyakan dari masyarakat kita adalah bercocok tanam dan bertani. Sedangkan sebagaimana kita tahu bahwa petani tidak memiliki waktu khusus kapan dia harus berangkat ke swah dan kapan dia harus pulang. Oleh karenanya, ini menyebabkan terjadinya kebebasan waktu dalam bekerja. Sehingga dalam masalah yang lain kebiasaan untuk tidak mengatur waktu pun terjadi. Tapi anehnya, budaya tersebut masih tetap ada meskipun seiring dengan berjalanya waktu petani semakin berkurang.
            Molor dalam waktu, mundur dalam menepati jadwal merupakan satu budaya yang dosa yang sepantasnya dihilangkan dari negeri kita. Apalagi jika kita melihat bahwa sebagian besar warga masyarakatnya beragama Islam. Dimana Islam sangat menganjurkan kepada setiap pemeluknya untuk menepati waktu. Sebagaimana terkandung dalam perintah melakukan sholat.
            Jika kita telusuri, ngaret merupakan budaya yang lahir dari berbagai hal. Dari berbagai hal tersebut ada dua kategori yaitu ngaret karena disengaja dan juga tidak disengaja. Keduanya merupakan  satu hal yang yang sama tidak terpuji. Akan tetapi jika dilihat dari kualitas sebab yang menjadikanya, ngaret disengaja lebih tidak terpuji dari ngaret yang dilakukan dengan unsur ketidaksengajaan. Adapun ngaret yang disengaja bisa terjadi karena kemalasan dan juga suka menunda waktu. Dalam hal ini berarti lahir dari pribadi seseorang.
            Disamping sebab diatas, ngaret juga memiliki proses yang menjadikan seseorang melakukan hal yang sama. Sebab tersebut bermula dari kekecewaan seseorang karena dirinya pernah menjadi korban ngaret orang lain. Sekali dua kali dia akan memaklumi ngaret yang menimpanya. Akan tetapi jika hal ini berlaku secara terus menerus, lama kelamaan dia akan mengikuti langkah yang dilakukan oleh temanya itu. Karena kekecewaan merupakan satu hal yang menyakitkan. Dimana menunggu merupakan hal yang paling membosankan. Sehingga lebih baik ditunggu daripada harus menunggu. Pada tahap selanjutnya kekecewaan yang telah melahirkaan kemalasan tersebut menjadi kebiasaan yang sudah dimaklumi. Sehingga lahirlah keinginan untuk tidak menepati waktu karena yang dia yakini dari teman-temanya akan melakukan hal yang sama. Jika seperti ini maka yang terjadi kemudian adalah ngaret tidak lagi menjadi satu hal yang tabu melainkan menjadi trend yang menjamur bahkan membudaya dimana-mana.
Hal lain yang menjadikan seseorang tidak menepati waktu dilatarbelakangi pula oleh ketidak profesiaonalan dala dalam mengatur waktu. Dimana managemen waktu sangat menentukan sekali terhadap sukses atau tidaknya seseorang dalam hidupnya. Semakin dia menghormati waktu, maka semakin dekat dia dengan kesuksesan. Selanjutnya disamping managemen waktu yang lahir dari pribadi seseorang ngaret juga dipengaruhi oleh tidak adanya ketegasan dari pihak yang terkait. Baik dari instansi ataupun seseorang yang menjadi korban ketidaktepatan waktu orang lain. Hal ini bisa terjadi karena adanya ketidaktepatan memaknai sabar yang sesungguhnya. Sabar bukan berarti kita harus memaklumi semua hal yang salah. sabar juga harus diiringi ketegasan dalam mengatur dan menghargai waktu. Jika pemakluman akan keterlambatan seseorang semakin banyak terjadi, maka berarti membuka peluang kepada yang lain untuk melakukan ngaret pada waktu yang berbeda.
Islam sebagai agama yang turun dari langit sangat menghargai waktu sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat an-nisa: 103


#sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
Artinya: Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Ayat diatas turun pada saat kondisi perang yang sangat bergejolak. Dimana peperangan yang dilakukan bukan sudah sangat mendesak. Akan tetapi pada saat kondisi yang demikian saja masih diperintahkan untuk melakukan sholat. Bahkan pada akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa sesungguhnya sholat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan. Dari sisni, Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk senantiasa menepati waktu. sebab sholat yang diwajibkan kepada hambanya itu merupakan amal yang dilakukan berdasarkan waktu yang telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Oleh karenanya jika kita cermati ayat ini akan berarti bahwa waktu itu sangat berharga. Sehingga dengan sholat manusia dilatih untuk menepati waktu. pelajaran yang berharga ini bukan hanya kita lakukan saat beribadah saja, melainkan disetiap langkah kita dalam mengarungi kehidupan pun kedisiplinan merupakan hal yang harus diutamakan.
Berkaitan dengan masalah waktu, Allah juga telah berfirman dalam surat al-Furqon: 62


uqèdur Ï%©!$# Ÿ@yèy_ Ÿ@øŠ©9$# u$yg¨Y9$#ur Zpxÿù=Åz ô`yJÏj9 yŠ#ur& br& tž2¤tƒ ÷rr& yŠ#ur& #Yqà6ä© ÇÏËÈ

Artinya: Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
           
            Perputaran waktu antara siang dan malam merupakan satu kodrat Tuhan dimana manusia sangat dianjurkan agar lebih banyak mengambil faidah darinya. Sebab, menyia-nyiakan waktu merupakan kebodohan yang nyata. Sebab, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya, bahwa setiap hari setiap matahari terbit, akan muncul satu makhluk yang berkata “hai putra-putri adam, aku ini makhluk baru sebentar lagi akan pergi dan tidak akan kembali lagi untuk selamanya” jika kita biarkan begitu saja makhluk itu berlalu, maka yang akan kita dapati adalah kerugian yang nyata. Sebab, selamanya tidak akan kembali. Berbeda jika kita tidak mendapatkan uang hari ini, kita bisa mencarinya di hari esok, akan tetapi jika kita tidak mendapatkan satu kebaikan di hari ini, maka kita tidak akan mendapatinya sampai kapanpun. Sebab, hari kemarin merupakan perjalanan yang paling jauh. Tidak ada satupun teknologi yang dapat mencapainya.
            Al-Qur’an seringkali melakukan sumpah dengan waktu. Sebagaimana termaktub dalam berbagai ayat yang berbeda seperti halnya @ø©9$#ur Demi malam, ̍ôfxÿø9$#ur demi waktu fajar, demi waktu dhuha ÓyÕÒ9$#ur dan ŽóÇyèø9$#ur juga demi masa. Kesemuanya merupakan lafadz yang sering digunakan oleh Allah swt dalam bersumpah. Para ahli tafsir sepakat bahwa ketika Allah swt. Bersumpah dengan nama sesuatu, maka Allah bermaksud menarik perhatian kita akan sesuatu itu. Jika kita tinjau pendapat tersebut maka yang dimaksudkan dari sumpah yang digunakan oleh Allah dalam masalah waktu ini berarti kita diperintahkan untuk memperhatikan akan waktu. dimana waktu merupakan makhluk Tuhan yang hanya datang sekali dan tidak akan pernah kembali.
            Nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan umat Islam sangat menghargai waktu. beliau sangat disiplin dalam segala bidang. Lebih-lebih dalam masalah ibadah. Oleh karenanya kita sebagai umatnya sebaiknya mencontoh apa yang telah dilakukan oleh nabi kita. Sebab, jika tidak, kefatalan akan menemui kita. Satu contoh yang sampai menjadikan kefatalan dari ketidak disiplinan sahabat nabi adalah pada saat perang uhud. Dimana pada saat itu nabi membagi pasukan kedalam beberapa bagian. Diantaranya adalah pasukan pemanah yang ditempatkan diatas bukit. Nabi memberikan instruksi kepada semuanya agar tidak melakukan satu tindakan sebelum ada komando dari nabi. Akan tetapi, ketika peperangan hampir berada diujung kemenangan kaum kafir qurais melarikan diri. Satu tanda bahwa mereka telah menyerah. Oleh karenanya, kaum muslimin yang berada di bawah bukit mencoba mengambil harta rampasan yang ditnggalkan oleh pihak lawan. Akan tetapi satu kesalahan yang sangat disayangkan adalah pasukan pemanah yang berada diatas bukit yang juga ikut turun dari bukit karena ingin mengambil harta rampasan. Padahal pada saat itu, nabi belum memerintahkan kepada mereka untuk turun dari atas bukit. Maka kelengahan ini dimanfatkan oleh pihak lawan yang mengetahui kejadian ini. Seranganpun berbalik hingga umat Islam kewalahan menghadapinya.
            Kisah diatas merupakan satu gambaran dimana kedisiplinan sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Ketidaktepatan waktu yang diambil akan berakibat pada hasil yang tidak memuaskan. Sebab, waktu adalah modal utama bagi manusia. Oleh karenanya, sejarah kemanusiaan ditentukan oleh masa.
            Daalam suatu hadis diceritakan bahwa pada suatu ketika nabi pernah ditanya oleh sahabatnya “apakah amal yang paling utama?’ nabi menjawab “Sholat di awal waktunya”. Jawaban nabi atas pertanyaan sahabat ini juga sekaligus mengingatkan kepada kita bahwa esensi sholat disamping sebagai pendekatan diri kepada Allah juga sebagai latihan kedisiplinan kita dalam berbagai hal. Dalam hadis lain dijelaskan bahwa “sebagian dari baiknya islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak penting baginya”.
            Dalam urusan waktu, kita perlu membagi dan mensiasatinya dengan profesional. Hal ini agar apa yang kita kerjakan bisa tepat dan cepat. Sebab, sebagian tanda dari orang yang malas adalah cenderung melakukan hal-hal yang santai dibandingkan bekerja dengan seoptimal mungkin.          Dalam mensiasati waktu yang kita pergunakan, maka kita perlu melihat berbagai hal diantaranya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sebab, sebagaimana hadis nabi menjelaskan bahwa apabila suatu perkara ditempatkan pada sesuatu yang bukan tempatnya maka tunggu saja kehancuranya. Begitu juga waktu, apabila ia tidak diatur dan tidak ditempatkan pada waktu yang sebenarnya, tunggu saja kehancuranya. Hal ini berarti budaya ngaret atau tidak tepat waktu juga merupakan budaya yang dapat menghancurkan hidup manusia.
            Manusia sebagai makhluk berakal memiliki dua kecenderungan yang sangat buruk dimana dia sering melalaikan dua nikmat yang diberikan oleh Allah swt. Yaitu nikmat sehat dan juga waktu luang. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi yang artinya” Dua nikmat dimana banyak manusia yang tertipu adalah nikmat kesehatan dan waktu luang” (HR. Tirmidzi)
Kedua sifat tersebut memang sudah menjadi sifat alamiyah manusia. Oleh karenanya kedua sifat tersebut akan selalu dilalaikan. Sehingga jika tiba waktunya sakit dan juga kesempitan barulah dia merasa bahwa kedua nikmat tersebut sangat berarti baginya.
Nabi memerintahkan kepada kita untuk menjaga lima hal sebelum datang lima hal yang lain yaitu masa muda sebelum tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, luang sebelum sempit, hidup sebelum mati. Lima hal diatas merupakan peringatan nabi kepada manusia agar hal-hal yang berkaitan dengan masalah waktu sangat diperhatikan. Sebab, apabila semuanya telah pergi, maka rugilah kita karena tidak akan mendapatinya untuk yang kedua kali.
Apabila seseorang tidak menepati waktu maka dia tidak menepati janji. Sedangkan janji merupakan kumpulan dari tiga hal yaitu waktu, tempat dan juga materi janji.semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Apabila seseorang tidak memenuhi satu hal diatas, maka berarti dia tidak menepatti janji. Akan tetapi pemenuhan janji biasanya sangat erat kaitanya dengan masalah ketepatan waktu. seseorang dinamakan ingkar janji apabila dia tidak menepati waktu. sebagaimana contoh diatas ketika melakukan pertemuan dengan waktu yang tidak tepat alias ngaret. Maka memenuhi janji merupakan hutang yang wajib dipenuhi. Jadi jika seseorang tidak memenuhi janji maka ia termasuk orang munafik. Sebagaimana rasulullah saw. Menjelaskaan dalam hadisnya “tanda-tanda orang munafik itu ada tiga yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mengingkari dan apababila dipercaya dia khianat”. Jika demikian kiranya ada sangat banyak orang Islam yang tergolong orang munafik.
Begitu pentingnya masalah waktu sehingga Allah dan rosulNya sangat memperhatikan sekali dengan maslah tersebut. Hanya kita kembalikan lagi kepada kita sebagai hambaNya yang akan menentukan jalan  mana yang akan kita tempuh untuk menggapainya.
Perilaku ngaret yang merupakan sikap indisipliner ini tentu dilarang oleh agama. Disamping  merupakan sifat yang buruk, ngaret juga memiliki konsekuensi dan akibat yang tidak remeh. Satu hal misalnya seseorang melakukan ngaret sekali, maka dia akan mendapatkan citra buruk karena ngaretnya itu. Pada tahap awal citra buruk ini masih bisa ditolelir karena tidak terlalu fatal. Akan tetapi ketika dia melakukanya untuk yang kedua kali, maka yang ia dapatkan adalah tidak adanya kepercayaan dari orang lain. Hal ini karena sikap indisippliner yang dilakukanya sangat merugikan orang lain. Jika hal ini terus berlanjut, maka dia akan merasakan kerugian yang nyata.
Orang yang dalam hidupnya tidak disiplin, maka selama itu pula dia tidak akan mampu meraih kesuksesan. Sebab, waktu yang sejatinya memiliki nilai yang sangat berharga saja dia tidak hormati. Oleh karenanya, sepatutnya kita meniru negara Jepang. Meskipun umat Islam hanya minoritas, akan tetapi memiliki disiplin yang sangat tinggi. Maka pantaslah kirnya Jepang cepat dalam pembangunan. Termasuk saat dia terpuruk karena bom atom yang diluncurkan oleh Amerika.  
Jika waktu adalah uang, maka orang yang ngaret akan rugi dalam masalah keuangan. Jika waktu adalah ibadah, maka pelaku ngaret akan rugi karena ketinggalan dalam beribadah. Dan jika waktu adalah ilmu, maka dia akan rugi karena ilmu yang ia dapatkan akan berkurang. Sebab ngaret merupakan sikap buruk yang dapat menyita waktu. Apabila waktu yang disita itu milik kita sendiri, itu masih mending. Akan tetapi jika waktu yang disita adalah waktu milik umum, maka dampaknya bukan hanya kita yang merasakan. Akan tetapi semua pihak merasa dirugikan.
Jika demikian halnya, maka ngaret juga bisa digolongkan sebagai perbuatan korupsi. Meskipun dia tidak mencuri uang secara terang-terangan, mencuri waktu juga bisa digolongkan dalam korupsi. Sebab, yang dinamakan korupsi itu bukan saja mengambil uang negara, melainkan memakan hak orang lain yang tidak selayaknya kita miliki. Dalam hal waktu, orang bisa mengurangi waktu kerjanya yang semestinya delapan jam menjadi tujuh jam. Atau juga seorang dosen yang seharusnya mengajar 90 menit, karena datang terlambat maka porsi mengajanya bisa menjadi 60 menit. Dan juga sebagainya.
Al-Qur’an sangat melarang hal yang demikian karena ini merupakan dosa dan taubatnya harus meminta maaf kepada orang lain. Sebab hal itu merupakan kesalahn terhadap sesama manusia yang dosanya akan gugur setelah meminta maaf kepada orang yang berkaitan. Allah swt berfirman dalam surat al-baqoroh: 188

Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.

Ayat ini mewajibkan pada kita agar bekerja dengan cara yang benar dan halal. Bukan menggunakan cara yang batil. Sebab, melakukan kebatilan merukan larangan Allah yang harus dijauhi. Oleh karenanya jika kita kaitkan masalah ini dengan budaya ngaret maka makan harta yang batil berupa mengurangi hak orang lain merupakan hal yang dosa. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Satu hal yang paling penting dari budaya ngaret adalah sangat membawa kerugian baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Sebagaimana kita rasakan sekarang, bahwa Indonesia telah memiliki gelar yang menakjubkan yaitu bangsa ngaret. Maka tidak ada hal lain yang perlu kita lakukan selain dari melakukan pembenahan dan perbaikan. Sebab, sebagaimana nabi menjelaskan bahwa “barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, ia adalah orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dia termasuk orang yang merugi”. Jika kita tidak ingin mendapatkan kerugian tersebut, maka sedini mungkin kita dituntut untuk melakukan pembenahan.
Berkaitan dengan hal waktu Yusuf Qordhowi menjelaskan managemen waktu agar apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Empat hal tersebut adalah:
·         Hal yang sangat penting dan sangat mendesak dikerjakan pada urutan pertama
·         Hal yang tidak penting dan sangat mendesak dikerjakan pada urutan ke dua
·         Hal yang sangat penting dan tidak mendesak dikerjakan pada urutan ke tiga
·         Hal yang tidak penting dan tidak mendesak dikerjakan pada urutan ke empat
Jika managemen waktu diatas kita jaga, maka setidaknya kita akan mendapatkan keuntungan tersendiri. Sebab, apa yang semestinya menjadi target kita untuk diselesaikan di awal, kita dahulukan dan apa yang menjadi target kita ahirkan dapat kita akhirkan.
Selanjutnya, prinsip bahwa waktu adalah uang, waktu adalah amal dan waktu adalah ilmu juga harus kita tancapkan sebagai prinsip kita agar senantiasa kita terpanggil dan terketuk hati kita untuk melakukan yang terbaik bagi hidupnya.
Prinsip yang sebaiknya kita gunakan adalah sebagaimana dalam firman Allah dalam surat al-Ashr :1-3
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ    ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ  žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaatikebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Quraisy Shihab menjelaskan ayat diatas dengan menjelaskan bahwa kata ŽóÇyèø9$#u merupakan masa dimana kita hidup. Sebagaimana disebutkan ‘ashru rosul yaitu waktu diman nabi hidup.  Ada juga yang mengertikan bahwa ‘ashr secara bahasa berarti memeras. Ashr merupakan masa dimana kita akan menutup segala aktifitas pada hari itu. Sehingga jika kita membaca ayat berikutnya, maka dijelaskan bahwa manusia berada dalam kerugian. Dimana kerugian itu muncul di ahir kehidupan. Atau dengan kata lain tidak ada kerugian kecuali datang di belakang. Maka, tidak mungkin adanya seseorang yang mengalami kerugian sat dia belum melakukan sesuatu.
Ayat diatas juga mengisaratkan kepada kita agar menghargai waktu. Sebab waktu adalah modal hidup manusia yang paling berharga. Apabila dia telah pergi maka tak sekalipun dia akan kembali lagi. Ayat kedua menjelaskan pula agar kita menyadari bahwa manusia sesungguhnya berada dalam aneka ragam kerugian. Dimana kerugian merupakan segala sesuatu yang akibatnya negatif. Akan tetapi, kerugian tidak akan dialami karena empat hal diantarnya adalah:
·         Beriman kepada Allah swt. Dimana iman merupakan kepercayaan hati terhadap sesuatu yang kita temui. Keimanan kepada Allah swt memiliki konsekuensi agar manusia melakukan kebaikan dan kepasrahan. Seperti halnya melakukan sholat dan ibadah-ibadah yang lainya. Keimanan tidak cukup hanya dengan percaya akan tetapi bukti nyata dari iman tersebut.
·         Beramal sholeh. Setelah kita beriman kepada Allah swt. Maka setelahnya kita dituntut untuk melakukan amal sholeh. Yaitu amal yang baik. Dalam hal ini kita juga dituntut untuk melakukan kedisiplinan dalam segala hal.
·          Saling menasihati dalam kebaikan. Nasihat saling menasihat merupakan cara agar kita dapat meluruskan hal yang salah dari saudara kita. Dimana jika hal ini dilakukan maka, manusia senantiasa akan selalu menginstropeksi diri dan juga membenarkan kesalahan yang ia dapati
·         Saling menasihati untuk melakukan kesabaran. Setelah kesemua hal diatas kita lakukan maka yang terahir adalah melakukan kesabaran. Sabar dalam susahnya menepati janji. Sabar dalam beratnya tepat waktu. Serta sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian yang Allah berikan.

Keempat hal diatas kiranya menjadi alat untuk berlatih agar kita senantiasa menepati waktu. dengan  penuh keimanan dan kesabaran. Karena jika kita hanya melakukan iman saja, berarti kita masih dalam keadaan rugi. Sebab masih ada tiga sarat lain yang harus dipenuhi. Apabila kita hanya melakukan keimanan dan beramal sholeh maka kita hanya akan terbebas dari setengah kerugian. Maka, jika kita telah melakukan semuanya, barulah kita akan terbebas dari semua kerugian. Demikian dijelaskan oleh Quraish shihab.
Berkaitan dengan masalah waktu, nabi Muhammad saw telah membaginya kedalam empat masa diantaranya adalah:
·         Waktu untuk berdialog dengan Tuhan. Maksud dari waktu ini adalah waktu untuk kita berdzikir mengingat Allah swt. Baik dengan cara melakukan sholat lima waktu ataupun ibadah-ibada lain yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
·         Waktu untuk instropeksi diri. Waktu ini merrupakan waktu yang harus disiapkan oleh manusia dalam menghadapi hidupnya. Dimana instropeksi merupakan hal yang wajib kita lakukan sebagai sarana untuk mengetahui sejauh mana kita beramal dan sejauh man kita melakukan sesuatu. Bila hal ini dilakukan, kiranya kita senantiasa akan melakukan perbaikan demi perbaikan. Sehingga kualitas kita semakin hari semakin bertambah baik.
·         Waktu untuk berfikir tentang ciptaan Allah. Sebagaimana Allah perintahkan kepada sekalian manusia agar berfikir tentang makhluk Allah, akan tetapi jangan berfikir tentang dzat Allah karena akal manusia tidak akan pernah mampu menjangkaunya.
·         Waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Disamping manusia memiliki waktu yang disediakan untuk diri dan tuhanya, manusia juga harus menyiapkan waktu untuk memenuhi haknya sebagai kepala keluarga. Dimana keluarga juga merupakan tanggung jawab kepala rumah tangga. Oleh karenanya, tidak dibenarkan jika manusia hanya berpangku tangan menunggu rejeki yang turun dari langit. Karena sesungguhnya usahalah yang dituntut oleh agama.
Demikian jika setiap individu yang beragama Islam senantiasa melakukan dan menjalankan perintah agama, maka budaya ngaret sedikit-demi sedikit akan mulai hilang. Sebab, sangat jelas kiranya bahwa perintah untuk menghargai waktu sangat ditekankan dan dianjurkan kepada setiap orang. Setidaknya pengetahuan agama serta kedisiplinan yang dijaga akan menjadikan kita semakin tahu bagaimana cara mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ngaret merupakan budaya yang tidak terpuji. Sebab ia juga termasuk sikap indisipliner yang harus dijauhi. Disamping itu, ngaret sama dengan melanggar janji yang jika dikaitkan dengan hadis nabi maka ia termasuk tanda-tanda dari orang munafik.
Jika budaya ngaret terus dibudayakan, maka kita tidak akan pernah merasakan kemajuan. Baik dalam keilmuan, teknologi dan juga kemajuan dalam segala bidang. Sampai kapanpun kita ngaret, maka sejauh itu pula peradaban tidak akan kita bentuk.
Sedangkan hal yang paling menakutkan adalah budaya ngaret merupakan bagian dari korupsi waktu. Jika hal itu dilakukan, maka apa yang kita makan dari hasil kerja ngaret maka sesungguhnya uang yang kita makan adalah uang yang haram. Dengan catatan bahwa ngaret yang disengaja merupakan kesengajaan. Akan tetapi jika ngaret yang dilakukan tidak memiliki unsur kesengajaan, maka hal itu memang tidak disamakan dengan yang dilakukan dengan sengaja.
Adapun solusi agar budaya ngaret dimusnahkan dari bumi pertiwi ini adalah dengan cara mengetur waktu dengan sebaik-baiknya, profeisonal, sesuai dengan tolak ukur yang pasti agar mencapai hasil optimaldalam segala hal. Meskipun demikian budaya ngaret tidak dapat dimusnahkan dengan serta merta. Melainkan dengan cara bertahap langkah demi langkah. Melatih diri juga merupakan satu hal yang harus kita lakukan demi terselesaikanya masalah yang telah lama bangsa kita alami. Jika hal ini terjadi, maka terhapuslah ungkapan “lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali”
Wallaahu a’lam bisshowab

Daftar Pustaka

Al-Bukhori, Muhammad bin Ismail, al-Jami’ al-Shohih, Cet. 1, Daar al-syu’ab, Kairo. 2001.
At-Tirmidzi, al-jami’ al-shohih al-Tirmidzi, juz 4, Daar al Ihya al-Turots, Beirut, 1998.
Dawud, Abu, Sunan Abu Dawud, Daar al-kutub al-‘arobiy, Beirut, 1997.
Ghanim, Muhammad Salman, Kritik Ortodoksi, Lkis, Yogyakarta, 2000.
Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 30, Pustaka Panjimas, jakarta, 1982
Hibban, Ibnu, Shohih Ibn Hibban, Mu’asshoshoh, juz 2, Kairo, 1995
Syafi’i, Rahmat, al-Hadis, Pustaka Setia, Bandung,2000.
Shihab, Quraisy, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2011
Qordhowi, Yusuf, Fikih Prioritas, Robbani Press, Jakarta, 1999.
 Budaya Ngaret ditinjau dari Sudut Pandang Islam

Budaya berasal dari kata budhi yang artinya akal. Maka berarti bahwa budaya merupakan hasil pemikiran dari akal manusia. Oleh karenanya, apa yang muncul dari akal merupakan budaya. Edward Burnet Tylor menjelaskan bahwa budaya merupakan kompleks keseluruhan yang mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dari sini, kita dapat mendapatkan penjelasan bahwa pada dasarnya budaya itu merupakan apa yang dihasilkan oleh pikiran masyarakat baik itu berupa kepercayaan, adat serta hal lain yang kaitanya dengan akal manusia. Oleh karenanya, ngaret yang merupakan satu hal yang tercipta dari kebiasaan dan sudut pandang berfikir manusia juga merupakan satu budaya.
Indonesia yang membentang dari sabang sampai Merauke memiliki berbagai macam budaya. Hal ini tentu membuat kita bangga akan kekayaan itu. Sebagai warga Indonesia yang baik, sepantasnya kita melestarikan budaya yang kita miliki tersebut. Jangan sampai budaya-budaya yang kita miliki direbut dan diakui oleh negara lain. Seperti halnya reog ponorogo yang diakui oleh Malaysia serta sederetan budaya lain yang Indonesia sendiri baru merasa memilikinya setelah budaya tersebut diakui oleh negara lain.
            Dari budaya-budaya yang ada ini, Indonesia memiliki satu budaya yang tidak mungkin direbut dan dimiliki dengan suka cita oleh negara lain. Karena budaya itu merupakan budaya yang sangat buruk. Yaitu budaya ngaret. Ngaret yang berasal dari kata karet yang artinya lentur, elastis, dan juga molor. Ini berarti jika ngaret dikaitkan dengan budaya berarti budaya tidak tepat waktu. Waktu yang semestinya ditepati, dapat berubah-ubah sesuai keinginan hati.
            Budaya yang satu ini sangat merajalela dan menyebar di Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “belum menjadi orang Indonesia kalau tidak ngaret”. Bukan hanya kalangan bawah tapi juga kalangan atas dari para pemegang tampuk kekuasaan negeri ini memiliki budaya yang sama. Jangankan seorang yang bekerja di ladang seperti para petani, anggota DPR pun sering ngaret saat ada rapat. Jangankan seorang mahasiswa, dosen nya pun seakan biasa saja saat melakukanya. Negeri karet. Negeri molor dan negeri tidak tepat waktu. Itulah sederatan gelar yang disandang oleh kita.
            Ngaret merupakan penyakit akut yang menjadi sosok yang sudah lumrah terjadi pada masyarakat Indonesia. Ngaret sangat erat kaitanya dengan sikap indisipliner. Dimana sikap tersebut merupakan satu hal yang harus dimiliki oleh setiap individu yang beriman.
            Al-qur’an sebagai landasan hidup kita senantiasa menunutut kita untuk memiliki sikap disiplin. Baik dalam hal waktu, janji ataupun yang lainya. Sebab ketika kita melakukan sesuatu maka tolak ukur yang kita gunakan adalah al-Qur’an dan juga hadis nabi. Jika budaya ini ditinjau dari sudut pandang keduanya, apakah ini merupakan budaya yang layak kita banggakan atau justru sebaliknya? Ini menjadi pertanyaan penting ketika kita hendak mengkaji budaya tersebut dari sudut pandang Islam.
            Ketika budaya ngaret sudah sangat lekat dengan kita, maka pertanyaan selanjutnya juga muncul kembali apakah uang yang dihasilkan dari bekerja tidak tepat waktu merupakan gaji buta? Selanjutnya apa juga kerugian yang akan didapatkan bila ngaret ini sering terjadi? Dan terahir, bagaimana solusi yang perlu kita tempuh agar budaya ngeret ini tidak lagi dinobatkan kepada bangsa kita ini? Ini pertanyaan yang perlu kita tuntaskan terkait dengan hal diatas. Karena, jika budaya ini kita biarkan begitu saja kita akan dapati satu hal yang sangat menistakan bumi pertiwi Indonesia. Cukuplah kiranya kita sampai disini menyandang gelar itu.
            Fenomena ngaret yang terjadi di Indonesia, sudah tidak asing lagi di telinga kita. Budaya ini telah ramai dan menjalar ke semua aspek kehidupan. Satu contoh ketika kita berjanji dengan teman kita untuk bertemu jam 09.00 wib. Waktu yang kita sepakati ini sudah ketok palu untuk bertemu. Akan tetapi pada faktaanya, jam 09.00 itu bukan waktu kita untuk ketemu, melainkan waktu kita keluar dari rumah. Sehingga waktu yang kita sepakati akan mundur karena perjalanan yang harus di tempuh. Fenomena ini sama halnya dengan beberapa rapat dan kegiatan-kegiatan lain yang sering terjadi. Contoh ini merupakan satu gambaran kecil saja mengenai budaya ngaret. Dan banyak lagi hal-hal yang serupa yang seakan berlalu begitu saja tanpa ada keraguan dan perasaan bersalah.
            Ada satu pendapat yang mengatakan bahwa budaya yang menjamur di Indonesia ini merupakan budaya yang dilahirkan karena kebanyakan dari masyarakat kita adalah bercocok tanam dan bertani. Sedangkan sebagaimana kita tahu bahwa petani tidak memiliki waktu khusus kapan dia harus berangkat ke swah dan kapan dia harus pulang. Oleh karenanya, ini menyebabkan terjadinya kebebasan waktu dalam bekerja. Sehingga dalam masalah yang lain kebiasaan untuk tidak mengatur waktu pun terjadi. Tapi anehnya, budaya tersebut masih tetap ada meskipun seiring dengan berjalanya waktu petani semakin berkurang.
            Molor dalam waktu, mundur dalam menepati jadwal merupakan satu budaya yang dosa yang sepantasnya dihilangkan dari negeri kita. Apalagi jika kita melihat bahwa sebagian besar warga masyarakatnya beragama Islam. Dimana Islam sangat menganjurkan kepada setiap pemeluknya untuk menepati waktu. Sebagaimana terkandung dalam perintah melakukan sholat.
            Jika kita telusuri, ngaret merupakan budaya yang lahir dari berbagai hal. Dari berbagai hal tersebut ada dua kategori yaitu ngaret karena disengaja dan juga tidak disengaja. Keduanya merupakan  satu hal yang yang sama tidak terpuji. Akan tetapi jika dilihat dari kualitas sebab yang menjadikanya, ngaret disengaja lebih tidak terpuji dari ngaret yang dilakukan dengan unsur ketidaksengajaan. Adapun ngaret yang disengaja bisa terjadi karena kemalasan dan juga suka menunda waktu. Dalam hal ini berarti lahir dari pribadi seseorang.
            Disamping sebab diatas, ngaret juga memiliki proses yang menjadikan seseorang melakukan hal yang sama. Sebab tersebut bermula dari kekecewaan seseorang karena dirinya pernah menjadi korban ngaret orang lain. Sekali dua kali dia akan memaklumi ngaret yang menimpanya. Akan tetapi jika hal ini berlaku secara terus menerus, lama kelamaan dia akan mengikuti langkah yang dilakukan oleh temanya itu. Karena kekecewaan merupakan satu hal yang menyakitkan. Dimana menunggu merupakan hal yang paling membosankan. Sehingga lebih baik ditunggu daripada harus menunggu. Pada tahap selanjutnya kekecewaan yang telah melahirkaan kemalasan tersebut menjadi kebiasaan yang sudah dimaklumi. Sehingga lahirlah keinginan untuk tidak menepati waktu karena yang dia yakini dari teman-temanya akan melakukan hal yang sama. Jika seperti ini maka yang terjadi kemudian adalah ngaret tidak lagi menjadi satu hal yang tabu melainkan menjadi trend yang menjamur bahkan membudaya dimana-mana.
Hal lain yang menjadikan seseorang tidak menepati waktu dilatarbelakangi pula oleh ketidak profesiaonalan dala dalam mengatur waktu. Dimana managemen waktu sangat menentukan sekali terhadap sukses atau tidaknya seseorang dalam hidupnya. Semakin dia menghormati waktu, maka semakin dekat dia dengan kesuksesan. Selanjutnya disamping managemen waktu yang lahir dari pribadi seseorang ngaret juga dipengaruhi oleh tidak adanya ketegasan dari pihak yang terkait. Baik dari instansi ataupun seseorang yang menjadi korban ketidaktepatan waktu orang lain. Hal ini bisa terjadi karena adanya ketidaktepatan memaknai sabar yang sesungguhnya. Sabar bukan berarti kita harus memaklumi semua hal yang salah. sabar juga harus diiringi ketegasan dalam mengatur dan menghargai waktu. Jika pemakluman akan keterlambatan seseorang semakin banyak terjadi, maka berarti membuka peluang kepada yang lain untuk melakukan ngaret pada waktu yang berbeda.
Islam sebagai agama yang turun dari langit sangat menghargai waktu sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an surat an-nisa: 103


#sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
Artinya: Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Ayat diatas turun pada saat kondisi perang yang sangat bergejolak. Dimana peperangan yang dilakukan bukan sudah sangat mendesak. Akan tetapi pada saat kondisi yang demikian saja masih diperintahkan untuk melakukan sholat. Bahkan pada akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa sesungguhnya sholat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan. Dari sisni, Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk senantiasa menepati waktu. sebab sholat yang diwajibkan kepada hambanya itu merupakan amal yang dilakukan berdasarkan waktu yang telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Oleh karenanya jika kita cermati ayat ini akan berarti bahwa waktu itu sangat berharga. Sehingga dengan sholat manusia dilatih untuk menepati waktu. pelajaran yang berharga ini bukan hanya kita lakukan saat beribadah saja, melainkan disetiap langkah kita dalam mengarungi kehidupan pun kedisiplinan merupakan hal yang harus diutamakan.
Berkaitan dengan masalah waktu, Allah juga telah berfirman dalam surat al-Furqon: 62


uqèdur Ï%©!$# Ÿ@yèy_ Ÿ@øŠ©9$# u$yg¨Y9$#ur Zpxÿù=Åz ô`yJÏj9 yŠ#ur& br& tž2¤tƒ ÷rr& yŠ#ur& #Yqà6ä© ÇÏËÈ

Artinya: Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
           
            Perputaran waktu antara siang dan malam merupakan satu kodrat Tuhan dimana manusia sangat dianjurkan agar lebih banyak mengambil faidah darinya. Sebab, menyia-nyiakan waktu merupakan kebodohan yang nyata. Sebab, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya, bahwa setiap hari setiap matahari terbit, akan muncul satu makhluk yang berkata “hai putra-putri adam, aku ini makhluk baru sebentar lagi akan pergi dan tidak akan kembali lagi untuk selamanya” jika kita biarkan begitu saja makhluk itu berlalu, maka yang akan kita dapati adalah kerugian yang nyata. Sebab, selamanya tidak akan kembali. Berbeda jika kita tidak mendapatkan uang hari ini, kita bisa mencarinya di hari esok, akan tetapi jika kita tidak mendapatkan satu kebaikan di hari ini, maka kita tidak akan mendapatinya sampai kapanpun. Sebab, hari kemarin merupakan perjalanan yang paling jauh. Tidak ada satupun teknologi yang dapat mencapainya.
            Al-Qur’an seringkali melakukan sumpah dengan waktu. Sebagaimana termaktub dalam berbagai ayat yang berbeda seperti halnya @ø©9$#ur Demi malam, ̍ôfxÿø9$#ur demi waktu fajar, demi waktu dhuha ÓyÕÒ9$#ur dan ŽóÇyèø9$#ur juga demi masa. Kesemuanya merupakan lafadz yang sering digunakan oleh Allah swt dalam bersumpah. Para ahli tafsir sepakat bahwa ketika Allah swt. Bersumpah dengan nama sesuatu, maka Allah bermaksud menarik perhatian kita akan sesuatu itu. Jika kita tinjau pendapat tersebut maka yang dimaksudkan dari sumpah yang digunakan oleh Allah dalam masalah waktu ini berarti kita diperintahkan untuk memperhatikan akan waktu. dimana waktu merupakan makhluk Tuhan yang hanya datang sekali dan tidak akan pernah kembali.
            Nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan umat Islam sangat menghargai waktu. beliau sangat disiplin dalam segala bidang. Lebih-lebih dalam masalah ibadah. Oleh karenanya kita sebagai umatnya sebaiknya mencontoh apa yang telah dilakukan oleh nabi kita. Sebab, jika tidak, kefatalan akan menemui kita. Satu contoh yang sampai menjadikan kefatalan dari ketidak disiplinan sahabat nabi adalah pada saat perang uhud. Dimana pada saat itu nabi membagi pasukan kedalam beberapa bagian. Diantaranya adalah pasukan pemanah yang ditempatkan diatas bukit. Nabi memberikan instruksi kepada semuanya agar tidak melakukan satu tindakan sebelum ada komando dari nabi. Akan tetapi, ketika peperangan hampir berada diujung kemenangan kaum kafir qurais melarikan diri. Satu tanda bahwa mereka telah menyerah. Oleh karenanya, kaum muslimin yang berada di bawah bukit mencoba mengambil harta rampasan yang ditnggalkan oleh pihak lawan. Akan tetapi satu kesalahan yang sangat disayangkan adalah pasukan pemanah yang berada diatas bukit yang juga ikut turun dari bukit karena ingin mengambil harta rampasan. Padahal pada saat itu, nabi belum memerintahkan kepada mereka untuk turun dari atas bukit. Maka kelengahan ini dimanfatkan oleh pihak lawan yang mengetahui kejadian ini. Seranganpun berbalik hingga umat Islam kewalahan menghadapinya.
            Kisah diatas merupakan satu gambaran dimana kedisiplinan sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Ketidaktepatan waktu yang diambil akan berakibat pada hasil yang tidak memuaskan. Sebab, waktu adalah modal utama bagi manusia. Oleh karenanya, sejarah kemanusiaan ditentukan oleh masa.
            Daalam suatu hadis diceritakan bahwa pada suatu ketika nabi pernah ditanya oleh sahabatnya “apakah amal yang paling utama?’ nabi menjawab “Sholat di awal waktunya”. Jawaban nabi atas pertanyaan sahabat ini juga sekaligus mengingatkan kepada kita bahwa esensi sholat disamping sebagai pendekatan diri kepada Allah juga sebagai latihan kedisiplinan kita dalam berbagai hal. Dalam hadis lain dijelaskan bahwa “sebagian dari baiknya islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak penting baginya”.
            Dalam urusan waktu, kita perlu membagi dan mensiasatinya dengan profesional. Hal ini agar apa yang kita kerjakan bisa tepat dan cepat. Sebab, sebagian tanda dari orang yang malas adalah cenderung melakukan hal-hal yang santai dibandingkan bekerja dengan seoptimal mungkin.          Dalam mensiasati waktu yang kita pergunakan, maka kita perlu melihat berbagai hal diantaranya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sebab, sebagaimana hadis nabi menjelaskan bahwa apabila suatu perkara ditempatkan pada sesuatu yang bukan tempatnya maka tunggu saja kehancuranya. Begitu juga waktu, apabila ia tidak diatur dan tidak ditempatkan pada waktu yang sebenarnya, tunggu saja kehancuranya. Hal ini berarti budaya ngaret atau tidak tepat waktu juga merupakan budaya yang dapat menghancurkan hidup manusia.
            Manusia sebagai makhluk berakal memiliki dua kecenderungan yang sangat buruk dimana dia sering melalaikan dua nikmat yang diberikan oleh Allah swt. Yaitu nikmat sehat dan juga waktu luang. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi yang artinya” Dua nikmat dimana banyak manusia yang tertipu adalah nikmat kesehatan dan waktu luang” (HR. Tirmidzi)
Kedua sifat tersebut memang sudah menjadi sifat alamiyah manusia. Oleh karenanya kedua sifat tersebut akan selalu dilalaikan. Sehingga jika tiba waktunya sakit dan juga kesempitan barulah dia merasa bahwa kedua nikmat tersebut sangat berarti baginya.
Nabi memerintahkan kepada kita untuk menjaga lima hal sebelum datang lima hal yang lain yaitu masa muda sebelum tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, luang sebelum sempit, hidup sebelum mati. Lima hal diatas merupakan peringatan nabi kepada manusia agar hal-hal yang berkaitan dengan masalah waktu sangat diperhatikan. Sebab, apabila semuanya telah pergi, maka rugilah kita karena tidak akan mendapatinya untuk yang kedua kali.
Apabila seseorang tidak menepati waktu maka dia tidak menepati janji. Sedangkan janji merupakan kumpulan dari tiga hal yaitu waktu, tempat dan juga materi janji.semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Apabila seseorang tidak memenuhi satu hal diatas, maka berarti dia tidak menepatti janji. Akan tetapi pemenuhan janji biasanya sangat erat kaitanya dengan masalah ketepatan waktu. seseorang dinamakan ingkar janji apabila dia tidak menepati waktu. sebagaimana contoh diatas ketika melakukan pertemuan dengan waktu yang tidak tepat alias ngaret. Maka memenuhi janji merupakan hutang yang wajib dipenuhi. Jadi jika seseorang tidak memenuhi janji maka ia termasuk orang munafik. Sebagaimana rasulullah saw. Menjelaskaan dalam hadisnya “tanda-tanda orang munafik itu ada tiga yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mengingkari dan apababila dipercaya dia khianat”. Jika demikian kiranya ada sangat banyak orang Islam yang tergolong orang munafik.
Begitu pentingnya masalah waktu sehingga Allah dan rosulNya sangat memperhatikan sekali dengan maslah tersebut. Hanya kita kembalikan lagi kepada kita sebagai hambaNya yang akan menentukan jalan  mana yang akan kita tempuh untuk menggapainya.
Perilaku ngaret yang merupakan sikap indisipliner ini tentu dilarang oleh agama. Disamping  merupakan sifat yang buruk, ngaret juga memiliki konsekuensi dan akibat yang tidak remeh. Satu hal misalnya seseorang melakukan ngaret sekali, maka dia akan mendapatkan citra buruk karena ngaretnya itu. Pada tahap awal citra buruk ini masih bisa ditolelir karena tidak terlalu fatal. Akan tetapi ketika dia melakukanya untuk yang kedua kali, maka yang ia dapatkan adalah tidak adanya kepercayaan dari orang lain. Hal ini karena sikap indisippliner yang dilakukanya sangat merugikan orang lain. Jika hal ini terus berlanjut, maka dia akan merasakan kerugian yang nyata.
Orang yang dalam hidupnya tidak disiplin, maka selama itu pula dia tidak akan mampu meraih kesuksesan. Sebab, waktu yang sejatinya memiliki nilai yang sangat berharga saja dia tidak hormati. Oleh karenanya, sepatutnya kita meniru negara Jepang. Meskipun umat Islam hanya minoritas, akan tetapi memiliki disiplin yang sangat tinggi. Maka pantaslah kirnya Jepang cepat dalam pembangunan. Termasuk saat dia terpuruk karena bom atom yang diluncurkan oleh Amerika.  
Jika waktu adalah uang, maka orang yang ngaret akan rugi dalam masalah keuangan. Jika waktu adalah ibadah, maka pelaku ngaret akan rugi karena ketinggalan dalam beribadah. Dan jika waktu adalah ilmu, maka dia akan rugi karena ilmu yang ia dapatkan akan berkurang. Sebab ngaret merupakan sikap buruk yang dapat menyita waktu. Apabila waktu yang disita itu milik kita sendiri, itu masih mending. Akan tetapi jika waktu yang disita adalah waktu milik umum, maka dampaknya bukan hanya kita yang merasakan. Akan tetapi semua pihak merasa dirugikan.
Jika demikian halnya, maka ngaret juga bisa digolongkan sebagai perbuatan korupsi. Meskipun dia tidak mencuri uang secara terang-terangan, mencuri waktu juga bisa digolongkan dalam korupsi. Sebab, yang dinamakan korupsi itu bukan saja mengambil uang negara, melainkan memakan hak orang lain yang tidak selayaknya kita miliki. Dalam hal waktu, orang bisa mengurangi waktu kerjanya yang semestinya delapan jam menjadi tujuh jam. Atau juga seorang dosen yang seharusnya mengajar 90 menit, karena datang terlambat maka porsi mengajanya bisa menjadi 60 menit. Dan juga sebagainya.
Al-Qur’an sangat melarang hal yang demikian karena ini merupakan dosa dan taubatnya harus meminta maaf kepada orang lain. Sebab hal itu merupakan kesalahn terhadap sesama manusia yang dosanya akan gugur setelah meminta maaf kepada orang yang berkaitan. Allah swt berfirman dalam surat al-baqoroh: 188

Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.

Ayat ini mewajibkan pada kita agar bekerja dengan cara yang benar dan halal. Bukan menggunakan cara yang batil. Sebab, melakukan kebatilan merukan larangan Allah yang harus dijauhi. Oleh karenanya jika kita kaitkan masalah ini dengan budaya ngaret maka makan harta yang batil berupa mengurangi hak orang lain merupakan hal yang dosa. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Satu hal yang paling penting dari budaya ngaret adalah sangat membawa kerugian baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Sebagaimana kita rasakan sekarang, bahwa Indonesia telah memiliki gelar yang menakjubkan yaitu bangsa ngaret. Maka tidak ada hal lain yang perlu kita lakukan selain dari melakukan pembenahan dan perbaikan. Sebab, sebagaimana nabi menjelaskan bahwa “barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, ia adalah orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dia termasuk orang yang merugi”. Jika kita tidak ingin mendapatkan kerugian tersebut, maka sedini mungkin kita dituntut untuk melakukan pembenahan.
Berkaitan dengan hal waktu Yusuf Qordhowi menjelaskan managemen waktu agar apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Empat hal tersebut adalah:
·         Hal yang sangat penting dan sangat mendesak dikerjakan pada urutan pertama
·         Hal yang tidak penting dan sangat mendesak dikerjakan pada urutan ke dua
·         Hal yang sangat penting dan tidak mendesak dikerjakan pada urutan ke tiga
·         Hal yang tidak penting dan tidak mendesak dikerjakan pada urutan ke empat
Jika managemen waktu diatas kita jaga, maka setidaknya kita akan mendapatkan keuntungan tersendiri. Sebab, apa yang semestinya menjadi target kita untuk diselesaikan di awal, kita dahulukan dan apa yang menjadi target kita ahirkan dapat kita akhirkan.
Selanjutnya, prinsip bahwa waktu adalah uang, waktu adalah amal dan waktu adalah ilmu juga harus kita tancapkan sebagai prinsip kita agar senantiasa kita terpanggil dan terketuk hati kita untuk melakukan yang terbaik bagi hidupnya.
Prinsip yang sebaiknya kita gunakan adalah sebagaimana dalam firman Allah dalam surat al-Ashr :1-3
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ    ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ  žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaatikebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Quraisy Shihab menjelaskan ayat diatas dengan menjelaskan bahwa kata ŽóÇyèø9$#u merupakan masa dimana kita hidup. Sebagaimana disebutkan ‘ashru rosul yaitu waktu diman nabi hidup.  Ada juga yang mengertikan bahwa ‘ashr secara bahasa berarti memeras. Ashr merupakan masa dimana kita akan menutup segala aktifitas pada hari itu. Sehingga jika kita membaca ayat berikutnya, maka dijelaskan bahwa manusia berada dalam kerugian. Dimana kerugian itu muncul di ahir kehidupan. Atau dengan kata lain tidak ada kerugian kecuali datang di belakang. Maka, tidak mungkin adanya seseorang yang mengalami kerugian sat dia belum melakukan sesuatu.
Ayat diatas juga mengisaratkan kepada kita agar menghargai waktu. Sebab waktu adalah modal hidup manusia yang paling berharga. Apabila dia telah pergi maka tak sekalipun dia akan kembali lagi. Ayat kedua menjelaskan pula agar kita menyadari bahwa manusia sesungguhnya berada dalam aneka ragam kerugian. Dimana kerugian merupakan segala sesuatu yang akibatnya negatif. Akan tetapi, kerugian tidak akan dialami karena empat hal diantarnya adalah:
·         Beriman kepada Allah swt. Dimana iman merupakan kepercayaan hati terhadap sesuatu yang kita temui. Keimanan kepada Allah swt memiliki konsekuensi agar manusia melakukan kebaikan dan kepasrahan. Seperti halnya melakukan sholat dan ibadah-ibadah yang lainya. Keimanan tidak cukup hanya dengan percaya akan tetapi bukti nyata dari iman tersebut.
·         Beramal sholeh. Setelah kita beriman kepada Allah swt. Maka setelahnya kita dituntut untuk melakukan amal sholeh. Yaitu amal yang baik. Dalam hal ini kita juga dituntut untuk melakukan kedisiplinan dalam segala hal.
·          Saling menasihati dalam kebaikan. Nasihat saling menasihat merupakan cara agar kita dapat meluruskan hal yang salah dari saudara kita. Dimana jika hal ini dilakukan maka, manusia senantiasa akan selalu menginstropeksi diri dan juga membenarkan kesalahan yang ia dapati
·         Saling menasihati untuk melakukan kesabaran. Setelah kesemua hal diatas kita lakukan maka yang terahir adalah melakukan kesabaran. Sabar dalam susahnya menepati janji. Sabar dalam beratnya tepat waktu. Serta sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian yang Allah berikan.

Keempat hal diatas kiranya menjadi alat untuk berlatih agar kita senantiasa menepati waktu. dengan  penuh keimanan dan kesabaran. Karena jika kita hanya melakukan iman saja, berarti kita masih dalam keadaan rugi. Sebab masih ada tiga sarat lain yang harus dipenuhi. Apabila kita hanya melakukan keimanan dan beramal sholeh maka kita hanya akan terbebas dari setengah kerugian. Maka, jika kita telah melakukan semuanya, barulah kita akan terbebas dari semua kerugian. Demikian dijelaskan oleh Quraish shihab.
Berkaitan dengan masalah waktu, nabi Muhammad saw telah membaginya kedalam empat masa diantaranya adalah:
·         Waktu untuk berdialog dengan Tuhan. Maksud dari waktu ini adalah waktu untuk kita berdzikir mengingat Allah swt. Baik dengan cara melakukan sholat lima waktu ataupun ibadah-ibada lain yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
·         Waktu untuk instropeksi diri. Waktu ini merrupakan waktu yang harus disiapkan oleh manusia dalam menghadapi hidupnya. Dimana instropeksi merupakan hal yang wajib kita lakukan sebagai sarana untuk mengetahui sejauh mana kita beramal dan sejauh man kita melakukan sesuatu. Bila hal ini dilakukan, kiranya kita senantiasa akan melakukan perbaikan demi perbaikan. Sehingga kualitas kita semakin hari semakin bertambah baik.
·         Waktu untuk berfikir tentang ciptaan Allah. Sebagaimana Allah perintahkan kepada sekalian manusia agar berfikir tentang makhluk Allah, akan tetapi jangan berfikir tentang dzat Allah karena akal manusia tidak akan pernah mampu menjangkaunya.
·         Waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Disamping manusia memiliki waktu yang disediakan untuk diri dan tuhanya, manusia juga harus menyiapkan waktu untuk memenuhi haknya sebagai kepala keluarga. Dimana keluarga juga merupakan tanggung jawab kepala rumah tangga. Oleh karenanya, tidak dibenarkan jika manusia hanya berpangku tangan menunggu rejeki yang turun dari langit. Karena sesungguhnya usahalah yang dituntut oleh agama.
Demikian jika setiap individu yang beragama Islam senantiasa melakukan dan menjalankan perintah agama, maka budaya ngaret sedikit-demi sedikit akan mulai hilang. Sebab, sangat jelas kiranya bahwa perintah untuk menghargai waktu sangat ditekankan dan dianjurkan kepada setiap orang. Setidaknya pengetahuan agama serta kedisiplinan yang dijaga akan menjadikan kita semakin tahu bagaimana cara mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ngaret merupakan budaya yang tidak terpuji. Sebab ia juga termasuk sikap indisipliner yang harus dijauhi. Disamping itu, ngaret sama dengan melanggar janji yang jika dikaitkan dengan hadis nabi maka ia termasuk tanda-tanda dari orang munafik.
Jika budaya ngaret terus dibudayakan, maka kita tidak akan pernah merasakan kemajuan. Baik dalam keilmuan, teknologi dan juga kemajuan dalam segala bidang. Sampai kapanpun kita ngaret, maka sejauh itu pula peradaban tidak akan kita bentuk.
Sedangkan hal yang paling menakutkan adalah budaya ngaret merupakan bagian dari korupsi waktu. Jika hal itu dilakukan, maka apa yang kita makan dari hasil kerja ngaret maka sesungguhnya uang yang kita makan adalah uang yang haram. Dengan catatan bahwa ngaret yang disengaja merupakan kesengajaan. Akan tetapi jika ngaret yang dilakukan tidak memiliki unsur kesengajaan, maka hal itu memang tidak disamakan dengan yang dilakukan dengan sengaja.
Adapun solusi agar budaya ngaret dimusnahkan dari bumi pertiwi ini adalah dengan cara mengetur waktu dengan sebaik-baiknya, profeisonal, sesuai dengan tolak ukur yang pasti agar mencapai hasil optimaldalam segala hal. Meskipun demikian budaya ngaret tidak dapat dimusnahkan dengan serta merta. Melainkan dengan cara bertahap langkah demi langkah. Melatih diri juga merupakan satu hal yang harus kita lakukan demi terselesaikanya masalah yang telah lama bangsa kita alami. Jika hal ini terjadi, maka terhapuslah ungkapan “lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali”
Wallaahu a’lam bisshowab

Daftar Pustaka

Al-Bukhori, Muhammad bin Ismail, al-Jami’ al-Shohih, Cet. 1, Daar al-syu’ab, Kairo. 2001.
At-Tirmidzi, al-jami’ al-shohih al-Tirmidzi, juz 4, Daar al Ihya al-Turots, Beirut, 1998.
Dawud, Abu, Sunan Abu Dawud, Daar al-kutub al-‘arobiy, Beirut, 1997.
Ghanim, Muhammad Salman, Kritik Ortodoksi, Lkis, Yogyakarta, 2000.
Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 30, Pustaka Panjimas, jakarta, 1982
Hibban, Ibnu, Shohih Ibn Hibban, Mu’asshoshoh, juz 2, Kairo, 1995
Syafi’i, Rahmat, al-Hadis, Pustaka Setia, Bandung,2000.
Shihab, Quraisy, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2011
Qordhowi, Yusuf, Fikih Prioritas, Robbani Press, Jakarta, 1999.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar