Mungkin anda akan marah, sewot, ataupun apalah itu ekspresi anda bila anda dikatakan
sebagai “Miskin”. Satu nama yang punya konotasi sangat rendah dimata kita.
Namun, lagi-lagi kata itu tak juga selesai kita dengar dimana-mana. Media
televisi yang selalu eksis menampilkan problem kemiskinan pun tak pernah henti
dari sorotan kita. Tak ayal jika kemudian momok “Miskin” merupakan hal yang
benar-benar memalukan.
Dalam kepiluan ini,
pemerintah sebagai pemegang otoritas ini memiliki tanggung jawab sekaligus wewenang
atas apa yang nampak di masyarakat kita adalah wajah kemiskinan. Mungkin, kita
akan tercengan bila kita mendapat komentar dari bangsa lain “Indonesia itu
negara MISKIN”. Atau, bahkan anda akan jungkir balik menutupi fakta yang
benar-benar tak terelakan lagi. Waw... kemiskinan seakan jadi benalu dalam
sebuah nama baik.
Namun, sejauh ini, kemiskinan yang sebenarnya bukan hanya terjadi dikalangan orang berekonomi
rendah atau dibawah rata-rata. Yang terjadi sekarang ini hanyalah kemiskinan
jiwa. Meskipun harta melimpah, namun
ssikap miskin sangat nampak dan bahkan sangan gencar dikalangan
kita. Satu diantara sifat miskin yang terjadi adalah “selalu merasa kurang”
dengan apa yang telah didapatkan. Sehingga sikap ini akan berujung pada
penghalalan segala macam cara. Dari menipu, korupsi dan nepotisme. Nampaknya,
dampak dari kemiskinan itu menghapuskan sifat malu serta membuat muka setebal
baja untuk berkata dengan tindakanya “Kaya adalah sebuah kebanggaan, miskin
merupakan sebuah aib, jadilah orang kaya, tak peduli bagaimana cara kita
menjadi kaya”. Waw,,, kiranya kita telah terperosok pada miskin yang
sebenarnya. Bahkan, bukan hanya para pengamen jalanan atau orang-orang
pinggiran yang tak punya tempat tinggal. Kemiskinan telah masuk pada ranah elit
plitik kita. Namun, mau gayah mereka dikatakan miskin???
Kemiskinan yang sebenarnya bukanlah miskin harta dengan tidak
makan sehari tiga kali. Miskin yang telah mendarah daging di bangsa kita adalah
miskin “hati” yang membuat muka setebal baja. Tidak pernah merasa cukup dan
tidak tahu orang-orang yang miskin sebenarnya.
Sikap miskin juga terjadi dan bahkan itu menjadi sebuah
kewajaran. Sebagi contoh ril adalah ketika diadakan pemabagian beras sembako
ataupun saat pemerintah menggelontorkan uang kompensasi kemiskinan. Bukan hanya
yang miskin, bahkan orang yang kaya yang tak kebagian jatah kompensasi tersebut
juga melakukan demo menuntut “jatah orang miskin”. ´dengan bangga dan
lantangnya memiskinkan dirinya dengan cara yang memalukan sekaligus memilukan.
Waw,,, kiranya kemiskinan itu memiliki legalitas resmi, betapa banyak
akan kita jumpai orang-orang miskin di negri ini???
Salam....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar