Blem.com: Nikah Beda Agama, Bolehkah???

Minggu, Maret 20, 2016

Nikah Beda Agama, Bolehkah???



Tulisan ini merupakan satu tanggapan  dari  tulisan Mamang Khaerudin mengenai penghalalan nikah beda agama. Dalam tulisanya, ia mengatakan bahwa nikah beda agama merupakan satu hal kebolehan yang tidak bisa disalahkan. Ia beranggapan bahwa nikah merupakan satu fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki cinta dan kasih sayang. Oleh karenanya, tak seorangpun yang dapat membendung rasa cinta tersebut untuk saling memadu kasih. Dengan dalih ini pula termasuk  agama yang selama ini mensakralkan pernikahan tersebut seakan dipatahkan dengan argumen mentah yang sangat prematur. Padahal tidak  demikian adanya.
Berkaitan dengan dalil-dalil yang ada, akan saya buktikan sebagaimana ia menggunakan referensi sebagai tendensi dari perkataanya itu.
Pertama:  sebagaimana ia menggunakan argumen hadis dalam kitab tafsir at-Tobari, maka sebaiknya kita buktikan dalam kitabnya secara langsung. Berkaitan dengan penafsiran at-Tobari terhadap surat albaqooroh : 221 beliau menyebutkan bahwa ayat ini merupakan pengharaman dari Allah atas orang mukmin untuk menikah dengan orang-orang musyrik baik musyrik kitabiy ataupun musyrik wasniyyah. Akan tetapi Allah menghususkan kepada perempuan-perempuan ahlul kitab sebagaimana terdapat dalam surat al-maidah: 5 (at-Thobari: 581 juz 1)
{ وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (221) }
هذا تحريم من الله عزّ وجل على المؤمنين أن يتزوّجوا المشركات من عبدة الأوثان. ثم إن كان عمومُها مرادًا، وأنَّه يدخل فيها كل مشركة من كتابية ووثنية، فقد خَص من ذلك نساء أهل الكتاب بقوله: { وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ [وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ] (3) } [المائدة: 5].
                Lebih lanjut dalam kitab tersebut juga dijelaskan bahwa:
فأما ما رواه ابن جرير: حدثني عبيد بن آدم بن أبي إياس العسقلاني، حدثنا أبي، حدثنا عبد الحميد بن بَهْرَام الفزاري، حدثنا شَهْر بن حَوْشَب قال: سمعت عبد الله بن عباس يقول: نهى رسولُ الله صلى الله عليه وسلم عن أصناف النساء، إلا ما كان من المؤمنات المهاجرات، وحرّم كل ذات دين غير الإسلام، قال الله عز وجل: { وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ } [المائدة: 5]
Yang artinya bahwarosulullah saw.  Melarang atas lima kelompok wanita kecuali wanita mkmin dan muhajirot. Dan mengharamkan pula atas mereka yang bukan agama islam.
. وقد نكح طلحة بن عُبَيد الله يهودية، ونكح حذيفة بن اليمان نصرانية، فغضب عمر بن الخطاب غضبًا شديدًا، حتى هَمَّ أن يسطو عليهما. فقالا نحن نطَلق يا أمير المؤمنين، ولا تغضب! فقال: لئن حَلّ طلاقهن لقد حل نكاحهن، ولكني أنتزعهن منكم صَغَرَة قَمأة (5) -فهو حديث غريب جدًا. وهذا الأثر عن عمر غريب أيضًا.
Meskipun apa yang dikatakanya merupaka benar dari sumber asalnya, namun perlu juga dilihat bahwa hadis yang menyatakan bahwa tholhah menikah dengan  orang Yahudi serta khudzaifah yang menikah dengan orang nasrani merupakan hadis yang GHORIB JIDDAN dan tidak pula ditemukan dalam kutubut tis’ah.oleh karenanya,informasi tentang demikian, perlu dilacak kembali. Lagipula ketika terjadi penikahan yang demikian itu, sahabat umar sangat marah. Berkaitan dengan ayat terebut,umar menyebutkan bahwa المسلم يتزوج النصرانية، ولا يتزوج النصراني المسلمة
Perlu diketahui kiranya bahwa tafsir at-Thhobari merupakan satu karya tafsir bilma’sur yang memasukan semua hadis-haidis yang berkaitan tanpa memandang kualitas dari hadis tersebut.
Kedua:  berkaitan dengan penafsiran Rasyid rido yang menagatakan bahwa yang dimaksud dengan kaum musyrik adalah kaum musyrik Arab adalah sesuatu yang benar dikatakan oleh beliau. Akan tetapi perlu dilihat juga bahwa beliau juga menggunakan penafsiran yang sangat banyak dari berbagai ulama yang mengatakan bahwa yyang dimaksud musyrik disitu merupakan sebuah keumuman untuk siapa saja termasuk musyrik yang ada di belahan dunia manapun.    
وَذَهَبَ بَعْضُهُمْ إِلَى أَنَّ الْمُرَادَ بِالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ عَامٌّ يَشْمَلُ أَهْلَ الْكِتَاب
 Perludiketahui kiranya bahwa al-qur’an merupakan respon dari masyarakat Arab pada saat itu yang berarti  ula bahwa ayat-ayat yang turun juga merupakan jawaban atas masyarakat Arab. Akan tetapi, sebagaimana dalam ulumul qur’an telah dijelaskan bahwa dalam memahami ayat alqur’an ada tendensi “al ‘ibroh bi ‘umuumillafdzi la bi khusuusis sabab” yang berati bahwa meskipun ayat tersebut diturunkan di Arab, bukan berarti bahwa ayat tersebut tidak berlaku di luar Arab.
Hal ini sejalan jika kita meyakini bahwa al-qur’an berlaku secara universal bukan temporal  pada saat al=Qur;an diturunkan. Karena jika kita berpendapat demikian maka berarti kita telah menyempitkan makna dan cakupan al-Qur’an itu sendiri.

Mungkin pendapat yang megatakan bahwa nikah beda agama merupakan bukan teologis keyakinan dan politis kiranya bersebrangan dengan ayat al-Qur’an dan juga hadis. Sebab, pernikahan erat kaitanya dengan hukum waris dan juga nasab dan keturunan. Sebagaimana kita ketahui dalam berbagai keterangan bahwa  orang murtad itu warisnya tertolak dan tidak mendapatkan waris. Jikakita kaitkan denga masalah kebolehan pernikahan lintas agama itu, bagaimana nantinya harta waris dan keturunan yang akan dihasilkan???

Ketiga: argumen yang mengatakan bahwa tidak ada dalil yang mengatakan bahwa tidak ada  dalil  yang melarang perempuan Muslim menikah dengan laki-laki Ahli Kitab sejatinya ini merupakan ketidak konsistenan, dimana dalam tafsir at-Thobari sebagaimana Mamang mengutipnya juga menjelaskan المسلم يتزوج النصرانية، ولا يتزوج النصراني المسلمة

Demikian juga dengan argumen yang mengatakan bahwa pluralisme agama telah membolehkan nikah beda agama menjadi halal, maka yang perlu dipertanyakan kemudian adalah pluralisme madzhab siapa? Dapatkah pluralisme itu dapat dijadikan tendensi untuk sumua umat?karena, sebagaimana as-Sya’rowi menjelaskan  bahwa surat albaqoroh: 69 sering dipahami pembolehan an pembenaran oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Demikian halnya Qurais sihab menjelakan bahwa pluralisme merupakan satu alat untuk mencapai tujuan toleransi, bukan pembenaranatas semua agama.
Perkataan yang sangat lucu sebgaimana ia katakan adalah “menikah pada hakikatnyaadalah soal cinta dan kasih sayang, BUKAN URUSAN AGAMA. Kalaupun tetap memaksa bahwa menikah itu urusan agama, agama hendaknya mengakomodir bukan mengeleminir, sebab agama—terutama Islam—adalah sumber cinta dan kasih sayang. Oleh sebab itu, seyogyanya agama bukan jadi penghalang dalam proses pernikahan. Lebih dari itu, menikah adalah soal hati. Cinta dan kasih sayang yang berasal dari hati adalah suci, tidak boleh ada yang menghakimi untuk memaksa apalagi memisahkannya.”
Jikalau bukan urusan agama, lantas untuk apa al-Qur’an menggariskan secara jelas mengenai  hukum Nikah, talak, rujuk, iddah, dzihar dll. Serta konsekuensi dari semua itu yaitu talak? Pendapat seperti diatas kiranya sangat  rancu dan justru  mengada-ada  sesuatu yang sudah ada. Bahkan, ketika dengan gamblangnya al-Qur’an telah menggariskan, justru dikatakan itu bukan urusab agama. Ini berarti telah menafikan beberapa ayat al-qur’an yang sudah jelak  termaktub disana. Kiranya, pemikiran seperti ini perlu dibatai dan dimusnahkan dimuka bumi. Bukan sebaliknya, yang hanya mencari  sensasi dan kebanggaan yang irasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar