Blem.com: Analogi Penerimaan Hadis

Senin, Februari 19, 2018

Analogi Penerimaan Hadis

Para ulama sepakat bahwa hadis merupakan perkataan, perbuatan dan persetujuan nabi. Hal ini berarti bahwa apa yang ada pada diri nabi sejatinya adalah hadis. Sebab segala gerak-gerik yang dilakukan oleh nabi ini yang kemudian terdokumentasikan dalam hadis-hadis yang banyak diriwayatkan oleh orang-orang sesudahnya secara berkesinambungan. Proses ini dinamakan dengan tahammul wa al ada, dimana seorang guru menyampaikan hadis kepada muridnya atau sebaliknya yaitu seorang murid menerima hadis dari gurunya.
            Proses tahammul wa al ada inilah yang mengawali serta menyertai keberadaan hadis di masa-masa sebelum pembukuannya. Namun sebagaimana kita ketahui bahwa derajat suatu hadis itu memang sangat beragam. Ada yang sahih, hasan, dhoif, bahkan maudhu.Hal ini bukan dipengaruhi oleh nabi sebagai sumber hadis, akan tetapi derajat suatu hadis dipengaruhi oleh para perawi yang memiliki kedhobitan yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lainya. Maka disinilah yang mulai menjadi inspirasi bagi para ulama untuk meneliti kualitas hadis-hadis nabi demi menjaga keotentikannya.
            Sebagai analogi dari penyebab bedanya kualitas hadis adalah seperti halnya seorang guru yang mengatakan “besok kuliah kita libur” kepada beberapa orang yang tentu memiliki kecerdasan dan daya ingat serta kebiasaan yang berbeda. Maka sebagai hasilnya kata tersebut akan berbeda pula ditangkapnya oleh masing-masing mustami’. Satu orang diantara mereka ada yang tetap mengatakan apa yang disampaikan gurunya.  Satu orang lagi karena memiliki kebiasaan ngerumpi dia akan menyampaikan pesan gurunya itu dengan “emmmm... ngomong-ngomong kata pa dosen besok kuliahnya libur loh”. Sedangkan yang lain ada juga yang berkata “asyikkk besok kuliah kita libur” serta mungkin juga ada yang berkata “senangnya kuliah kita besok bisa libur”.
            Analogi diatas sama juga halnya dengan hadis nabi. Ia  akan memiliki berbagai versi di dalam redaksinya meskipun pada faktanya nabi hanya mengatakan sekali saja. Sebagai contoh adalah satu ketika Rasulullah Saw. sedang berjalan dan melewati seorang lelaki yang sedang memberi nasihat kepada saudaranya kemudian rasul pun berkata “ sesungguhnya malu itu sebagian dari iman”. Redaksi hadis yang membicarakan tentang demikian dapat kita jumpai dalam berbagai kitab yang berbeda serta memiliki redaksi yang berbeda pula diantaranya adalah dalam Sahih Bukhari, al-Muwattho, sunan Abu Dawud, serta musnad Ahmad yang dalam hadis yang berkaitan dengan hal tersebut memiliki redaksi دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيمَانِ. Sedangkan dalam sahih Muslim, Tirmidzi dan juga Musnad Ahmad disebutkan demikian الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ. Pada saat yang sama pula ada redaksi yang menyebutkan الحياء والعي شعبتان من الإيمان seperti  dalam kitabnya Tirmidzi. Sedangkan dalam sunan Nasai dan juga musnad  Ahmad juga memiliki redaksi yang lain.  Dimana disana disebutkan dengan الحياء شعبة من الإيمان. Serta disisi yang lain disebutkan إِنَّ الْحَيَاءَ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Majah dan juga Ahmad bin Hambal.
            Kasus diatas merupakan satu gambaran dimana satu hadis yang disabdakan oleh nabi  memiliki redaksi yang berbeda serta variatif.  Hal ini tentu dikarenakan karena siapa yang menyampaikan dan siapa yang menerima memiliki kecerdasan yang berbeda. Oleh karenanya, meneliti kesahihan hadis menjadi sangat perlu untuk mengetahui hadis mana –meskipun memiliki redaksi yang sama- yang dirajihkan sehingga hadis yang dipakai dapat dipertanggungjawabkan kemuttasilan-nya hingga kepada nabi.  Sampai disini, maka usaha meneliti hadis senantiasa berkembang dan takkan pernah kering dari ilmu. Sebab kitaketahui bahwa hadis nabi memiliki jumlah yang tak terhingga.
            Wallaahu a’lam bisshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar