Blem.com: Pesan Singkat dari Guru

Senin, Februari 19, 2018

Pesan Singkat dari Guru


Oleh: Badrun Lana El-Muna[1]

            Sesuatu yang ada di depan mata itu tampak biasa saja, namun jika hal itu pergi maka akan terasa kehilangannya. Itulah mungkin yang banyak dirasakan oleh kebanyakan manusia. Kebiasaan melalaikan sesuatu yang besar mengakibatkan kita akan merasa begitu kecewa setelah kita semua ditinggalkannya.
            Tak jauh berbeda dengan kehadiran saudara, teman, guru, nyai kita bersama. Ibu hj. Lia aliyah yang telah mendahului kita. Kita tak tahu, bahwa perjumpan dengan beliau hanyalah sesaat. Dengan begitu cepatnya beliau menghadap pada kehariban sang Kholik. Namun walau bagaimanapun  beliau adalah pengukir sejarah perjalanan kita semua menuju akhirat. Perjalanan yang cukup singkat namun berliku. Inilah hukum alam, semua makhluk yang hidup pasti  akan mati.
            Kehadirannya di tengah-tengah kita, hususnya saya sebagai muridnya tentu beliau adalah sosok guru yang penuh dengan ketulusan dalam mengajar. Beliau tak mengenal letih untuk membimbing muridnya meski beliau sendiri sibuk bolak-balik ke rumah sakit untuk cek up penyakitnya. Tanpa mau berkeluh kesah kepada orang lain. Beliau selalu tampak tegar menghadapi ujian yang diberika Allah kepadanya. Ketegaran beliau ini tak lain karena beliau tahu bahwa semua yang ada di dunia ini adalah sesuatu yang berada dalam kuasaNya. Maka keluasan ilmu beliaulah yang menghantarkannya pada ketabahan yang sesungguhnya.
            Tentang almarhumah ibu Lia Aliyah yang telah mendahului kita, banyak cerita yang kita ukir bersama. Baik di kelas ataupun seperti biasa kita bertemu di dunia maya. Ahli hadis yang sangat telaten mengajarkan ilmunya kepada mahasiswa dan juga murid-muridnya Beliau adalah seorang guru yang sangat tulus, dekat dengan mahasiswa serta mau mendengarkan keluhan-keluhan mereka. Maka pantaslah jika beliau banyak digemari oleh mahasiswa.
Sebagai seorang murid beliau, saya merasa banyak terima kasih atas segala perhatian dan keikhlasannya dalam mendidik saya selama ini. Entah dengan apa saya akan membalas jasa beliau. Beliau adalah orang yang pertama kali membuatku tertarik mendalami hadis-hadis nabi. Bahkan beliau pulalah yang telah menghantarkanku memperoleh gelar sarjana.
Ada satu kejadian yang membuatku sangat termotivasi karenanya. Waktu itu beliau sedang melakukan ibadah haji. Dan mungkin itulah ibadah haji yang terahir beliau lakukan. Selama disana beliau selalu memberi kabar lewat facebook. Aku juga sering minta di doakan supaya bisa lulus secapat mungkin. Dengan senang hati beliau menjawab “in sya allah saya doakan”. Akupun sangat senang, sebab aku yakin bahwa semua doa yang dipanjatkan di Tanah Suci pasti dikabulkan.
Siang itu kebetulan aku  sedang online, biasa, lagi menghilangkan penat-penat yang mengganjal dalam fikiran. Tiba-tiba  muncul di depan layar komputerku inbok dari dosenku “Lia Aliyah”. Gimana kabar skripsine kang? Sdh nulis bab II kan? Mumpung masih di Makkah, ada yg bs sy bantu? Asal jangan minta dibawakan org Arab sj.  Susah lihatny, pake cadar trs kalo di luar. Hehehe….
            Kata-katanya sangat ringan, seperti tanpa beban. Tapi bagiku, kata-kata itu adalah pukulan yang sangat keras. Bagaimana tidak, sudah dua bulan lamanya aku dinyatakan lulus seminar proposal skripsi, tapi tak sehuruf pun aku menuliskan kata demi kata untuk menyelesaikan tugas akhirku. Mendapat pesan itu aku langsung diam, tertegun, entah ada apa dengan pesan itu. Sepertinya mulai merasuk ke seluruh fikiranku. Semangatku mulai tumbuh, tekadku mulai bulat untuk menyelesaikannya pada saat itu juga. Dengan dorongan serta motifasi yang beliau berikan pada siang itu aku dapat menyelesaikan tugas akhirku kurang dari seminggu.
            Berbagai kajian Islam sangat sering dikaji di kalangan mahasiswa, pemikiran modern serta berbagai perdebatan seputar hukum Islam. Kehadiran Ibu Lia membawa angin segar bagi kelas kami sebab kajian yang dibawakan oleh beliau adalah kajian Islam mengenai hak dan kewajiban seorang wanita kepada suaminya atau sebaliknya. Banyak pandangan-pandangan baru yang disampaikan diantaranya yang paling menjadi daya tarik mahasiswa adalah penyampaian mengenai jender. Pemahaman jender yang dianggap “tabu” oleh sebagian orang, disampaikan dengan begitu cara pandang yang baru dan mengena. Beliau sampaikan pandangannya mengenai jender dengan nuansa pesantren sehingga banyak dari kami tidak lagi menganggapnya sebagai hal yang “tabu”. Bahkan banyak yang menerima dan mengamininya.
            Kehadiran Bu Lia di Tafsir Hadis sangat banyak menginspirasi para mahasiswa terutama dalam kajian jender. Hal ini terbukti dengan banyaknya skripsi yang membahas tentang perempuan. Tidak hanya itu, materi yang disampaikan juga telah banyak menjadi perbincangan para mahasiswa baik dalam kelas ataupun dalam diskusi-diskusi yang dilaksanakan oleh HMJ. Subhanallah!!!
            Satu hal yang saya ingat dari penafsiran beliau mengenai poligami adalah QS. An-Nisa:  3
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur
dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
Dalam mengartikan ayat di atas beliau mengkritik terjemahan Departeman Agama yang mengatakan bahwa arti dari ayat tersebut adalah …Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi  padahal menurut beliau jika diartikan secara lafadz terjemahan tersebut akan berbunyi Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang menyenagi kamu. Terjemahan Departemen Agama yang demikian akan menimbulkan kesan bahwa lelaki mempunyai hak seutuhnya untuk menikahi wanita yang dia cintai tanpa melihat apakah wanita tersebut mencintainya atau tidak.  Sehingga perlu ada koreksi dalam terjemahan tersebut. Sehingga yang dimaksud dari ayat itu adalah menikahi “wanita yang mencintai” bukan “wanita yang dicintai”. Wallahu a’lam.
Jika kita mengungkap semua kebaikan ibu Lia, mungkin seribu lembar pun takan cukup untuk menuliskannya. Tentu hal ini karena kebaikan beliau sangatlah banyak dan tak terhitung. Saya hanya bisa bersaksi bahwa beliau adalah orang baik yang layak mendapatkan rahmatNya untuk memperoleh surgaNya. Keluwesan beliau, ketulusan serta amal ibadahnya semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah Swt. Serta diampuni segala dosa yang pernah beliau lakukan.  Amin ya rabbal alamin.

           

Surat Kecil untuk Guruku

Jauh sebelum aku mengenalmu
Aku hanyalah serpihan batu nan bisu
Penuh, padat namun tak berseru
Namun hadirmu memberi suasana baru
Sungguh,kau laksana ombak lautan yang bergulung-gulung
Yang menghantarkanku pada luasnya samudera ilmu
Hingga aku tenggelam, terbawa oleh derasnya ombak yang menimpaku

Guruku,,,
Jumpaku denganmu hanya sesaat
Namun ilmu yang kau berikan kan selalu melekat
Sampai bumi ini dilipat,
Bahkan sampai hari peradilan setelah kiamat

Laksana intan
Kau pancarkan ilmu dan keagungan
Meski dirimu jauh di dasar lautan
Namun namamu takan pernah terlupakan
Kini, kau tinggalkan pesan untuk kami
“Semua makhluk pasti akan mati”
Ilahi,,,
Ampunilah guruku ini
Amin.



[1] Penulis adalah santri pondok pesantren Gedongan, mahasiswa bimbingan ibu Hj. Lia Aliyah yang telah berhasil lulus dari jurusan Tafsir Hadis IAIN Syekh Nurjati Cirebon tahun 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar