Blem.com: Mengenal Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar

Senin, Maret 14, 2016

Mengenal Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar

Oleh: A. Badruddin, S.Ud.

Abstrak:Minhaj Dzawi al-Nadhar merupakan salah satu karya ulama Indonesia yang fenomenal. Kitab ini ditulis oleh Muhammad Mahmud Termas yang menghabiskan hidupnya di Makkah. Kitab ini merupakan syarah dari Mandhumah Ilm al-Atsar karya as-Suyuti. Kitab tersebut berisikan tentang ilmu musthalah al-hadis yang sangat lengkap. Ditulis dengan penjelasan terhadap bait-bait syair berbahasa Arab yang berjumlah seribu bait.

A.    Pendahuluan

Hadis adalah segala sesuatu yang datang dari nabi, baik berupa ucapan, perbuatan ataupun persetujuan nabi. Sejak generasi awal Islam, hadis digunakan sebagai pegangan hidup para sahabat meskipun pada saat itu nabi masih hidup. Penggunaan hadis ini dilakukan karena hadis merupakan potret kehidupan nabi yang seharusnya juga dimiliki oleh semua umatnya. Oleh karenanya, sebagai bukti ketaatan manusia akan perintah dan perbuatan nabi mereka harus mengikuti  sunnah-sunnahnya.
Sebagai generasi awal, para sahabat tidak terlalu disibukkan dengan berbagai perbedaan dalam memahami hadis. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut nabi masih hidup di tengah-tengah kaum Muslimin sehingga permasalahan yang dihadapi umat Islam pada saat itu dapat diselesaikan dengan baik di hadapan Rasulullah.[1] Akan tetapi,  setelah Islam menyebar ke berbagai penjuru dunia dan nabi telah meninggal, memahami hadis menjadi banyak kendala. Sebab tidak semua umat Islam bisa berbahasa Arab. Banyak pula orang-orang ‘ajam yang tidak mengetahui bahasa Arab. Maka dari itu, memahami hadis dapat dilakukan dengan cara belajar bahasa Arab beserta ilmu lain yang mendukung. Dalam hal ini adalah ilmu tentang mushthalah al-hadis.
Ilmu mushthalah al-hadis merupakan pintu gerbang memahami hadis. Oleh karenanya memahami ilmu tersebut sangatlah dibutuhkan bagi mereka yang ingin mendalami hadis. Dari berbagai kitab yang membahas mengenai ilmu mushthalah al-hadis yang tersebar begitu banyak, ada diantaranya adalah kitab Manhaj Dzawi an-Nadhar karya Muhammad Mahfudz Termas. Beliau adalah orang Indonesia yang juga murid dari Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syatha’ al-Makkiy. Dimana kitab ini merupakan syarh dari Mandhumah Ilm al-Atsar yang ditulis oleh Imam Jalaluddin  as-Suyuti. Kitab tersebut berisi tentang ilmu-ilmu yang  berkaitan dengan hadis. Baik kualitas hadis, adab pencari hadis serta berbagai hal yang tentunya sangat bermanfaat bagi para pembaca hususnya mereka yang menggeluti masalah hadis. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis akan mencoba menjelaskan apa yang telah ditulis oleh Mahfudz Termas tersebut.


B.     Biografi singkat Muhammad Mahmud Termas

Syehk Mahfudz Termas dilahirkan di desa Termas kelurahan Arjosari Kabupaten Pacitan Karisidenan Madiun provinsi Jawa Timur pada 12 Jumadil Ula tahun 1258 H atau bertepatan dengantahun 1868 M[2].  Dari bapaknya, ia masih keturunan dari seorang  punggawa keraton Surakarta. Bahkan bisa dikatakan bahwa Mahfudz Termas merupakan seorang keturunan ulama sekaligus bangsawan. Oleh karenanya sejak kecil ia sudah dekat dengan ilmu agama.[3]
Kedekatan lingkungan  dengan kebiasaan agamis membuatnya lebih matang seperti halnya tujuh saudaranya. Maka tak ayal jika saudara-saudaranya pun menjadi sosok yang sangat terkenal di berbagai bidang ilmu. Seperti halnya Mahfudz Termas, ia merupakan ahli dalam bidang hadis dan Ulumul hadis. Kemudian Dimyathi ahli di bidang ilmu waris (faroidh), Bakri di bidang ilmu al-Quran dan Abdur Razak di bidang tarekat dan menjadi mursyid di tanah Jawa.[4]
Ia mengaji langssung pada ayahnya tentang ilmu Tauhid, al-Quran dan ilmu al-Quran serta belajar ilmu fiqh. Bersama ayahnya ia di gembleng dengan gemblengan yang cukup berat dimana ia diperintahkan untuk belajar dengan sistem sorogan. Yaitu cara pembelajaran pribadi yang dilakukang dengan cara murid membaca langsung apa yang dipelajari di hadapan gurunya. Pada kesempatan ini, Mahfudz Termas berhasil menghatamkan beberapa kitab penting diantaranya: Syarh al-Ghayah li Ibn Qosim al-Ghazi, Minhaj al-Qowim, fath al-Mu’in, Syekh Syarqowi ‘ala al-Hakim dan tafsir al-Jalalain.[5]
Setelah mengaji kepada ayahnya dan dirasa belum puas, maka Mahfudz Termas ia melanjutkan belajarnya di Semarang kepada Kiai Shaleh darat. Yaitu seorang ulama terkemuka Jawa Tengah pada abad 19. Kepada beliau Mahfudz Termas berhasil menghatamkan beberapa kitab antara lain: Tafsir al-jalalain (khatam dua kali), Syarh yarqawi ala al-Hikam, Wasilat al-Thullab dan juga Syarh al-Maridini fi al-Falak.[6]
 Pesantren Termas saat dipimpin oleh kiai Abdullah  ibn Abdul Manan (ayah Mahfudz Termas) merupakan salah satu pesantren yang banyak didatangi oleh santri dari penjuru nusantara. Oleh karenanya sebagai ayah kiai Abdullah merasa perlu untuk mempersiapkan penggantinya jika suatu saat nanti ia tidak ada. Maka dari itu kiai Abdullah mengirim ke dua putranya yaitu Mahfudz dan adiknya, Dimyathi untuk mendalami ilmu di tanah suci Makkah. Pengiriman ini terjadi pada tahun 1872 M saat umur Mahfudz Termas genap 30 tahun. Mahfudz Termas sendiri merasa sangat senang dengan keputusan ayahnya, sebab sejak kecil dulu ia ingin selalu dekat dengan Rasulullah dan ahlul bait. Bahkan ia bercita-cita untuk wafat di Makkah atau Madinah.[7]
Saat menimba ilmu di Makkah, Mahfudz Termas memiliki banyak kesempatan bertemu dengan para uama terkemuka di tanah suci. Oleh karenanya ia berhasil menghatamkan banyak kitab dari para gurunya itu. Adapun diantar guru-gurunya saat di Makkah adalah Syekh Ahmad al-Minsyawi (ahli qiraah sab’ah), Syekh Amr Ibn Barkat as-Syami, Syekh Mushthafa ibn Muhammad ibn Sulaiman Afifi (ahli gramatika Arab dan ushul Fiqih), Imam al-Hasib wa al-Wari’ al-Nasib al-Sayyid husein ibn Muhammad ibn al-husein al-Habsyi pada ulama hadis yang terkenal zuhud ini Mahfudz Termas menghatamkan dua kitab hadis utama yaitu Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim. Mahfudz Termas juga belajar kepada Syekh Sa’ad ibn Muhammad Bafasil al-Hadhrami (ahli Fikih), Syekh Muhammad al-Sarbini al-Dimyathi (ahli Fikih dan Qira’ah), Syekh al-Jalil Sayyid Muhammad Amin ibn Ahmad Ridhwan al-Daniyyi al-Madani serta Syekh Sayyid Abu Bakar ibn al-Sayyid Muhammad Satha’, beliau inilah seorang ulama yang mendapat gelar “Syaikhul Masyayikh”.
Karena kealimannya, Mahfudz Termas menjadi salah satu diantara ulama yang kebesarannya diakui oleh dunia internasional khususnya di timur tengah. Hal ini bermula saat beliau menjadi salah satu pengajar tetap di masjidil haram sehingga dia bisa lebih leluasa mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Bahkan muncul sebuah anggapan bahwa seorang pelajar dari tanah Jawa belum dianggap berhasil apabila belum mendapatkan bimbingan terakhir dari ulama Indonesia yang mengajar di sana. Adapun murid-murid dari Mahfudz Termas sendiri adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH.R. Asnawi Kudus, KH. Bisyri Syamsuri Jombang, KH. Saleh Tayu, KH. Dahlan Kudus serta para ulama terkemuka lain di Indonesia.[8]
Dalam bidang hadis Mahfudz Termas merupakan salah seorang yang menjadi mata rantai yang sah dalam transmisi intelektual pengajaran kitab Shahih Bukhori serta berhak memberikan ijazah kepada murid-muridnya yang berhasil menguasai kitab Shahih Bukhari. Dimana imam Bukhari memberikan ijazah terebut kepada murid-muridnya hingga sampai kepada Mahfudz Termas dari mata rantai yang ke 23. Adapun diantara murid yang berhasil mendapatkan ijazah dari beliau adalah KH. Hasyim Asy’ari.[9]
Adapun karya yang pernah dihasilkan oleh Mahfudz Termas itu tidak kurang dari dua puluh karya. Karya tersebut mencakup beberapa cabang ilmu pengetahuan. Adapun karyanya dalam bidang hadis yang sangat mengagumkan adalah Minhaj Dzawi an-Nadhar.[10]



C.    Latar Belakang Penyusunan Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar

Minhaj Dzawi al-Nadhar merupakan satu kitab yang mencoba menjelaskan kitab Mandhumah Ilm Atsar yang ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuti. Kitab ini ditulis pada bulan Dzulhijjah tahun 1328 H. Sampai dengan bulan Rabi’ul awwal tahun 1329. Atau dengan kata lain kitab ini ditulis selama empat bulan empat belas hari. Adapun tempat penulisan kitab ini adalah  ketika Muhammad Mahmud Termas berada di Makkah. Bahkan ada beberapa hal yang ditulis olehnya pada saat berada di Mina, Arafah, serta pada saat hari-hari dimana ia melempar jumrah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Mahmud Termas dalam  kalimah asy-syarh.[11]
Adapun mengenai kitab yang ditulis oleh as-Suyuti itu Mahfudz Termas mendapatkan ijazah kemuttasilan sanad dari guru-gurunya. Diantaranya adalah Sayyid Abu Bakr ibn Muhammad Syatho al-Makkiy dimana ia juga mendapat ijazah dari gurunya yaitu Ahmad Zaini Dahlan dari ‘Usman ibn Hasan al-Dimyathi dari Abdullah ibn Hijaaziy al-Syarqowiy dari al-Syamsu Muhammad ibn Salim al-Hafniy. Serta dari ijazah guru dari Mahfudz Termas yang lain diantaranya adalah Muhammad Amin ibn Ahmad al-Madaniy yang juga mendapat ijazah dari gurunya yaitu Abdul Hamid al-Syarwaniy dari Ibrahim al-Baijuriy dari as-Syarqowiy dari al-Hafniy dari Muhammad ibn Muhammad al-Badiiriy dari Ali ibn Ali al-Syibramalisiy dari Ali al-Halabiy dari al-Nuur al-Ziyadiy dari Yusuf al-Armiyuuniy dan dari pengarang kitab tersebut yaitu Imam as-Suyuti. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Mahfudz Termas mendapatkan ijazah kitab tersebut dari dua gurunya yaitu Abu Bakr ibn Muhammad Syatho al-Makkiy serta Muhammad Amin ibn Ahmad al-Madaniy.[12]
Setelah penulisan kitab Dzawi an-Nadzor ditulis maka Mahfudz Termas juga melakukan hal yang sama sebagaimana yang telah dilakukan oleh gurunya  yaitu memberikan ijazah kepada anak, sahabat serta murid-muridnya. Adapun mengenai peng ijazahan yang dilakukan oleh Mahfudz Termas dilakukan dengan cara membacakan kepada mereka baik seluruhnya ataupun sebagian.[13]


D.  Metode Penulisan Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar

Dari kitab yang penulis lacak ada beberapa hal yang dapat  penulis kemukakan di sini bahwa dalam penulisan kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar ini Mahfudz Termas menggunakan cara tersendiri serta menyesuaikan kepada kitab aslinya. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya kitab ini merupakan kitab syarah yang telah tersusun rapih sesuai dengan bab nya. Maka dari analisa penulis kitab syarah ini ditulis dengan beberapa metode diantaranya:
a.       Sebelum memulai penulisan kitab, Mahfudz Termas mengawali dengan mukaddimah yang didahului pula dengan hadis nabi. Dalam mukaddimah tersebut juga disebutkan sanad dan ijazah yang dia dapatkan dari guru ke guru. Dimana dalam ijazah sanad kitab tersebut Mahfudz Termas memperolehnya dari dua guru sekaligus yaitu Abu Bakar Ibn Muhammad Satha’ al-makki serta Muhammad Amin ibn Ahmad al-Madani.
b.      Mengawali tulisannya dengan basmalah sebagaimana menjadi kebiasaan para ulama ketika menuliskan kitab.
c.       Pensyarahan dilakukan dengan cara memisah antara  kitab asli dengan syarah yang ditulisnya. Kitab asli ditulis diatas dan dipisah dengan garis dibawahnya. Dengan demikian sangat terlihat jelas bagaimana bunyi bait-bait yang sedang dijelasskan. Adapun mengenai cara pemisahan dalam tulisannya, Mahfud Termas menjelaskan kata demi kata. Kata yang merupakan bait nadzam ditulis dengan tanga kurung (...(    )...) sedangkan penjelasanya berada di luar tanda kurung.
d.      Membedakan penjelasan makna dengan penjelasan diluar makna dengan cara memberi catatan kaki (foot note).
e.       Menjelaskan kata demi kata disertai dengan penjelasan struktur kata secara gramatikal meskipun hal ini dilakukan hanya di beberapa tempat yang memang dibutuhkan.
f.       Mencantumkan qaul ulama sebagai penjelasan serta perbedaan pendapat yang merupakan sunnatullah.
g.      Menjelasskan beberapa hal dengan cara mencantumkan bait-bait syair baik karya dari Mahfudz Termas sendiri ataupun  karya ulama lain yang  menjelaskan hal yang sedang dibahas.
h.      Menjelaskan bait-bait nadzom dengan al-Quran dan al-Hadis. Hal ini dilakukan kerena sebagaimana kita tahu bahwa nadzam merupakan bahasa sastra yang sangat ringkas sehingga untuk menjelaskan dengan beberapa contoh didalamnya tidak selalu mudah dilakukan. Apalagi jika contoh yang dimaksud adalah hadis nabi yang memiliki matan yang panjang. Oleh karenanya sebagai penjelasan dari kitab asalnya Mahfudz Termas menjelaskan hal tersebut dengan contoh-contoh yang belum ditemukan di kitab asalnya.
i.        Mahfudz Termas sangat menunjukan kerendahan hatinya dalam menulis kitabnya. Hal ini tampak sebagaimana ia mengahiri setiap bab yang dibahas dengan penutup wallahu a’lam. Hal ini dilakukan oleh ulama penulis kitab sebagai bukti pengakuaannya bahwa pada hakikatnya segala sesuatu yang kita miliki hanyalah milik Allah dan hanya Allah lah yang tahu akan kebenarannya. Manusia hanya mencoba memahami dengan apa yang dia miliki, namun diatas segala-galanya Allah lah yang memiliki akan semua kebenaran itu.
j.        Pada bagian akhir dari kitabnya Mahfudz Termas menjelaskan bahwa kitab Mandhumah ilmu al-Atsar memiliki seribu bait sebagaimana dijelaskan pula oleh as-Suyuti dalam baitnya. Akan tetapi setelah melakukan penghitungan satu persatu hanya ditemukan 980 bait saja. Atau dengan kata lain kurang dari  seribu. Oleh karenanya ia berspekulasi bahwa bait tersebut hilang karena kesalahan pencatat. Bukan kesalahan yang dilakukan oleh as-Suyuti. Kesalahan tersebut bisa jadi terjadi dalam satu bab yang tidak tercatat bisa juga karena hilangnya satu demi satu bait nadham dari berbagai bab. Akan tetapi sebagaimana dilakukan penelusuran oleh Mahfudz Termas bahwa jika hal ini terjadi sangat jauh kemungkinanan. Sebab dalam bai-bait tersebut tidak terdapat  kekurangan baik dalam hal makna ataupun kerancuan kalimatnya. Oleh sebab itu Mahfudz Termas menuliskan 20 bait nadham lagi sebagai kelengkapan bahwa nadham tersebut berisi seribu bait nadham. Diantaranya 14 bait yang ia sendiri tulis sedangkan 6 bait lainnya ia  nukil dari Ibn sholah dan alfiyyah al-Iraaqi. Adapun penulisan 20 bait nadham ini dibedakan dari kitab aslinya dengan tujuan memperjelas bahwa bait tersebut merupakan tambahan dari mahfudz Termas dan bukan karya as-Suyuti.
k.      Pada bagian akhir Mahfudz Termas juga menuliskan epilog dari apa yang telah dijelaskannya. Pada kesempatan tersebut ia menuliskan berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam penulisan kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar. Tidak lupa pula beliau memberikan ijazah kepada murid-muridnya yang terdiri dari anak, sahabat serta para penuntut ilmu yang datang kepadanya. Tidak luput pula Mahfudz Termas berdoa kepada Allah Swt. agar diberikan kebaikan kepadanya serta menjadikan apa yang ditulisnya itu sebagai amal yang berguna bagi umat manusia.

E.     Sistematika Penulisan Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar

Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar merupakan kitab yang ditulis sebagai penjelas dari kitab Mandhumah ilm al-Atsar sebagaimana telah penulis kemukakan di atas. Oleh karenanya sistematika yaang ditulis juga mengikuti kitab asalnya. Akan tetapi meskipun demikian bukan berarti kitab ini tidak memiliki karakteristik. Justru sebagai bukti bahwa kitab ini memiliki karakteristik tersendiri adalah mengikuti apa yang telah dituliskan oleh kitab asal. Adapun mengenai sistematika yang ditulis dalam kitab asal adalah dengan mengklasifikasikan satu tema menjadi satu bab tersendiri dengan jumlah beberapa bait nadham diantaranya adalah:

No
Nama Bab
Jumlah Bait
Halaman
1.
خطبة الشارح
5
3
2.
حد الحديث واقسامه
8
6
3.
الصحيح
27
9
4.
مسئلة اول جامع الحديث والاثر
32
17
5.
خاتمة فى كيفية نقل الحديث ...
2
29
6.
الحسن
23
30
7.
مسئلة فى الكلام على الجمع بين الصحه والحسن
11
37
8.
الضعيف
7
40
9.
المسند
1
42
10.
المرفوع
13
43
11.
الموصول والمنقطع والمعضل
4
47
12.
المرسل
16
49
13.
المعلق
5
55
14.
المعنعن
5
57
15.
التد ليس
13
58
16.
الارسال الخفي والمزيد فى المتصل الاسانيد
5
62
17.
الشاذ والمحفوظ
2
63
18.
المنكر والمعرف
2
64
19.
المتروك  /  الافراد
6
65
20.
الغريب والعزيز والمشهور والمستفيض والمتواتر
16
67
21.
الاعتبار والمتابعات والشواهد
4
72
22.
زيادات الثقات
8
73
23.
المعلل
28
75
24.
المطرب
5
81
25.
المقاوب
4
83
26.
المدرج
7
85
27.
الموضوع
22
88
28.
خاتمة فى بيان ترتيب انواع الضعيف ومسائل تتعلق به
8
96
29.
من تقبل روايته ومن ترد روايته
47
97
30.
مراتب التعديل والتجريح
17
111
31.
تحمل الحديث
6
115
32.
اقسام التحمل
81
117
33.
كتابة الحديث وضبته
54
142
34.
صفة رواية الحديث
58
156
35.
اداب المحدث
31
172
36.
مسئله فى بيان حد احافظ والمحدث والمسند
10
182
37.
اداب طالب الحديث
24
185
38.
العالى والمنازل
11
196
39.
المسلسل
5
200
40.
غريب الفاظالحديث
4
202
41.
المصحف والمحرف
8
203
42.
الناسخ والمنسوخ
4
206
43.
مختلف الحديث
10
208
44.
اسباب الحديث
4
211
45.
تواريخ المتون
4
212
46.
معرفة الصحابه
45
214
47.
معرفة التابعين واتباعهم
13
228
48.
رواية الاكابر عن الاصاغر والصحابة عن التابعين
4
232
49.
رواية الصحابة عن التبعين عن الصحابة
3
234
50.
رواية الاقران
10
234
51.
رواية الاخوة والاخوات
5
237
52.
رواية الاباء عن الابناء وعكسه
8
238
53.
السابق واللاحق
5
241
54.
من روى عن شيخ ثم روى عنه بواسطة
2
242
55.
الوحدان
5
243
56.
من لم يرو الا حديثا واحدا
3
244
57.
من لم يرو الا عن واحد
3
245
58.
من اسند عنه من الصحابة الذين ما توا فى حياته ص م
2
246
59.
من ذكر بنعوت متعددة
3
246
60.
افراد العلم
4
247
61.
الاسماء والكنى
6
249
62.
انواع عشرة من الاسماء والكنى مزيدة على ابن الصلاه والالفيه
17
251
63.
الالقاب
4
256
64.
المؤتلف والمختلف
103
258
65.
المتفق والمفترق
20
276
66.
المتشابه
7
280
67.
المشتبه المقلوب
2
282
68.
من نسب الى غير ابيه
3
282
69.
المنسوبون الى خلاف الظاهر
2
283
70.
المبهمات
2
284
71.
معرفة الثقات والضعفاء
8
285
72.
معرفة من خلط من الثقات
3
287
73.
طبقات الرواة
3
288
74.
اوطان الرواة وبلدانهم
7
289
75.
الموالى
2
291
76.
التاريخ
34
292

Tabel diatas menunjukkan bahwa dalam kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar memuat 76 bab. Hal ini sebagaimana kitab asal yang ditulis oleh as-Suyuti. Sebab sebagaimana kita ketahui bahwa kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar merupakan penjelasan dari karya sebelumnya.

F.  Penilaian Ulama atas Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar

            Kitab yang menjadi syarah dari kitab Mandhumat Ilmi al-Atsar ini pertama kali diterbitkan di Mesir oleh percetakan Musthafa Bab al-Halabi sebuah percetakan tua di kawasan Cairo. Sebuah nilai tersendiri dari kitab ini karena mendapatkan sambutan yang istimewa dari dunia  internasional. Termasuk dalam hal ini adalah para guru besar ilmu Hadis Universitas Cairo yang menganggap bahwa kitab tersebut merupakan kitab syarah terbaik atas kitab Mandhumat Ilmi al-Atsar.[14]
            Disamping itu, ada pula komentar dari seorang sarjana Belanda, Bruinessen yang mengatakan bahwa Mahfudz Terma adalah figur yang paling terkenal di kalangan kiai dan menjadi  salah satu ulama Jawa yang terdidik. Hal ini terjadi karena dia berada di posisi yang prestisius yakni sebagai guru yang sangat dihormati oleh beberapa ulama pendiri NU.[15]
            Komentar yang lain juga muncul dari ulama asal padang yaitu Yasin al-Fadani yang mengatakan bahwa Mahfudz Termas adalah seorang yang sangat ‘alim al-‘allamah, al-muhaddits, al-musnid,  al-faqih, al-ushuli dan al-muqri’.[16]


GPenutup

Hadis nabi merupakan sumber yang selalu dikaji oleh umat Islam pada khususnya, serta umat manusia  pada umumnya. Oleh karenanya mempelajari ilmu tentang hadis sangatlah diperlukan. Maka dengan adanya kitab Minhaj Dzawi Al-Nadhar setidaknya sedikit memudahkan pembaca untuk mempelajari ilmu-ilmu tentang hadis. Baik yang berurusan dengan sanad, matan, rawi serta hal lain yang mendukung dalam pengkajian.
Kitab Minhaj Dzawi al-Nadhar sendiri  merupakan satu karya ulama Indonesia yang menghabiskan hidupnya di Makkah al-Mukarramah. Yaitu Muhammad Mahfudz Termas. Kitab ini merupakan satu dari sekian banyak kitab yang telah ditulisnya. Ia juga merupakan penjelasan dari Mandhumah Ilm Atsar  karya as-Suyuti. Sebuah kitab yang berisi seribu bait dalam bahasa Arab.
Penulis akui bahwa dalam penulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca, penulis serta peneliti. Dengan harapan semoga karya ini bisa memberikan manfaat bagi khalayak umum. Amin.

H. Daftar Pustaka
Amin,  Samsul Munir. Karomah Para Kiai,Yogyakarta: LkiS, 2008
Attirmisiy, Muhammad Mahfudz Ibn Abdillah. Minhaj Dzawi al-Nadhar, Beirut: Daar al-Fikr, 1974.
Nasir, M. dkk. Ulama Pejuang, Ciputat: Penerbit Titian Pena, 2014
Suryadilaga, M. Alfatih. Metodologi Syarah Hadis,Yogyakarta: Suka Press, 2012
Thoha, Zainal Arifin. edt., 99 Kiai Kharismatik Indonesia, Yogyakarta: Kutub, 2008





[1] M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis,(Yogyakarta: Suka Press, 2012), hlm. 5.
[2] Samsul Munir Amin, Karomah Para Kiai,(Yogyakarta: LkiS, 2008), hlm. 258.
[3] Zainal Arifin Thoha, edt., 99 Kiai Kharismatik Indonesia, (Yogyakarta: Kutub, 2008), hlm. 100.
[4] Ibid, hlm. 101
[5] Ibid, hlm. 101
[6] Ibid. Hlm.102
[7] Ibid, hlm. 103
[8] Ibid, hlm. 107
[9] M. Nasir, dkk. Ulama Pejuang, (Ciputat: Penerbit Titian Pena, 2014), hlm. 182.
[10] Hlm. 118
[11] Muhammad Mahfudz Ibn Abdillah Attirmisiy, Minhaj Dzawi al-Nadhar, (Beirut: Daar al-Fikr, 1974), hlm. 301.
[12] Ibid, hlm. 3.
[13] Ibid, hlm. 301.
[14] Zainal Arifin Thoha,Op.Cit. hlm. 112
[15] Ibid, hlm. 113.
[16] Ibid, hlm. 117.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar