Ada 2 hal yang harus
diperhatikan dalam membahas masalah puasa Rajab. Pertama; Tidak ada riwayat
yang benar dari Rasulullah SAW yang melarang puasa Rajab. Kedua; Banyak
riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa Rajab yang tidak benar dan palsu.
Didalam masyarakat kita terdapat 2 kutub ekstrim.
Pertama adalah sekelompok kecil
kaum muslimin yang menyuarakan dengan lantang bahwa puasa bulan Rajab adalah
bid’ah. Kedua; Sekelompok orang yang biasa melakukan atau menyeru puasa Rajab
akan tetapi tidak menyadari telah membawa riwayat-riwayat tidak benar dan
palsu. Maka dalam risalah kecil ini kami ingin mencoba menghadirkan riwayat
yang benar sekaligus pemahaman para ulama 4 madzhab tentang puasa di bulan
Rajab.
Sebenarnya masalah puasa rojab
sudah dibahas tuntas oleh ulama-ulama terdahulu dengan jelas dan gamblang. Akan
tetapi karena adanya kelompok kecil hamba-hamba Alloh yang biasa MENUDUH BID’AH
ORANG LAIN menyuarakan dengan lantang bahwa amalan puasa di bulan Rajab adalah
sesuatu yang bid’ah. Dengan Risalah kecil ini mari kita lihat hujjah para ulama
tentang puasa bulan Rajab dan mari kita juga lihat perbedaan para ulama di
dalam menyikapi hukum puasa di bulan Rajab, yang jelas bulan Rajab adalah
termasuk bulan Haram yang ada 4 (Dzulqo’dah, Dzul Hijjah, Muharrom dan Rajab)
dan bulan haram ini dimuliakan oleh Alloh SWT sehingga tidak diperkenankan
untuk berperang di dalamnya dan masih banyak keutamaan di dalam bulan-bulan
haram tersebut khususnya bulan Rajab. Dan di sini kami hanya akan membahas
masalah puasa Rajab untuk masalah yang lainya seperti hukum merayakan isro’
mi’roj dan sholat malam di bulan Rajab akan kami hadirkan pada risalah yang
berbeda.
Tidak kami pungkiri adanya
hadits-hadits dho’if atau palsu (Maudhu’) yang sering dikemukakan oleh sebagian
pendukung puasa Rajab. Maka dari itu wajib untuk kami menjelaskan agar jangan
sampai ada yang membawa hadits-hadits palsu biarpun untuk kebaikan seperti
memacu orang untuk beribadah hukumnya adalah HARAM dan DOSA besar sebagaimana
ancaman Rosulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan
Imam Muslim:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّءْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya : “Barang siapa sengaja
berbohong atas namaku maka hendaknya mempersiapkan diri untuk menempati
neraka”.
Dan perlu diketauhi bahwa
dengan banyaknya hadits-hadits palsu tentang keutamaan puasa Rajab itu bukan
berarti tidak ada hadist yang benar yang membicarakan tentang keutamaannya
bulan Rajab.
- Dalil-dalil tentang puasa
Rojab
- Dalil-dalil tentang puasa
Secara umum
Himbauan secara umum untuk
memperbanyak puasa kecuali di hari-hari yang diharamkan yang 5 dan bulan Rajab
adalah bukan termasuk hari-hari yang diharamkan. Dan juga anjuran-anjuran
memperbanyak di hari-hari seperti puasa hari senin, puasa hari kamis, puasa
hari-hari putih, puasa Daud dan lain-lain yang itu semua bisa dilakukan , dan
puasa tersebut tetap dianjurkan walaupun di bulan Rajab. Berikut ini adalah
riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa. Hadits Yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhori No.5472:
كُلُّ عَمَلِ ابْن أَدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامُ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ
“Semua amal anak adam
(pahalanya) untuknya kecuali puasa maka aku langsung yang membalasnya”
Imam Muslim No.1942:
لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Bau mulutnya orang yang
berpuasa itu lebih wangi dari misik menurut Allah kelak di hari qiamat”
Yang dimaksud Alloh akan
membalasnya sendiri adalah pahala puasa tidak terbatas hitungan tidak seperti
pahala ibadah sholat jama’ah dengan keutamaan sholat jama’ah 27 derajat atau
ibadah selain yang 1 kebaikkan dilipatgandakan menjadi 10 kebaikkan.
Hadits yang diriwayatkan Imam
Bukhori No.1063 dan Imam Muslim No.1969:
إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمًا وَ يُفْطِرُ يَوْمًا
“Sesungguhnya paling utamanya
puasa adalah puasa saudaraku Nabi Daud, beliau sehari puasa dan sehari buka”
- Dalil-dalil puasa Rajab
secara khusus
- Hadits yang diriwayatkan
Imam Muslim
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ حَكِيْمٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ:
” سَأَلْتُ سَعِيْدَ بْنَ جُبَيْرٍعَنْ صَوْمِ رَجَبَ ؟ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِيْ رَجَبَ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ”
“Sesungguhnya Ustman Ibn Hakim
Al-Anshori, berkata: “Aku bertanya kepada Sa’id Ibn Jubair tentang puasa di
bulan Rajab dan ketika itu kami memang di bulan Rajab”, maka Sa’id menjawab:
“Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata: “Nabi Muhammad SAW berpuasa (di bulan
Rajab) hingga kami katakan beliau tidak pernah berbuka di bulan Rajab, dan
beliau juga pernah berbuka di bulan Rajab, hingga kami katakan beliau tidak
berpuasa di bulan Rajab.”
Dari riwayat tersebut di atas
bisa dipahami bahwa Nabi SAW pernah berpuasa di bulan Rajab dengan utuh, dan
Nabi-pun pernah tidak berpuasa dengan utuh. Artinya di saat Nabi SAW
meninggalkan puasa di bulan Rajab itu menunjukan bahwa puasa di bulan Rajab bukanlah
sesuatu yang wajib . Begitulah yang dipahami para ulama tentang amalan Nabi
SAW, jika Nabi melakukan satu amalan kemudian Nabi meninggalkannya itu
menunjukan amalan itu bukan suatu yang wajib, dan hukum mengamalkannya adalah
sunnah.
- Hadist yang diriwayatkan
oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah
عَنْ مُجِيْبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيْهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ :أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالَتُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَمَا تَعْرِفُنِيْ. قَالَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيِّ الَّذِيْ جِئْتُكَ عَامَ اْلأَوَّلِ قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلاَّ بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ. ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِيْ فَإِنَّ بِيْ قُوَّةً قَالَ صُمْ يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاَثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا. رواه أبو داود
2/322
“Dari Mujibah Al-Bahiliah dari
ayahnya atau pamannya sesungguhnya ia (ayah atau paman) datang kepada
Rasulullah SAW kemudian berpisah dan kemudian dating lagi kepada rasulullah
setelah setahun dalam keadaan tubuh yang berubah (kurus), dia berkata : Yaa
Rasululallah apakah engkau tidak mengenalku? Rasulullah SAW menjawab : siapa
engkau? Dia pun berkata : Aku Al-Bahili yang pernah menemuimu setahun yang
lalu. Rasulullah SAW bertanya : apa yang membuatmu berubah sedangkan dulu
keadaanmu baik-baik saja (segar-bugar), ia menjawab : aku tidak makan kecuali
pada malam hari
(yakni berpuasa) semenjak
berpisah denganmu, maka Rasulullah SAW bersabda : mengapa engkau menyiksa
dirimu, berpuasalah di bulan sabar dan sehari di setiap bulan, lalu ia berkata
: tambah lagi (yaa Rasulallah) sesungguhnya aku masih kuat. Rasulullah SAW
berkata : berpuasalah 2 hari (setiap bulan), dia pun berkata : tambah lagi ya
Rasulalloh. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 3 hari (setiap bulan), ia pun
berkata: tambah lagi (Yaa Rasulallah), Rasulullah SAW bersabda : jika engkau
menghendaki berpuasalah engkau di bulan-bulan haram (Rajab, Dzul Qo’dah, Dzul
Hijjah dan Muharrom) dan jika engkau menghendaki maka tinggalkanlah, beliau
mengatakan hal itu tiga kali sambil menggemgam 3 jarinya kemudian membukanya.
Imam nawawi menjelaskan hadits
tersebut.
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ” إنما أمره بالترك ;
لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة . المجموع 6/439
“Sabda Rasulullah SAW :
صم من الحرم واترك
“Berpuasalah di bulan haram
kemudian tinggalkanlah”
Sesungguhnya nabi saw
memerintahkan berbuka kepadaorang tersebut karena dipandang puasa terus-
menerus akan memberatkannya dan menjadikan fisiknya berubah. Adapun bagi orang
yang tidak merasa berat untuk melakukan puasa, maka berpuasa dibulan Rajab
seutuhnya adalah sebuah keutamaan. Majmu’ Syarh Muhadzdzab juz 6 hal. 439
- Hadits riwayat Usamah Bin
Zaid
قال قلت :
يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم. رواه النسائي
4/201
“Aku berkata kepada Rasulullah
: Yaa Rasulallah aku tidak pernah melihatmu berpuasa sebagaimana engkau
berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah SAW menjawab : bulan sya’ban itu adalah
bulan yang dilalaikan di antara bulan Rajab dan Ramadhan, dan bulan sya’ban
adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Allah SWT dan aku ingin amalku
diangkat dalam keadaaan aku berpuasa”. HR. Imam An-Nasa’I Juz 4 Hal. 201
Imam Syaukani menjelaskan
ظاهر قوله في حديث أسامة : ” إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه يستحب صوم رجب ;
لأن الظاهر أن المراد أنهم يغفلون عن تعظيم شعبان بالصوم كما يعظمون رمضان ورجبا به . نيل الأوطار 4/291
Secara tersurat yang dipahami
dari hadits yang diriwayatkan oleh Usamah, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Sya’ban adalah
bulan yang sering dilalaikan manusia di antara Rajab dan Ramadhan” ini
menunjukkan bahwa puasa Rajab adalah sunnah sebab bisa difahami dengan jelas
dari sabda Nabi Saw bahwa mereka lalai dari mengagungkan sya’ban dengan
berpuasa karena mereka sibuk mengagungkan ramadhan dan Rajab dengan berpuasa”.
Naylul Author juz 4 hal 291
- Kesimpulan
Dari penjelasan dari ulama
empat madhab sangat jelas bahwa puasa bulan Rojab adalah sunnah hanya menurut
madhab imam Ahmad saja yang makruh. Dan ternyata kemakruhan puasa Rajab menurut
madhab Imam Hanbali itu pun jika dilakukan sebulan penuh adapun kalau dibolongi
satu hari saja maka kemakruhannya sudah hilang atau bisa disambung dengan
sehari saja sebelum atau sesudah Rajab. Dan mereka tidak mengatakan Bid’ah
sebagaimana yang marak akhir-akhir ini disuarakan oleh kelompok orang dengan
menyebar selebaran, siaran radio atau internet .
Wallohu a’lam bishshowab
Harap disebarkan, sebab
Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barang siapa yang menunjukkan
suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang
melakukannya”. HR. Imam Muslim
Oleh : OLEH : BUYA YAHYA
Pengasuh
Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah Cirebon