Tulisan
ini merupakan satu tanggapan dari tulisan Mamang Khaerudin mengenai penghalalan
nikah beda agama. Dalam tulisanya, ia mengatakan bahwa nikah beda agama
merupakan satu hal kebolehan yang tidak bisa disalahkan. Ia beranggapan bahwa
nikah merupakan satu fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki cinta dan
kasih sayang. Oleh karenanya, tak seorangpun yang dapat membendung rasa cinta
tersebut untuk saling memadu kasih. Dengan dalih ini pula termasuk agama yang selama ini mensakralkan pernikahan
tersebut seakan dipatahkan dengan argumen mentah yang sangat prematur. Padahal
tidak demikian adanya.
Berkaitan
dengan dalil-dalil yang ada, akan saya buktikan sebagaimana ia menggunakan
referensi sebagai tendensi dari perkataanya itu.
Pertama: sebagaimana ia menggunakan argumen hadis
dalam kitab tafsir at-Tobari, maka sebaiknya kita buktikan dalam kitabnya
secara langsung. Berkaitan dengan penafsiran at-Tobari terhadap surat
albaqooroh : 221 beliau menyebutkan bahwa ayat ini merupakan pengharaman dari
Allah atas orang mukmin untuk menikah dengan orang-orang musyrik baik musyrik
kitabiy ataupun musyrik wasniyyah. Akan tetapi Allah menghususkan kepada
perempuan-perempuan ahlul kitab sebagaimana terdapat dalam surat al-maidah: 5
(at-Thobari: 581 juz 1)
{ وَلاتَنْكِحُواالْمُشْرِكَاتِحَتَّىيُؤْمِنَّوَلأمَةٌمُؤْمِنَةٌخَيْرٌمِنْمُشْرِكَةٍوَلَوْأَعْجَبَتْكُمْوَلاتُنْكِحُواالْمُشْرِكِينَحَتَّىيُؤْمِنُواوَلَعَبْدٌمُؤْمِنٌخَيْرٌمِنْمُشْرِكٍوَلَوْأَعْجَبَكُمْأُولَئِكَيَدْعُونَإِلَىالنَّارِوَاللَّهُيَدْعُوإِلَىالْجَنَّةِوَالْمَغْفِرَةِبِإِذْنِهِوَيُبَيِّنُآيَاتِهِلِلنَّاسِلَعَلَّهُمْيَتَذَكَّرُونَ
(221)
}
هذاتحريممناللهعزّوجلعلىالمؤمنينأنيتزوّجواالمشركاتمنعبدةالأوثان.
ثمإنكانعمومُهامرادًا،وأنَّهيدخلفيهاكلمشركةمنكتابيةووثنية،فقدخَصمنذلكنساءأهلالكتاببقوله:
{ وَالْمُحْصَنَاتُمِنَالْمُؤْمِنَاتِوَالْمُحْصَنَاتُمِنَالَّذِينَأُوتُواالْكِتَابَمِنْقَبْلِكُمْإِذَاآتَيْتُمُوهُنَّأُجُورَهُنَّمُحْصِنِينَغَيْرَمُسَافِحِينَ
[وَلامُتَّخِذِيأَخْدَانٍ] (3) } [المائدة: 5].
Lebih lanjut dalam kitab tersebut juga
dijelaskan bahwa:
فأمامارواهابنجرير: حدثنيعبيدبنآدمبنأبيإياسالعسقلاني،حدثناأبي،حدثناعبدالحميدبنبَهْرَامالفزاري،حدثناشَهْربنحَوْشَبقال:
سمعتعبداللهبنعباسيقول: نهىرسولُاللهصلىاللهعليهوسلمعنأصنافالنساء،إلاماكانمنالمؤمناتالمهاجرات،وحرّمكلذاتدينغيرالإسلام،قالاللهعزوجل:
{ وَمَنْيَكْفُرْبِالإيمَانِفَقَدْحَبِطَعَمَلُهُ } [المائدة: 5]
Yang
artinya bahwarosulullah saw. Melarang
atas lima kelompok wanita kecuali wanita mkmin dan muhajirot. Dan mengharamkan
pula atas mereka yang bukan agama islam.
. وقدنكحطلحةبنعُبَيداللهيهودية،ونكححذيفةبناليماننصرانية،فغضبعمربنالخطابغضبًاشديدًا،حتىهَمَّأنيسطوعليهما.
فقالانحننطَلقياأميرالمؤمنين،ولاتغضب! فقال: لئنحَلّطلاقهنلقدحلنكاحهن،ولكنيأنتزعهنمنكمصَغَرَةقَمأة
(5) -فهوحديثغريبجدًا. وهذاالأثرعنعمرغريبأيضًا.
Meskipun
apa yang dikatakanya merupaka benar dari sumber asalnya, namun perlu juga
dilihat bahwa hadis yang menyatakan bahwa tholhah menikah dengan orang Yahudi serta khudzaifah yang menikah
dengan orang nasrani merupakan hadis yang GHORIB JIDDAN dan tidak pula
ditemukan dalam kutubut tis’ah.oleh karenanya,informasi tentang demikian, perlu
dilacak kembali. Lagipula ketika terjadi penikahan yang demikian itu, sahabat
umar sangat marah. Berkaitan dengan ayat terebut,umar menyebutkan bahwa المسلميتزوجالنصرانية،ولايتزوجالنصرانيالمسلمة
Perlu
diketahui kiranya bahwa tafsir at-Thhobari merupakan satu karya tafsir
bilma’sur yang memasukan semua hadis-haidis yang berkaitan tanpa memandang
kualitas dari hadis tersebut.
Kedua: berkaitan dengan penafsiran Rasyid rido yang
menagatakan bahwa yang dimaksud dengan kaum musyrik adalah kaum musyrik Arab
adalah sesuatu yang benar dikatakan oleh beliau. Akan tetapi perlu dilihat juga
bahwa beliau juga menggunakan penafsiran yang sangat banyak dari berbagai ulama
yang mengatakan bahwa yyang dimaksud musyrik disitu merupakan sebuah keumuman
untuk siapa saja termasuk musyrik yang ada di belahan dunia manapun.
وَذَهَبَبَعْضُهُمْإِلَىأَنَّالْمُرَادَبِالْمُشْرِكِينَوَالْمُشْرِكَاتِعَامٌّيَشْمَلُأَهْلَالْكِتَاب
Perludiketahui
kiranya bahwa al-qur’an merupakan respon dari masyarakat Arab pada saat itu
yang berarti ula bahwa ayat-ayat yang
turun juga merupakan jawaban atas masyarakat Arab. Akan tetapi, sebagaimana
dalam ulumul qur’an telah dijelaskan bahwa dalam memahami ayat alqur’an ada
tendensi “al ‘ibroh bi ‘umuumillafdzi la bi khusuusis sabab” yang berati bahwa
meskipun ayat tersebut diturunkan di Arab, bukan berarti bahwa ayat tersebut
tidak berlaku di luar Arab.
Hal
ini sejalan jika kita meyakini bahwa al-qur’an berlaku secara universal bukan
temporal pada saat al=Qur;an diturunkan.
Karena jika kita berpendapat demikian maka berarti kita telah menyempitkan
makna dan cakupan al-Qur’an itu sendiri.
Mungkin
pendapat yang megatakan bahwa nikah beda agama merupakan bukan teologis
keyakinan dan politis kiranya bersebrangan dengan ayat al-Qur’an dan juga
hadis. Sebab, pernikahan erat kaitanya dengan hukum waris dan juga nasab dan
keturunan. Sebagaimana kita ketahui dalam berbagai keterangan bahwa orang murtad itu warisnya tertolak dan tidak
mendapatkan waris. Jikakita kaitkan denga masalah kebolehan pernikahan lintas
agama itu, bagaimana nantinya harta waris dan keturunan yang akan dihasilkan???
Ketiga:
argumen yang mengatakan bahwa tidak ada dalil yang mengatakan bahwa tidak
ada dalil yang melarang perempuan Muslim menikah
denganlaki-laki Ahli Kitab sejatinya ini merupakan ketidak konsistenan, dimana
dalam tafsir at-Thobari sebagaimana Mamang mengutipnya juga menjelaskanالمسلميتزوجالنصرانية،ولايتزوجالنصرانيالمسلمة
Demikian
juga dengan argumen yang mengatakan bahwa pluralisme agama telah membolehkan
nikah beda agama menjadi halal, maka yang perlu dipertanyakan kemudian adalah
pluralisme madzhab siapa? Dapatkah pluralisme itu dapat dijadikan tendensi
untuk sumua umat?karena, sebagaimana as-Sya’rowi menjelaskan bahwa surat albaqoroh: 69 sering dipahami
pembolehan an pembenaran oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Demikian halnya Qurais sihab menjelakan bahwa pluralisme merupakan satu alat
untuk mencapai tujuan toleransi, bukan pembenaranatas semua agama.
Perkataan
yang sangat lucu sebgaimana ia katakan adalah “menikah pada hakikatnyaadalah
soal cinta dan kasih sayang, BUKAN URUSAN AGAMA. Kalaupun tetap memaksa bahwa menikah itu
urusan agama, agama hendaknya mengakomodir bukan mengeleminir, sebab
agama—terutama Islam—adalah sumber cinta dan kasih sayang.Oleh sebab itu,
seyogyanya agama bukan jadi penghalang dalam proses pernikahan.Lebih dari itu,
menikah adalah soal hati. Cinta dan kasih sayang yang berasaldari hati adalah
suci, tidak boleh ada yang menghakimi untuk memaksa apalagimemisahkannya.”
Jikalau
bukan urusan agama, lantas untuk apa al-Qur’an menggariskan secara jelas
mengenai hukum Nikah, talak, rujuk,
iddah, dzihar dll. Serta konsekuensi dari semua itu yaitu talak? Pendapat
seperti diatas kiranya sangat rancu dan
justru mengada-ada sesuatu yang sudah ada. Bahkan, ketika dengan
gamblangnya al-Qur’an telah menggariskan, justru dikatakan itu bukan urusab
agama. Ini berarti telah menafikan beberapa ayat al-qur’an yang sudah jelak termaktub disana. Kiranya, pemikiran seperti
ini perlu dibatai dan dimusnahkan dimuka bumi. Bukan sebaliknya, yang hanya
mencari sensasi dan kebanggaan yang
irasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar